30. Blood, Sweat & Tears pt. 2.

321 35 8
                                    

Ost: House Of Card

______

Pekat.

Dingin.

Kelam.

Atmosfer di atap gedung SMA Pelita.

Angin malam tanpa segan meniup poni coklat gelap miliknya hingga berantakan, tetapi ia mengabaikannya. Topengnya yang metalik berwarna hitam ada sentuhan emas, menutup area mata, tetapi tidak mengurangi ketajaman matanya menelisik setiap sudut sekolah.

Lampu-lampu menyala terang menyepuh setiap sudut sekolah tanpa terkecuali. Pita-pita tersampir cantik dan dekorasi lain menambah semarak. Mobil-mobil mulai berdatangan. Walau tampak kecil dari atas sana, si laki-laki masih mampu melihat gaun-gaun malam berwarna-warni dan tuxedo elegan keluar dari mobil dan masuk dari pintu gerbang sekolah. Celotehan-celotehan ringan mereka melebur bersama musik yang diputar keras.

Ia menengadah ke langit. Pikirannya mulai berkecamuk. Ini akan jadi malam yang sangat suram melebihi malam-malam yang ia lewati sebelumnya dan malam ini harus menjadi akhir dari segala mimpi buruk. Ia akan mempertaruhkan segala yang ia punya, termasuk nyawa. Tapi tidak dengan seseorang di luar sana yang sedang menunggunya resah.

Senyum mirisnya terbit.

Namun secepat kilat tergantikan oleh seringai.

Fokusnya kembali mulai dipertajam. Begitu juga dengan pikirannya.

________

Vi melirik adiknya yang tampil cantik dengan gaun putih selutut berpotongan sederhana. Riasannya tidak terlalu tebal, lebih ke minimalis, tapi itu membuatnya semakin terlihat cantik. Rambutnya tergerai sampai punggung dengan ujung dibuat curly. Vi jadi sulit melepaskan adiknya ke dalam sana.

Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi, mengingat bahaya sedang menunggu di dalam sana. Alih-alih menyuruh Vi melarang Mei datang ke pesta dan mengurung adiknya di rumah-itu yang direncanakan Vi di kepalanya jauh-jauh hari-Januari malah meminta Vi untuk memperbolehkan Mei datang ke pesta.

Lewat telepon beberapa hari yang lalu, Januari mengatakan bahwa membawa Mei ke dalam bahaya justru akan memancing musuh besar keluar dari permukaan dan akan lebih mudah menangkapnya jika ada Mei sebagai umpan. Entah rencana apa yang sedang disusun Januari karena tidak memberikan detail rencananya pada Vi.

"Jangan jauh-jauh dari Niko. Aktifkan terus ponselmu dan jangan percaya begitu saja pada siapa pun meski itu temanmu, kecuali Niko, ngerti?"

Mei mengambil topeng metalik berwarna putih dengan bulu-bulu angsa sebagai hiasan di dashboard, lantas ia memakainya. Tak ada kata yang meluncur dari mulut, kecuali berupa anggukan sambil lalu.

Niko datang, melongokan kepala ke dalam jendela mobil, tepat di mana Mei duduk.

"Lakukan tugasmu dengan baik, Nik." Vi mewanti-wanti dengan wajah menggurat serius.

"Kak Vi mempercayakan orang yang paling tepat untuk menjaga Mei."

Niko membantu membuka pintu mobil agar Mei dapat keluar dengan mudah. Oksigen yang merupakan penunjang hidup paling penting bagi Niko seolah terlupakan begitu saja sementara waktu karena Mei menyedot seluruh perhatiannya.

"Bernapas, Nik dan tutup mulutmu sebelum ada lalat yang nemplok." Vi mengingatkan dengan pandangan setengah geli.

Tersadar, Niko menggaruk belakang rambutnya, merasa malu karena kepergok terlalu terpesona akan kecantikan Mei. Melihat Mei, Niko seperti tidak berpijak pada Bumi. Melainkan seperti berada di langit ketujuh bersama bidadari surga.

Januari VS Mei 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang