Pagi hari melihat kedua anaknya muncul di anak tangga teratas, di mana Agus tengah mengacak rambut Januari dan dibalas Januari dengan tendangan maut pada bokongnya, membuat Violet hampir meneteskan air mata bahagia.
Kedua anaknya yang manis telah kembali.
"Pagi, Ma." Keduanya secara bergantian mencium pipi kanan Violet. Lantas menempati tempat duduk masing-masing di kursi makan.
Mereka berceloteh riang, seolah perang dingin yang mereka alami kemarin tidak pernah terjadi. Dalam hati, Violet mengucap syukur.
Mas, aku sangat bahagia melihat mereka bahagia.
Agus mengolesi rotinya dengan selai kacang, menatap adiknya yang tengah menggigit roti. "Berhubung motor lo di bengkel, gue anterin lo ke sekolah."
"Gue bukan anak kecil yang perlu di antar kalau ke sekolah. Gue bisa naik angkot."
Januari mengaduh histeris ketika Agus tiba-tiba memukul kepala bagian belakangnya. "Bisa gak sih lo gak usah mukul! Sakit bego!" Januari mengayunkan tatapan geram pada tersangka utamanya, tetapi yang ditatap hanya menampilkan wajah tanpa dosa.
"Jangan keras kepala."
"Turuti apa kata Abangmu." Violet menyentuh lengan Januari dan hal itu sukses menurunkun emosinya akibat ulah Agus. Januari memang tidak bisa menolak ucapan Violet apa pun itu.
Agus menyeringai puas seraya menggigit sarapannya dengan tenang. Sarapan hari itu ditutup keduanya dengan ciuman di punggung tangan Violet dan salam seperti biasa. Setelahnya keduanya keluar dengan diiringi senyuman dan gelengan kepala Violet.
"Hurry up! Lelet banget sih!" Agus memiting leher Januari dan adiknya menyodok perutnya, berusaha melepaskan diri.
"Lo pengin mati ya!" Teriak Januari. Kemudian hilang di balik pintu.
Akur versi Agus dan Januari memang begitu. Main tangan, tidak lepas dari kontak fisik. Meskipun terlihat kasar, itulah cara mereka menunjukan kasih sayang satu sama lain. Violet tak khawatir, melainkan sangat lega. Lebih baik begitu ketimbang saling mendiamkan dan menyimpan kebencian dalam hati masing-masing.
😊😊😊
Agus tak heran lagi melihat Januari senyum-senyum tidak jelas di bangku penumpang dengan ponselnya. Sedangkan dirinya sedang sibuk menyetir dan sesekali menjawab panggilan dari sekretarisnya mengenai masalah kantor.
"Pasti chattingan sama Mei. Sejauh mana kedekatan hubungan kalian ?"
Januari melirik sebentar. "Kepo."
"Mau gue pukul?" Tangan Agus terangkat, siap memukul.
Januari mendesis kesal. "Yang jelas kami lebih dari kata dekat."
Agus menurunkan kembali tangannya. "Kalian sudah pacaran?"
"Pacar?" Januari menggeleng. "Kami emang udah saling mengutarakan perasaan, tapi sementara ini teman spesial lebih membuat kami nyaman."
Dan kepala Januari menjadi korban toyoran Agus. "Otak lo ditaruh di pantat rupanya! Bagaimana bisa kalian menyukai satu sama lain, tapi hanya sekadar teman spesial?! Segera tembak dia! Setidaknya dengan status pacaran, tidak ada orang lain yang berusaha mendekatinya."
Januari memutar bola mata, alih-alih marah. Dia mengusap dagunya, mempertimbangkan saran dari Abangnya. "Saran lo boleh juga. Gue akan tembak dia kalau kami sudah resmi menikah."
Agus memijit pangkal hidungnya. Tidak habis pikir dengan jalan pemikiran adiknya. "Hei! Lulus SMA juga belum, sudah memikirkan nikah. Pikirkan dulu masa depan lo! Menikah muda bukan perkara gampang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari VS Mei 🔚
FantasíaHana mati dua tahun lalu. Arwahnya bergentayangan, mengusik si anak Indigo bernama Mei. Saat itulah Mei tahu, bahwa urusan Hana di dunia belum selesai. Dan itu menyangkut si ketua geng Lucifer, Januari yang amat sangat Mei benci.