BAB 12 ❤ FORGIVE ME

63 17 2
                                    

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama.

♡♡♡♡

"Jangan tolah - toleh! Saya membutuhkan siswa yang jujur dan disiplin disini!"

Suara Bu Tera menggelegar di kelas X IPA 1. Hari ini kelas mereka tengah melaksanakan ulangan IPS. Walaupun masih seminggu sekolah di SMA UHAB, siswa disini sudah harus menerima segala macam tugas, pr dan ulangan.

Freya bolak-balik menghapus jawabannya di kertas ulangan. Ia mengetuk- ngetukkan pensilnya di meja. Bingung. Padahal, semalam ia sudah mati-matian belajar menghafal materi ulangan IPS.

Duh, otak gue nih kapasitasnya berapa sih? Padahal gue udah hapal mati matian, batin Freya geram. Terpaksa, ia mencoba memberikan kode pada Tamara. Meskipun ia masih marah soal cafe waktu itu.

"Tam!" Bisik Freya pelan, bahkan Tamara saja tak dengar. "Woi, Tam!" Bisik Freya sekali lagi. Tamara menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.

"Jawaban nomer lima," ucap Freya dan jarinya membentuk angka lima. Tamara melihat jawaban nya terlebih dahulu, dan memberi tahu jawaban. Setelah mendapatkan hasil, Freya langsung menulisnya di lembar jawabannya.

"Bagi yang sudah, silahkan taruh lembar jawaban kalian di atas meja saya!" Ucap Bu Tera tegas. Freya berdecak kesal. Kenapa Bu Tera selalu saja mempercepat waktu?

Tamara merapikan soal dan jawabannya, lalu beranjak berdiri dari kursinya. Freya saja romawi dua belum, Tamara malah sudah selesai. Freya mengembuskan nafas berat, dan mengepalkan tangannya. Memberi semangat pada dirinya sendiri.

"Go fighting!" Ucap Freya dan bergegas menyelesaikan jawabannya. Namun, Freya masih saja bingung dengan soalnya. Nggak mungkin juga kan dia bakal tanya lagi ke Tamara? Gengsi.

Teet... Teet...

Freya kaget bukan kepalang. Bel pelajaran IPS sudah habis, dan Freya belum sepenuhnya menjawab soal. Ia bertambah gelisah ketika hampir seluruh teman-temannya mengumpulkan soal dan jawaban mereka masing masing.

"Kurang satu anak," ucap Bu Tera saat mengumpulkan soal dan jawaban muridnya jadi satu. Dan orang itu adalah Freya. Dengan pasrah, Freya mengumpulkan  soal dan jawabannya.

"Frey!" Panggil Tamara. Freya menoleh namun dengan segera ia memalingkan wajahnya. Freya masih benar-benar marah pada Tamara. Tamara yang melihat sikap Freya hanya bisa menahan air matanya.

Andai ia mau mendengarkan.

Namun sayang itu semua hanyalah kata andai. Tamara duduk di bangkunya dan mengeluarkan bekal dari rumah. Biasanya pada saat jam istirahat, ia dan ketiga sahabatnya makan bersama di kantin.

"Frey, gimana si Tamara?" Tanya Cika sambil mencomot salah satu batagor Alexa. Awalnya Alexa tak sadar. Tapi ketika ia melihat langsung Cika mengambil batagornya, ia langsung memukul lengan Cika.

"Ya gitu. Gue nyuekin dia. Mungkin dia makan di kelas," jawab Freya malas jika harus membahas Tamara. Cika mengangguk, walaupun ia masih kesakitan akibat pukulan tiba -tiba dari Alexa.

Ini pertama kalinya mereka bertengkar, tak bertukar sapa dan menyueki Tamara. Kalau sudah begini akankah persahabatan mereka terus terjalin?

***

Cika berjalan menuju parkiran dimana motornya ia parkirkan. Setelah menemukan motornya, Cika menaruh tasnya dan memakai jaket kesayangan miliknya.

"Cik," Cika menoleh dan mendapati Tamara sedang menenteng tasnya. "Apa?" Jawab Cika ketus dan segera memakai helm nya. Tamara menghela nafas kasar dan memegang pergelangan  tangan Cika.

"Gue minta maaf soal cafe itu, Cik. Please, forgive me," lirih Tamara dan matanya mulai mengeluarkan air mata. Cika berdecih, dan segera menepis tangan Tamara

"Seenaknya lo ngomong maaf? Haha. Gue masih gak percaya kalo lo lebih milih Devin daripada gue, sahabat lo sendiri!"

Mendengar suara bentakan, siswa siswi yang berada di parkiran, langsung mengerubungi Cika dan Tamara. Biasa, famous dengan tiba -tiba.

"Gue bisa jelasin itu semua Cik," Cika mengerang kesal dan segera menaiki motornya. "Gue gak butuh penjelasan dari cewek munafik dan..," ucapan Cika terjeda beberapa detik.

"Cewek pembunuh," Tamara membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang diucapkan Cika. Gue pembunuh? Sebegitu marahnya lo sama gue sampai lo malu-maluin gue, Cik?, batin Tamara.

Cika langsung keluar dari parkiran dan meninggalkan Tamara yang tengah menangis. Selama perjalanan, Cika tak henti - hentinya menitikkan air matanya. Ia menyesal sudah berbicara kasar pada Tamara.

Cewek pembunuh.

Cika tak bermaksud mengungkit masalah itu dulu. Namun emosi-nya mengalahkan itu semua. Dengan blak-blakan dia menjelekkan Tamara di hadapan teman - temannya.

Cika juga tidak tahu jika kejadian dulu terulang lagi saat dia berada di SMA. Kenangan yang seharusnya ia buang, malah muncul lagi. Sorry, Tam. Gue minta maaf, lirih Cika dalam hati.

Brakk...

Cika terjatuh dari motornya dan kakinya berdarah. Ia meringis kesakitan. Seorang warga membantu mengangkat motor Cika, dan ada perempuan yang menggendongnya masuk ke dalam mobil.

"Pak, motornya saya titipkan dulu di warung bapak aja ya," Cika masih mendengar samar- samar suara yang menurutnya begitu ia kenal. Cika langsung bergumam, mungkin itu hanya halusinasi saja.

Cika merasakan perih yang teramat sangat di kakinya. Ia tak mau untuk melihatnya, karena ia takut dengan yang namanya darah dan luka. Beberapa detik kemudian, pandangan Cika memburam dan menghitam.

Cika pingsan.

***

Cika melihat Tamara tengah memegangi kakinya, dan memohon. "Please, forgive me... please forgive me.. Maafin aku, Cik... Maafin aku," lirihnya dan tak ada niatan sedikitpun untuk melepas kaki Cika.

"Ngapain sih? Risih tau gak!" Bentak Cika dan menyingkirkan tangan Tamara dari kakinya. Ia masih marah dengan kelakuan Tamara yang seenaknya sendiri. Bahkan, Cika berani mengatakan Tamara bahwa dia adalah cewek pembunuh.

"Cika!" Teriak seorang perempuan yang seumuran dengannya. Cika mengucek matanya tak percaya. Bukankah perempuan itu Gladys? Untuk apa Gladys datang kesini?

"Please, maafin Tamara Cik. Gue tau lo bukan cewek pendendam. Please maafin Tamara," ucap Gladys dan memegang tangan Cika. Cika tersentak kaget mendapat sentuhan dari Gladys.

"Cika! Lo gak papa kan?" Tanya Alexa khawatir yang melihat Cika bangun mendadak seperti orang kaget. "Gue gak papa, Al," jawab Cika dan meneguk segelas air yang disodorkan Freya.

"Cika, lo mikirin apa sih? Lo habis jatuh dari motor tadi," ungkap Alexa. Cika mengedikkan bahu dan kembali berbaring ke kasurnya. "Siapa yang nolongin gue?"  Alexa dan Freya saling balas tatap. Mereka bingung ketika ingin menjawab pertanyaan Cika.

"Lo gak perlu tau deh Cik," ucap Freya mengalihkan pertanyaan Cika. Gawat kalo Cika tahu, batin Freya. Cika masih penasaran dan mendesak agar sahabatnya mau membeberkan siapa yang menolongnya

"Siapa sih? Jangan buat penasaran deh,"

"Tapi, lo jangan kaget,"

"Iya!"

"Tamara yang nolong lo, Cik."

[1/04/2018]

***

Welcome April❤

Dan selamat ulang tahun Kota Malang yang ke 104!

THANK YOU [COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang