Myungsoo berjalan menelusuri koridor sekolah dengan langkah gontai, mencoba menepis rasa sakit dan kebingunan yang terus saja menghantui hati dan pikirannya. Melirik sekilas pada luka yang berada di punggung tangannya, membuatnya teringat akan kejadian memilukan yang kemarin dia alami.
Menghela napas berat saat potongan-potongan ingatan yang sangat menyakitkan terus saja terulang bagaikan sebuah film lama yang terus berputar.
Tap!
Langkah kakinya terhenti saat obsidian hitamnya menangkap sesosok yeoja yang tengah berdiri ditaman belakang sekolah.
Memandangi manik indah dari sosok yang kini tengah menatap langit dengan tatapan dingin nan angkuh yang nampak begitu jelas, melangkahkan kakinya menghampiri yeoja tersebut.“Apa yang kau pikirkan hingga memandangi langit dengan tatapan seperti itu, Jiyeon?” yeoja itu mengalihkan pandangannya menatap seorang pria yang kini berada dihadapannya, menyunggingkan sebuah senyuman sinis pada pria jangkung yang tengah menatapnya hangat.
“Wae? Apa itu sangat menganggumu, Kim Myungsoo?”
Myungsoo terkekeh kecil saat celotehan dingin nan pedas itu terlontar dari mulut yeoja cantik yang masih mempertahankan wajah dinginnya.
“Ne, bagiku wajahmu yang selalu tersenyum hangat adalah suatu hal yang sangat mengagumkan.”
Jiyeon tersikap sesaat, memalingkan wajah dinginnya dari Myungsoo yang terus saja memandanginya hangat.
“Bagiku aku yang sebenarnya adalah seperti ini, gadis bodoh yang selalu kau lihat itu hanya sebuah cangkang untuk menutupi kulit asliku.” Ucap Jiyeon dingin, dia kembali memalingkan wajahnya menatap Myungsoo yang masih bertahan dengan pandangan yang sama.
“Igo!”
Jiyeon menautkan kedua alisnya saat dengan tiba-tiba Myungsoo memberikannya sebuah Flashdisk yang dia keluarkan dari saku dalam blezernya.
“Wae?”
Jiyeon masih tidak bergeming dari tempatnya, dia masih berdiri dengan pandangan penuh tanya pada pria tampan dihadapannya.
“Pergunakan ini untuk mengatur ulang rencanamu. Aku sudah menyelediki semua latar belakang mereka dan beberapa aib serta kebohongan yang sudah pasti mereka sembunyikan. Semua itu tinggal bagaimana kau bisa menyusun rencana untuk membalas mereka semua yang telah menghancurkanmu.”
Jiyeon membulatkan matanya tidak percaya, jantungnya berdetak dengan sangat kencang dan tiba-tiba saja lidahnya terasa kaku memandangi dengan gugup sebuah flashdisk yang kini berada dalam genggaman nya.
“B-bagaiaman bisa kau?”
“Aku tahu semuanya, aku tidak senaif itu Jiyeon. Tidak apa-apa jika nantinya mungkin persaudaraanku dan Mingyu akan hancur.”
Myungsoo menghentikan kalimat nya sejenak, dia menghela napas pelan berusaha mengurangi rasa sakit yang begitu menyesakkan dadanya. Memalingkan wajahnya sesaat menepis pandangan menyedihkan yang tidak pernah ingin dia perlihatkan pada Jiyeon.
“Aku mohon jangan pergi meninggalkanku tetap berada disampingku walaupun itu tidak murni berasal dari hatimu, bagiku asal kau tetap bersamaku, menggenggam tangan dan memeluk tubuh ku itu sudah cukup. Yah walaupun hanya disaat kau ingin memanfaatkannya, itu benar-benar cukup untukku.”
Myungsoo membalikkan tubuh tegapnya, dia melangkah kakinya meninggalkan Jiyeon yang masih membeku disana.
Bruk!
Jiyeon terduduk lemah diatas rumput taman belakang, mencengkram bagian depan kemejanya berusaha mengatur nafasnya yang terasa sangat berat. Menggepalkan kedua tangan nya yang terus saja bergetar sesaat setelah Myungsoo meninggalkannya. Jiyeon memukuli dada nya dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED
FanfictionTerkadang kita selalu merasa takdir tak berpihak kepada kita,merasa tidak adil dengan jalan yang Tuhan berikan, tapi di balik semua luka yang mewarnai detik langkah kehidupan. Pasti disana terdapat secercah kebahagiaan walaupun itu dalam balutan pe...