Aku membuka mata perlahan-lahan, menyesuaikan diri dengan cahaya disekitar. Sekelilingku hanyalah ruangan putih dengan berbagai macam peralatan medis. Pakaian kotorku telah diganti dengan pakaian bersih."Apa ini wicked?" Aku segera beranjak duduk meskipun seluruh tubuhku terasa sakit.
"Hah, dimana Newt? Thomas? Minho?" Kakiku langsung membawaku untuk keluar ruangan. Beberapa orang berjas laboratorium mencegahku dan menyuruhku kembali ke ruangan.
"Kembalilah, kondisimu belum stabil" seorang pria bertubuh tinggi mencegahku.
"Lepaskan aku! Aku mau mencari temanku!"
"Hei, kondisimu baru saja pulih. Jangan terlalu banyak beraktivitas"
"Lepas! Aku tidak akan mempercayai orang seperti kalian lagi!—wicked—"
Aku berhasil melepaskan diri dan berlari secepat mungkin. Belok kiri, belok kanan, lurus, ke kanan lagi dan. Aku terjatuh karena kelelahan. Entah kenapa kepalaku pusing dan kakiku rasanya lemas sekali. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki. Aku bisa melihatnya namun pandanganku buram, karena aku mengantuk."Sudah kubilang, jangan lari-larian dulu. Kau jadi kelelahan kan? Lagipula aku bukan wicked seperti yang kau pikirkan"
.
.
.
.Aku membuka mata perlahan. Melihat sekelilingku yang masih sama seperti ruangan yang tadi.
"Kau sudah bangun? Mari kubantu duduk" pria ini, pria yang tadi mencegatku diluar. Ia membantuku duduk.
"Kau mau makan sesuatu?"
"Tidak terimakasih"
"Baiklah"
Tiba-tiba perutku berbunyi. Aku memang lapar tapi tidak lapar sekali. Kupegangi perutku untuk meredam suaranya jika ia berbunyi lagi.
"Haha, mungkin kau tidak lapar tapi cacing-cacingmu yang lapar. Ayo kita beri mereka makanan, kau tunggu disini. Jangan kemana-mana" ia terkekeh sambil berjalan melewati tirai.
Aku melihat sekitar lagi. Benar-benar mirip markas wicked. Beberapa saat, pria itu datang kembali.
"Kudengar, cokelat panas dan roti gandum bisa memperbaiki suasana hati" ia meletakkan nampan diatas meja kecil didepanku.
"Ayo makanlah, selagi masih hangat. Maaf kami hanya memberi itu" dia duduk di kursi samping.
"Terimakasih" aku meminum cokelat panasnya dan memakan roti gandumnya.
"Ini enak"
"Kau menyukainya?" aku mengangguk. Dia terkekeh kecil.
"Syukurlah, andai saja kita bisa menyingkirkannya. Pasti akan lebih banyak roti gandum yang diproduksi" aku menatapnya yang tengah menatapku juga.
"Maksudmu makhluk ganas di padang pasir itu?"
"Tentu, sebenarnya mereka tidak hanya hidup di padang pasir. Mereka hidup di semua tempat kecuali air dan udara" aku menghentikan aktivitas makanku. Berarti dunia ini telah dikuasai makhluk itu?
"Apa tempat ini satu-satunya yang tersisa?"
"Tidak juga, di tiap negara ada satu, bahkan jika bentuk negaranya seperti Indonesia mereka punya tempat seperti ini di tiap pulaunya" aku mengangguk-angguk.
"Oh sebentar aku ada panggilan ke ruang pusat" ia beranjak dari kursinya.
"Petugas patroli akan datang menemuimu. Tidak perlu takut, mereka hanya akan menanyaimu. Aku juga akan kembali bersama mereka" ia menyibak tirai.