II : Mendengar

195 38 1
                                    


Masa lalu telah mengajariku bagaimana aku harus mengawali dan mengakhiri sebuah hubungan.

Dan menurutku, hubungan yang terpisah karena waktu adalah hubungan yang payah.

_

____________________________

" begitulah SangRim, aku akhirnya memutuskan hubunganku dengan Suzy untuk yang kesekian kalinya, "
Ucapnya sambil menyusap wajahnya kasar. Ada semburat penyesalan yang menyelimuti raut wajahnya. Kulihat matanya berkilauan memandang kedepan, seolah berusaha meyakinkan dirinya jika itu keputusan yang benar.

" kau masih mencintainya? "
Tanyaku perlahan sambil menggenggam tangannya. Jika tidak mengingat dia sahabatku, sudah sedari tadi kubunuh.

" entahlah, "
Jawabnya singkat sok tegar. Diminumnya jus alpukat yang sedari tadi kami biarkan mendengar percakapan kami.

" pada akhirnya, semua yang tulus akan menelan pil pahit. "
Ucap Minho meneruskan. Aku tidak tahu maksudnya, apakah karena dia terlalu tulus ataukah justru dia yang buaya.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling cafe. Banyak pelayan hilir mudik dengan nampan penuh makanan dan beberapa hanya membawa  nampan kosong ataupun piring dan gelas kotor.

Di ujung sana, nampaklah seorang laki-laki muda yang terus saja memandang meja kami dalam tatapannya yang mengunci. Aku tak pernah  mengenal laki-laki itu namun sepertinya dia sangat mengenal kami. Dihadapannya terhidang banyak makanan tapi terlihat tak satupun disentuhnya.

Mencurigakan!
Jika dia penggemar, kenapa tidak menghampiri atau memotret?

" aku pernah memergokinya berdua dengan perempuan di sebuah kamar hotel. "
Aku ikut bicara. Menolehkan pandanganku dari laki-laki tak dikenal itu untuk memecah keheningan yang sesaat merebut kebersamaan kami, yang seharusnya menjadi momen indah, momen persahabatan.

Matanya membelalak menatapku.

Aku hanya mengangkat bahu perlahan. Mengisyaratkan padanya jika itu bukan masalah besar.

" kupikir, tidak ada yang lebih baik dari sendiri, "
Lanjutku sambil mengangkat cappucino ku yang mulai dingin.

" Tunggu, apa yang kau lakukan di hotel? Kau penyusup? "
Tanyanya sambil menutup mulutnya dan matanya membesar, terkejut.

Aku tahu laki-laki ini, dia hanya berusaha menghibur. Tidak ada niatan sedikitpun untuk menyindirku yang notabene orang kalangan bawah.

" tentu saja tidak! Kau itu ngawur sekali! aku bekerja di sana. "
Balasku. MinHo mengangguk-angguk sambil menahan tawa. Setelah sekian lama merenung dan seolah membuka luka lama yang menyakitkan, akhirnya Minho tersenyum.

"  langsung saja setelah kubuat tulang kakinya patah, terkoraknya retak, bibirnya pecah, dan matanya lebam, aku mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain. "
Jawabku meliriknya. Minho nampak bergidik mengingat betapa brutalnya aku jika marah. Dia menggigit bibir.

" lalu bagaimana selanjutnya? "
Tanya Minho. Nampaknya dia sudah berhasil menguasai diri.

" pekerjaanku? Tenang saja, aku sudah mendapatkannya. Tapi... "

" bukan itu, maksudku pria itu. "
Selanya.

Aku meringis melihat betapa wajah Minho terlihat begitu aneh saat ini. Seperti ada kecut-kecutnya.

" dia..  mati. "
Balasku dingin. Dia terkejut bukan kepalang sampai menutup mulutnya. Tubuhnya dihempaskannya begitu saja di kursi hingga terdegar suara berdecit.

I Tresno Because Kulino ( Lee Minho ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang