Mulmed: BTS-Love Maze, cover piano.
Dua minggu telah berlalu. Setiap detik yang dilewati terasa berat dan lama menurut Mei tanpa Januari di sisinya. Dan hujan di luar kamarnya semakin menambah kegalauan. Bersama iringan suara Januari di telinga, Mei menikmati hujan sekaligus mengobati kerinduannya.
Beberapa kali memang Januari sempat menghubunginya melalui panggilan suara maupun video call. Perbedaan waktu yang tak signifikan tidak membuat keduanya kesulitan. Banyak hal yang mereka bicarakan, tetapi yang lebih banyak bicara tentu saja Mei dan Januari lebih suka mendengarkan dengan tekun segala apa yang terlontar dari mulut manis Mei, meski apa yang diceritakan Mei tidak penting sama sekali.
Seperti...
"Tadi aku nemu kelinci di jalan. Kasihan, terus aku adopsi. Aku kasih nama Kuki." Dan Mei langsung menunjukan kelinci putihnya pada Januari hingga memenuhi layar.
Atau menceritakan kesehariannya yang selalu berulang-ulang.
"Kalau malam Minggu, Rudolf sering ngajakin main petak umpet dan aku pasti kalah terus. Habisnya dia bisa nembus tembok dan menghilang secepat cahaya."
Dan hebatnya Januari bisa bertahan mendengarkan Mei menceritakan pengalaman mistisnya sampai selesai.
Paling kesal ketika Mei kehabisan stok cerita dan gantian bertanya pada Januari soal kepulangannya atau apapun yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang dihadapi Januari, namun cowok itu malah mengalihkannya dengan mengajukan pertanyaan lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Atau yang terparah ketika Januari menutup panggilan, beralasan mau mandi lah, perut mulas lah, mau tidur lah. Pokoknya alasan klise yang bikin Mei gondok setengah hati.
Dari semua perasaan yang ia rasakan, kesal, rindu, lelah LDR-an, yang paling membuat mood-nya makin terjun bebas adalah ketika dia sedang video call-an dengan Januari dua hari lalu, seorang gadis dari belakang memanggil Januari dengan aksen Korea yang kental.
"Januari-ssi."
Lantas buru-buru Januari mematikan sambungan setelah berkata akan menghubungi Mei segera. Dan sampai detik ini Januari belum memberi kabar juga.
Memikirkan siapa gadis itu membuat Mei memukul boneka Tata berulang kali karena kesal. Sekilas ia sempat melihat wajah gadis itu. Cantik memang dan muda, usianya Mei perkirakan sebaya dengan Januari.
Inikah rasanya cemburu?
Tidakkah Januari tahu bahwa Mei di sini sedang menunggu dan menahan rindu sedemikian rupa, tetapi pria yang dia rindukan malahan bersama gadis lain.
Rasanya Mei ingin menangis saking kesalnya.
Tapi ia diingatkan kembali tentang janjinya untuk selalu percaya pada Januari. Bukankah ketika ia meragukan kesetiaan Januari, itu artinya dia tidak percaya pada pacarnya itu?
Mengembuskan napas, Mei mencari cara untuk membunuh kegaulannya. Ia lalu mengirim pesan pada Niko. Mungkin pergi bersama Niko sedikit banyak mengurangi kegalauan hatinya.
Suara pintu diketuk mengalihkan atensinya dari layar ponsel.
"Masuk," serunya.
Mendapatkan izin dari si empunya, Vi merangsek masuk lantas menutup kembali pintu dari belakang.
"Lagi apa?"
"Gak ngapa-ngapain," jawab Mei.
Vi memilih duduk di sisi ranjang menatap adiknya lekat.
"Kak, aku mau pergi sama Niko. Bentar lagi dia jemput."
"Ke mana?" Ada nada sedikit panik terselip, tetapi Mei tidak menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari VS Mei 🔚
FantasiaHana mati dua tahun lalu. Arwahnya bergentayangan, mengusik si anak Indigo bernama Mei. Saat itulah Mei tahu, bahwa urusan Hana di dunia belum selesai. Dan itu menyangkut si ketua geng Lucifer, Januari yang amat sangat Mei benci.