BAB 50 ❤ SOLUSI [2]

49 14 3
                                    

Gue itu udah coba buat lo tertarik sama gue. Tapi, hasilnya nihil. Lo nggak peka sama perasaan gue.

♡♡♡♡

SESAMPAINYA di cafe, Tamara langsung memberikan helm yang dipakainya pada Devin. Ia malu untuk bertatap muka dengan Devin sekarang. Apalagi ia teringat kejadian saat Devin menggenggam tangannya. Ugh, bikin malu saja.

Tamara membuka pintu cafe, dan memilih untuk duduk di dekat jendela. Devin mengikuti Tamara dan duduk di depannya. Tak beberapa lama kemudian, datang si pelayan cafe di meja mereka berdua sambil membawa dua buku menu dan satu kertas.

"Silahkan dipilih minuman dan makanannya. Kami ada promo bulan ini, yaitu beli 2 ice cream plate seharga dua puluh ribu, cukup bayar sepuluh ribu saja." Ujar pelayan cafe tadi dengan ramah.

"Tam, lo mau nggak?" Tawar Devin. Tamara mengangguk, siapa sih yang nggak mau es krim? "Itu ada varian rasanya nggak mbak?" Tanya Devin.

"Untuk promo ini rasa es krimnya hanya tiga rasa mas. Rasa coklat, stroberi sama vanila. Kalau mau ganti rasa, nggak bisa mas. Karena nggak masuk promo. Jadi mas?" Devin mengangguk. Tamara membuka halaman menu dan mencari minuman yang sekiranya cocok untuk ia minum hari ini.

"Saya pesen capuccino late-nya satu, mbak." Tamara masih bingung dengan apa yang akan ia pilih. Pasalnya, semua minuman disini sangat menggiurkan. Duh, gue minum apa?, batinnya.

Devin memperhatikan lekuk wajah Tamara yang tampak bingung memilih minumannya. Bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman kecil. Melihat Tamara seperti itu membuat hatinya berdesir. Perempuan yang selama ini selalu berada di pikiran Devin.

"Gue hot chocholate aja deh, mbak." Itu adalah putusan Tamara setelah kurang lebih lima menit mencari menu minumannya. Pelayan cafe itu mengangguk dan mengucapkan kembali pesanan mereka berdua.

"Satu hot chocholate, satu cappucino late, sama satu paket promo Ice cream plate. Totalnya tiga puluh ribu. Mau nambah lagi?" Tamara dan Devin menggeleng bersamaan.

"Permisi, buku menunya saya ambil ya. Silahkan bayar di kasir." Pelayan itu mengambil dua buku menu yang ada di atas meja, kemudian berlalu. Tamara mengeluarkan dompetnya, berniat untuk membayar ke kasir. Namun, langsung dicegat oleh Devin.

"Gue aja yang bayar. Lo duduk diem aja disitu." Tamara memilih untuk menuruti Devin saja daripada mendapatkan masalah lagi. Ia kembali duduk dan memasukkan kembali dompetnya ke dalam tas. Matanya tertarik untuk melihat ke arah luar cafe.

Jalanan kota yang padat. Penuh dengan motor dan mobil yang lalu lalang. Udara mulai kotor akibat tercemar polusi. Belum lagi pohon-pohon yang seharusnya ditempatkan di pinggir jalan mulai ditebangi. Sehingga tak ada lagi yang menyerap karbondioksida beracun itu.

Tamara memikirkan kedua orangtuanya dan juga para sahabatnya. Ia sendiri pusing jika harus memikirkan itu. Semuanya begitu susah untuk diselesaikan seperti gumpalan benang yang tidak tau ujungnya. Apalagi ia teringat ucapan Freya kemarin.

Sampe sekarang belum ada usaha Alexa buat balik sama kita! Kita yang udah berjuang mati-matian buat dia juga nggak ada harganya di mata dia!

"Melamun aja dari tadi." Tamara menghiraukan suara Devin dan kembali memperhatikan jalanan padat di jalan raya. Merasa dihiraukan, Devin mencoba untuk mengajak Tamara berbicara.

"Jadi, lo mau cerita apa sama gue? Gue mau cerita sama lo setelah gue dengerin cerita lo." Tamara menatap Devin serius. Hanya Devin, orang yang bisa membantu masalah Tamara. Ia menghela nafas.

"Lo duluan aja." Ujar Tamara.

"Kok malah gue? Alasan gue duduk disini itu buat dengerin masalah lo, Tam. Jangan buat gue kecewa."

"Oke. Ini masalah Cika sama Alexa."

Devin berdecih mendengarnya. "Perasaan kok sering bertengkar? Nggak capek apa bertengkar terus," ledek Devin yang membuat hati Tamara dongkol.

"Ah, males gue cerita sama lo. Selalu aja ngejek masalah gue. Gue gak jadi cerita." Tamara membuang mukanya untuk melihat jalanan daripada harus melihat wajah Devin. Kenapa sih cowok selalu aja gitu, lirih Tamara dalam hati.

"Gitu aja ngambek. Lanjutin dah ceritanya." Tamara menggeleng pelan.

"Males. Lo selalu aja gitu."

"Gue minta maaf, elah. Lo itu kok gampang marahan sih? Cepet tua entar,"

"Bodo amat." Jurus andalan Tamara yang membuat Devin tak berkutik lagi. Pesanan mereka berdua pun datang. Setelah selesai pelayan cafe itu mengundurkan diri. Tamara menatap ice cream plate di hadapannya. Isinya adalah 3 scoop es krim rasa coklat, vanila dan stroberi.

Tamara lebih tertarik pada hot chocholate-nya dari pada mencicipi ice cream plate. Ia meniup minumannya, kemudian menyesapnya. Nikmat sekali rasanya saat cairan coklat itu melalui kerongkongannya. Tamara juga merasa beban masalahnya hilang begitu saja saat meminum hot chocholate ini.

"Tam, jangan marah. Gue janji deh bakalan denger apa yang lo ceritain. Gak bakal ngejek." Bujuk Devin. Tamara memperhatikan wajah Devin, sedetik kemudian menghela nafas gusar. "Iya, gue bakalan cerita." Ucap Tamara setelah menyesap minumannya lagi.

"Gue butuh lo buat bantuin masalah gue. Please, bantuin Vin."

"Ceritain dulu masalah Cika sama Alexa. Biar gue tau gimana solusi kedepannya nanti." Ucap Devin sok menjadi pencari solusi.

"Idih, sok." Ejek Tamara, kemudian menceritakan dari awal kejadian hingga sekarang. Ia menceritakan secara rinci dan sedetail-detailnya pada Devin. Devin memperhatikan wajah Tamara yang terlibat sangat berkharisma.

Fokus, Vin! Fokus!, batin Devin dalam hati.

Hot chocholate yang tadi masih panas, kini menjadi dingin. Es krim yang ada di atas piring sudah mulai mencair membuat Tamara tidak tertarik untuk memakannya. Devin menghela nafas dan dahinya berkerut. Memikirkan solusi secara tepat.

"Jadi, mereka marah cuman gara-gara ngerebutin Jeaden?" Tamara mengangguk.

"Menurut lo gimana?"

"Cemen banget. Masa' cuman gara-gara itu doang marahan."

"Jaga ya mulut lo! Lo nggak tau rasanya kayak gitu!" Mata Tamara melotot melihat Devin. Bisa-bisanya dia bilang seperti itu!

"Eh, ya biasa aja muka lo! Gue kan ngomongnya biasa aja. Emang lo pernah ngalamin?"

Tamara menggigit bibir bawahnya. Semua kejadian yang sudah sangat ingin ia lupakan. Tamara menggeleng lemah. Ia tak boleh memberitakan kejadian itu lagi. Tujuannya disini hanya ingin menemukan solusi atas masalah Cika dan Alexa, bukan masalah antara dirinya dengan Gladys.

"Itu nggak penting buat lo! Sekarang, apa solusinya?"

[06/10/2018]

***

Alhamdulilah, sudah bisa mencapai target sampai bab 50☺

Sekedar info nih, tinggal 15 bab lagi, cerita ini bakalan selesai🎉 Antara seneng sama sedih sih. Seneng karena udah mah tamat, tapi sedih juga karena bakal ninggalin cerita empat sahabat ini.

Makasih bagi kalian yang sudah vote dan comment di cerita ini🙂

Thank you:)

THANK YOU [COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang