Irene berjalan dengan kepala tertunduk, dia merasa sangat malu karena kini semua orang menatapnya dengan penuh kebencian bahkan mereka memandangnya dengan remeh.
"Itu si anak pendusta!"
Langkah kakinya terhenti saat seorang siswa meneriakinya sebagai seorang anak pendusta.
"Astaga aku benar-benar malu kalau jadi dirimu Irene."
Kini bukan hanya satu dua orang yang mengatakan hal menyakitkan itu padanya. Semua anak-anak yang tadi memenuhi koridor kini mulai mengerumuninya dengan berbagai kata-kata yang menghina dan memojokkannya.
"Dasar anak pembohong!"
"Bagaimana orang sepertimu bisa bersekolah ditempat ini!"
"Kalau aku jadi dirimu aku lebih baik melenyapkan diriku dari dunia ini."
"dasar anak pembohong!"
Irene hanya terdiam tanpa banyak kata, dia menatap sekitarnya yang terlihat begitu mengerikan. Pandangan mereka, perkataan mereka benar-benar melukai hatinya.
Tes!
Tanpa kata hanya sebuah tetes airmata yang jatuh membasahi wajahnya yang terlihat begitu lelah.
'Kenapa dunia ku bisa seperti ini?' bisiknya kini menatap dua orang yang dia anggap sebagai sahabatnya. Mereka hanya terdiam dengan tatapan yang tidak jauh berbeda dari orang-orang yang menghinanya.
Flashback on.
"Eomma ini apa?"
Irene berlari dengan penuh ketekejutan menghampiri ibunya yang terdiam memandang layar televisi yang menampilkan sebuah berita yang begitu mengejutkan.
"Appa.." Tatapan matanya kini beralih pada seorang pria tua yang hanya terdiam duduk dengan wajah yang begitu menyedihkan.
"Nyonya Kim beberapa orang dari pihak militer datang untuk menjemput tuan muda."
Jedar!
Seakan seperti tersambar petir ketiganya melirikkan kepala mereka begitu kaku.
"Jangan biarkan mereka m-masuk Sekertaris Nam!"
Nyonya Kim terlihat begitu terpuruk dengan apa yang baru saja dia dengar, tangannya bergetar dengan hebat dan tetes airmata telah membasahi wajahnya.
"Andwe! jangan bawa anakku!"
Nyonya Kim berteriak sangat kencang, dia merasa sangat terluka. Bagaimana bisa orang-orang itu menyeret putra sulungnya begitu kejam."Eomma tolong aku eomma jebal!"
Jackson menatap ibunya yang menjerit memanggilnya, dia menangis meminta tolong pada wanita yang tengah histeris itu agar menghentikan orang-orang yang kini membawanya.
"Oppa! Jackson oppa! Jangan bawa pergi oppa! Appa tolong oppa."
Tidak jauh berbeda dengan ibunya Irene berteriak histeris saat langkah kaki orang-orang itu semakin menjauhi rumah mewah ayahnya. Dia berlari mencoba untuk menghentikan orang-orang yang membawa kakaknya.
"Lepaskan Oppaku!!!"
Dia kembali berteriak histeris melihat wajah tertekan kakaknya saat orang-orang itu memaksanya memasuki mobil van yang telah disediakan.
"Putraku. Jackson putraku!"
berbeda dengan istri dan putri bungsunya ketua bae hanya dapat terduduk lemas memandangi kepergian putranya, ingin sekali rasanya dia menarik orang-orang yang menyeret putranya itu. Namun semuanya terasa sia-sia, dia tidak berdaya menghadapi semuanya, dia tidak berdaya dengan semua yang dia terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED
FanfictionTerkadang kita selalu merasa takdir tak berpihak kepada kita,merasa tidak adil dengan jalan yang Tuhan berikan, tapi di balik semua luka yang mewarnai detik langkah kehidupan. Pasti disana terdapat secercah kebahagiaan walaupun itu dalam balutan pe...