BAB 10 ❤ PRIORITAS

64 16 7
                                    

Gue masih belum bisa milih. Antara lo atau para sahabat gue. Karena dua hal itu sangat berharga bagi gue.

♡♡♡♡

Tamara merasa kesal dengan sikap Devin yang tidak jelas. Ia sudah menunggu di salah satu cafe dekat rumahnya selama kurang lebih 30 menit, namun Devin tak kunjung datang.

Awas aja ya sampe tuh anak gak dateng, gue tonjok mukanya, batin Tamara dongkol. Tamara juga merasa tak enak pada pegawai cafe ini karena Tamara masih belum juga memesan makanan apapun.

Sheet..

Tamara langsung mendongakkan kepalanya saat mendengar bunyi pintu cafe bergeser. Itu Devin. Tamara bernafas lega walaupun dalam hatinya masih dongkol. "Lo kemana aja?!" Hardik Tamara.

"Eh, sans aja kali mbak. Gue tadi masih terima telpon bentar," jawab Devin sekenanya. "Lama," Devin mengecilkan bahu dan duduk berhadapan dengan Tamara.

"Lo udah pesen?" Tamara menggeleng dan memanggil salah satu pegawai cafe perempuan agar menuju meja nya. "Lo yang pesen, dan lo juga yang bayar," ucap Tamara dan menatap Devin tajam. Devin mengangguk.

Pegawai cafe itu pun datang dan membawa menu makanan dan minuman. "Hot chocholate nya dua ya mba'," Pegawai itu mengangguk dan menuliskan pesanan Devin di kertas. "Tunggu 10 menit ya mas," setelah itu pegawai itu pergi.

"Tam, gue mau ngomong sesuatu ke elo," kata Devin membuka pembicaraan. Tamara hanya diam dan menscroll handphone-nya. "Tam, gu--," belum sempat Devin berbicara, Tamara langsung menyela. "Iya, gue denger. Cepetan."

Devin menghela nafas gusar. "Tam, kalo boleh jujur, sebenernya gue itu minta tolong sama lo," Tamara yang mendengar itu langsung mengunci layar handphone nya dan menatap intens Devin.

"Terus?"

"Sebelumnya, gue mau ngungkapin apa yang buat gue gelisah beberapa hari ini,"

"Lo kalo ngomong bisa gak sih to the point?" Lama lama Tamara bisa naik tinggi berbicara dengan Devin. Pasalnya, Tamara tidak suka dengan orang yang berbicara tidak to the point. Contohnya saja berbicara dengan Devin.

"Iya, iya gue minta maaf. Jadi, dugaan kalo gue mirip Devan itu bener, Tam,"

Tamara membelalakan matanya tak percaya apa yang telah dikatakan oleh Devin. Jadi, dugaan nya selama ini benar jikalau, postur tubuh Devin hampir sama dengan Devan.

"Gue respect banget waktu lo nebak gue mirip Devan. Emang kenyataan itu bener, lo nggak salah. Gue sama Devan itu saudara kembar. Gue adiknya, dan Devan kakak gue,"

Tamara hanya diam mendengar ucapan Devan. Mulutnya tak sanggup untuk berbicara lagi. Ia merasa seperti membeku. Devin dengan Devan. Dua laki-laki yang membuatnya amat teramat bingung.

"Devan, seka--"

"Stop! Jangan ucap nama Devan di depan gue!" Devin langsung bungkam dan merasa bersalah sudah mengungkapkan sebuah kenyataan yang mungkin membuat Tamara tambah marah.

Pesanan mereka akhirnya datang juga. Tamara langsung meminum hot chocholate. Ia lupa bahwa minuman itu sangat panas. "Aww!" Tamara meringis kesakitan dan mengipas-ngipas lidahnya menggunakan tangan.

"Pelan-pelan Tam minumnya," nasehat Devin yang tampak khawatir dengan Tamara. "Gue tau," ucap Tamara dan menundukkan kepalanya. Waktu masih berjalan, dan aura kecanggungan masih terasa diantara mereka.

"Tam, gue minta tolong sama lo. Besok sabtu, Devan dateng ke bandara. Gue pingin lo ikut. Lo juga kangen kan sama dia?" Awalnya Tamara merasa senang. Namun, lama kelamaan ia benci pada sosok Devan.

THANK YOU [COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang