Adapted from The Maze Runner by amazing author James Dashner
.
.
.
.Fajar sudah memperlihatkan gurat orange-nya. Tanah didekatku bergetar kecil. Aku membuka mata. Dinding didepanku mulai terbuka. Sesegera mungkin aku berdiri, membangunkan para gladers yang menemaniku, menengok kedalam sambil berharap mereka segera keluar. Hampir setengah menit aku menanti-nanti kedatangan mereka.
"Sudahlah, Newt. Mereka tak kembali" ucap Winston dengan nada menyesal. Para gladers tertunduk, berbalik badan meninggalkanku yang masih mematung.
"Sebaiknya, kita kembali bersama yang lain" Thomas berkata dengan suara berat. Ia menepuk pundakku lalu berbalik.
"Tunggu" kataku. Itu mereka! Minho, Alby dan Anne. Thomas dan yang lain menoleh.
Annelise POV
Minho melarangku untuk membantunya memapah Alby dengan alasan kondisiku. Tapi aku tetap bersikeras melakukannya dan berkata jika aku tak apa-apa.
Akhirnya, ia menyerah dan membiarkanku membantunya.
Kami berjalan perlahan-lahan, menyusuri setiap inci maze, untuk kembali ke glade.
Berkali-kali aku menggigit bibir untuk menahan rasa sakit pada kakiku. Minho juga kerap mengkhawatirkanku. Ia bertanya-tanya apa aku baik-baik saja. Tapi, selalu kujawab aku tidak apa-apa."Kita hampir sampai" ucap Minho dengan mata berbinar dan nafas terengah-engah.
Aku menerawang kedepan. Kulihat Newt berdiri menghadap celah dengan ekspresi yang bercampur antara cemas, sedih, bahagia, kaget. Disisi lain ada Thomas yang membelakangiku.
Kurasakan bulir-bulir air mataku jatuh. Aku tersenyum saat melihatnya berlari melewati celah, Thomas dan para runners ikut menyusul."Aku menangkapnya" ucap salah satua runners sambil mengambil Alby. Yang lain segera membantu dan membawa Alby ke med-jack.
"Kau tak apa?" Newt memegang kedua pipiku. Aku mengangguk pelan. "Syukurlah"
Dadaku sangat sesak, sulit sekali untuk bernafas. Kakiku pun lemas dan pandanganku mulai kabur, kabur dan gelap.
"Anne! Anne! Ayo kita bawa ke med-jack!"
★★★
"Kakak?" aku mengetuk pintu tempat kakakku berada. Setelah berusia 17 tahun, wanita berambut blonde itu memberikan tempat khusus untuknya. Tak ada seorangpun yang boleh masuk kedalam.
"Kak Sam?" kupaksakan diriku membuka pintu karena tak ada jawaban. Biasanya, sekali kupanggil, ia akan langsung keluar.
Aku berjalan setengah mengendap-endap supaya tidak ada yang tahu. Karena, kakak melarangku untuk masuk ke ruangnya. Entah apa alasannya dia melarangku masuk kedalam. Sejak lama aku sudah penasaran dengan ruangan ini. Dan hari ini, aku punya kesempatan untuk masuk.
Kulihat sekelilingku dipenuhi benda-benda aneh. Mulai dari robot setengah jadi, alat-alat bedah hingga binatang menjijikan seperti kecoa, laba-laba, lintah yang mati mengenaskan di meja percobaan.
"Berantakan sekali?" kusingkirkan sebuah kaki mesin yang menghalangi jalanku.Aku masuk lebih dalam lagi, dan pandanganku tertuju pada sebuah tabung yang tingginya kira-kira satu meter. Didalamnya berisi janin binatang aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya. Binatang itu seperti direndam dalam cairan. Disekitarnya ada gelembung oksigen, menandakan jika binatang itu hidup.
Aku beralih ke ruang tertutup di sebelah kanan. Kulihat disini banyak monitor yang menyala. Menampilkan foto dan profil anak laki-laki. Di monitor lain, aku melihat kilas tayangan kehidupan sekelompok laki-laki. Mereka hidup di sebuah lahan yang dikelilingi dinding raksasa.