Chapter 16 (B)

2.3K 147 12
                                    

"Nggak Ra, ini bukan kesalahan kamu. Roy kecelakaan itu udah takdir" Risa mengelus rambut Aura --berusaha menenangkannya--

"Tapi tant--"

"Nggak Ra, tante mohon berhenti nyalahin diri kamu atas kecelakaannya Roy. Lebih baik sekarang kita berdoa, Semoga Roy segera sadar dan bisa bareng kita lagi" Risa berusaha memberi pengertian pada Aura.

Aura melepaskan pelukan Risa. Ia menghapus air matanya kemudian menatap Risa lurus.

"Makasih tante, tante udah percaya sama Ara." Kata Aura.

"Iya sayang, sama-sama." Risa kembali memeluk Aura.

"Udah ya, kamu jangan sedih. Nanti tante ikutan sedih juga." Risa terkekeh. Aura tersenyum samar menanggapinya.

"R-r-ra" Suara itu membuat Aura dan Risa seketika melepaskan pelukan masing-masing. Meski suara itu sangat kecil, tapi Aura masih bisa mendengarnya. Dan Aura tau itu suara siapa. Ya itu suara Roy. Roy memanggilnya? Itu artinya Roy sudah sadar. Aura bahagia atas itu.

Aura menatap Risa berbinar sebelum akhirnya menghampiri Roy diikuti Risa.

Aura dan Risa duduk disamping Roy. Aura memberinya minum. Risa memegang erat tangan putranya itu. Sementara Roy yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa tersenyum samar. Roy bahagia dua wanita kesayangannya berada disamping-nya saat ini. Itu membuktikan bahwa mereka sangat menyayangi-nya.

Roy berharap semoga ia bisa segera sembuh dan bisa bersama keduanya lagi. Tapi Roy bisa apa, saat takdir berkata lain?

Sekilas Roy memang terlihat baik-baik saja, tak ada yang membuatnya terlihat seperti orang sakit. Namun sebenarnya, Roy tidak terlihat seperti yang Aura dan Risa lihat. Ia berusaha menahan rasa yang kini tengah dirasakannya terutama dibagian kepala. Bukannya semakin membaik, kepalanya justru terasa semakin sakit. Roy tidak tahan dengan semua ini.

Roy merasa mungkin ini terakhir kalinya ia bisa menatap dua wanita kesayangannya itu secara langsung. Aura dan Risa. Roy sangat menyayangi mereka berdua.

Tanpa disadari, Roy meneteskan air mata. Aura dan Risa yang melihat itu terkejut. Pasalnya, sepengetahuan mereka, Roy adalah anak yang kuat. Sebesar apapun masalah yang sedang dihadapinya, ia tidak akan pernah menunjukkan kesedihan itu pada orang lain. Termasuk Aura dan Risa. Apalagi sampai menangis. Tapi hari ini?

Apa rasa sakit ditubuhnya yang membuat Roy sampai menangis? Bukan. Roy meneteskan air mata bukan karena itu, melainkan ia sedih karena mungkin ini terakhir kalinya ia bertemu mereka, tapi sampai saat ini ia belum sempat memberikan kebahagiaan apapun pada mereka.

Aura hendak mengahapus air mata itu dari pipi Roy, tapi Risa sudah lebih dulu.

" Kamu kenapa sayang? " Tanya Risa seraya mengahapus air mata nya. Roy menggelengkan kepala seakan baik-baik saja. Ia berusaha kuat meski sebenarnya ini sulit.

"Gapapa ma." Jawabnya lirih.

"Gimana kondisi kamu sayang? Udah baikan?" Tanya Risa lagi.

"Roy nggak kuat ma. Kepala Roy sakit" Eluh Roy.

"Nggak Roy, kamu nggak boleh ngomong gitu, kamu harus kuat. Biasanya kamu nggak pernah lemah gini. Tapi kenapa sekarang kamu jadi lemah? Anak mama harus kuat ya" Risa berusaha menyemangati Roy agar ia tidak putus asa.

"Ini beda ma, rasa sakit yang Roy rasaian kali ini beda dari biasanya"

"Iya Roy mama tau, Tapi kamu harus tetep kuat ya. Demi mama" Risa tersenyum kecil kearah Roy penuh harap.

"Maa" Panggil Roy.

"Hmm" Risa antusias.

"Kalo nanti Roy pergi terus nggak kembali lagi mama jangan sedih ya. Roy nggak mau mama sedih." Kata Roy hati-hati.

REALLY?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang