XXIX : Aku Cinta

84 10 1
                                    

"Akhirnya!"
Aku menarik kedua tanganku ke udara. Menarik nafas dalam-dalam menikmati udara pagi yang menyejukkan.

Terjaga semalaman dengan pria menyebalkan yang membuatmu cepat tua bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Namun kedatangan sopir yang tepat pada waktunya membuat semangatku segera pulih.

Aku tersenyum lebar. Menatap rembulan yang masih menggantung indah diatas sana.

"Apa kau ingin di tusuk pisau atau ditembak juga? Cepatlah masuk."

Ucap bos Hanbin memberi perintah. Lantas mendorongku masuk ke dalam mobilnya dan menutupnya dengan keras.

Dasar pria tak tahu balas budi!
Gerutuku di sepanjang perjalanan.

_______________

"Kemana saja kau,"

"Astaga!"
Aku memegang dada secara spontan ketika kusadari wajah Lee Minho terpampang nyata di depan mata.

Pria itu tengah memakai mantel tebal hitam dengan topi musim dingin yang melekat kuat. Wajahnya putih pucat. Pasti kedinginan karena terlalu lama menunggu di depan pintu rumah yang kosong.

"Aku banyak pekerjaan, Minho. Jadi pahamilah."
Ucapku malas menanggapi. Melambaikan tangan kepadanya tanda jangan terlalu peduli.

"Kau mempunyai hubungan dengan Bin-Bin?"

Bin-Bin?

"Ha? Ah! Tentu saja tidak."
Aku menggeleng. Lantas membuka pintu dan masuk dengan cepat. Menyalakan pemanas ruangan dan menghamburkan diri di atas sofa. Meluruskan kaki dan merapatkan mantel.

Minho ikut masuk. Lantas duduk dengan perlahan di sofa paling ujung. Memandangiku yang memasang wajah lelah dan menyuguhinya mata panda yang terukir jelas. Pasti tidak enak dipandang.

"Duduklah sebentar, akan kubuatkan kau kopi panas. Kau pasti kedinginan, bukan?"

Aku berdiri. Mulai merasa nyaman ketika kehangatan ruang tamu sudah mulai memeluk.

Minho mengangguk samar. Pandangannya entah kemana. Ponselnya digeletakkan di atas meja. Kedua tangannya mengetuk-etuk meja membuat sebuah irama.

"Mau kututup pintunya?"

"Tidak perlu."
Ucap Minho tegas.

"Aku tak ingin ada Jennie atau siapapun di sekitar kita."

_____________

"SangRim."

Minho mengawali pembicaraan. Meletakkan cangkir kopi yang tinggal separuh.

"Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu?"

Aku terhenyak. Gerakan tanganku yang hendak mengambil cangkir kopiku terhenti. Berganti menatap wajah serius Lee Minho yang jarang terjadi.

Bisa dikatakan, ini momen langka.

"Apa kau tahu, kalau Taehyung ternyata mencintaimu?"

Ah! Pertanyaan tentang ini lagi.

"Ya. Tentu saja aku tahu.
Taehyung mencintaiku setelah ia melihat siapa diriku di kemudian hari.

Dab itu bukanlah aku, Minho. Dia Suzy."

Aku mengacak rambut frustasi. Lantas menyenderkan punggungku secara kasar ke sofa.

Rasa sakit itu tiba-tiba menyergap. Dingin dan kesepian tiba-tiba menghujam. Aku menarik nafas lelah.

"Dan kau tahu, Minho. Jika saja dulu yang datang adalah aku, pasti Taehyung tidak akan jatuh cinta hingga sedalam ini."

I Tresno Because Kulino ( Lee Minho ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang