Adapted from The Maze Runner by amazing author James Dashner
.
.
.
.
Annelise POVAyam berkokok bersahut-sahutan. Diiringi suara celah yang terbuka. Menimbulkan getaran kecil. Aku masih meringkuk kedinginan didalam slammer. Samar kudengar, seseorang membuka pintu kemudian masuk kedalam.
"Hei greenie bangunlah" seseorang menggoyankan tubuhku dengan kasar.
Aku bangun dengan mata tertutup. "Apa kau tak tahu cara yang baik membangunkan orang tidur?" pekikku tertahan, kubuka mataku dan kulihat Minho berlutut didepanku. Dengan senyuman miring wajah itu memandangku.
"Tak ada cara lain untuk membangunkan seorang shank. Cepat bangun, Alby menyuruhku membangunkanmu. Kami akan segera sarapan" ia menarik tanganku keras.
"Sakit Minho!" aku mengaduh. Ia menatapku sedikit cemas lalu melepaskan genggamannya. Tanpa minta maaf ia langsung keluar dari slammer.
"Cepat keluar" perintahnya.
"Kasar sekali" gerutuku sambil merapikan rambutku. Kulirik dirinya yang tengah memegang daun pintu. Apa ini? Kurasakan sesuatu mengalir dari hidungku. Aku menyentuhnya. Darah.
"Hei hidungmu berdarah" ia terlihat cemas dan kembali masuk kedalam slammer. Minho meraba-raba saku celananya dan mengeluarkan sapu tangan putih. Ia hendak mengusap darah di hidungku.
"Sudah tak apa" aku menepis tangannya dan mengusap darah yang keluar dengan tanganku. Meski kuusap tetap saja masih keluar. Aku sudah beranjak dari duduk. Tapi, ia memegang tanganku.
"Duduk dan diamlah, shank" tangan kirinya memegang daguku. Dan tangan kanannya mengusap darah yang keluar dari hidungku. Minho mengusapnya dengan pelan, sesekali menyeka darah supaya tidak keluar. Kulihat raut wajahnya yang cemas perlahan-lahan mendekat kearahku. Aku bisa merasakan nafasnya yang tenang.
Aku menelan ludahku. Ini membuatku gugup. Kurasa, Minho menyadarinya. Ia menatap tepat di manik mataku. Aku langsung memalingkan wajahku dan ia melepaskan tangannya.
"Kurasa pendarahannya sudah berhenti, sekarang keluarlah" ucapnya dengan nada sedikit gugup. Ia menyerahkan sapu tangannya dan beranjak keluar.
Aku menahan darah yang mulai berkurang sembari keluar dari slammer. Selepas menutup pintu. Minho memimpinku menuju dapur, diperjalanan kami tak bicara sepatah katapun.
"Anne, kau kenapa?" Newt yang tengah duduk di meja makan menghampiriku dengan cemas. Minho langsung nyelonong pergi entah kemana.
"Aku hanya mimisan, tapi tak apa. Darahnya sudah berhenti" jawabku sambil mengantongi saku. Aku takut jika selera makan para gladers hilang saat melihat darah.
"Kau terlihat pucat, apa kau sakit?" ia meletakkan punggung tangannya di keningku. Jantungku berdebar. Cukup lama ia melakukannya.
"Ti..tidak. Aku tak apa, kurasa aku hanya lapar. Hehe" aku tertawa kecil. Newt menurunkan tangannya.
"Frypan, apa makanannya sudah siap?" pekiknya pada pria yang sedang mengangkat panci besar.
"Sudah, ayo kemarilah"
Kami ikut mengantre bersama para gladers. Tiba giliranku mendapat jatah.
"Hai, Anne" sapa Frypan dengan wajah sumringah.
"Hai, kau sudah sembuh?" tanyaku
"Ya aku sudah benar-benar sehat sekarang. Terimakasih kemarin kau menggantikanku memasak. Kudengar sup buatanmu sangat enak. Kau bisa bergabung denganku menjadi cooker"
Tuturnya, ia menuangkan dua sendok sayur makanan berwarna cokelat. Aku tak tahu apa itu.