Siang.

140 20 0
                                    

Cuaca siang hari yang terik membuatku sedikit mengantuk, apalagi terjebak macet. Padatnya kendaraan di daerah perkotaan memang sudah tidak diragukan lagi.
Selagi ada abang, kusempatkan untuk bersender dipundaknya.

"ih adek genit" aku terjatuh, dasar. Abang ga bisa romantis.
"abang ih, diba ngantuk. Abang ga pengertian banget sih! " ketusku dengan menatap sinis pada abang.
"uhh adek abang ngantuk, sini tidur di pangkuan abang." dia menepuk pundakku sebagai isyarat agar aku tidur dipangkuannya. Haa~abangku sayang.

-- sampai.
"wow! Restorannya mewah sekali" ucapku terkesima akan bangunan restoran dihadapanku yang berdiri megah. "langsung melek gitu ya, padahal tadi di mobil sampai mendengkur gitu" abang terkekeh.
Hingga kami tak sadar bahwa abah dan ummah telah mendahui kami berdua.

Bahagia sekali bisa kumpul bersama keluarga begini, namun tumben sekali jika makan diluar apalagi disebuah restoran yang terbilang cukup megah ini.
"Sebenernya, ummah dan abah ada maksud mengajak kalian makan diluar. " ucap ummah. "terutama padamu kik" sambung abah. "hah? Kiki bah? Emang ada ap--" ucapan abang terputus saat ada tiga orang datang menghampiri meja kami.
Dan abang, wajahnya menjadi merah merona dan dia menundukkan pandangannya. Kurasa, abang tersipu akan seorang akhwat yang seumuran abang ini.

"Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, wahh maaf telah membuat kalian menunggu, jalanan sangat macet jadi kami tidak bisa datang dengan tepat waktu"ucap seorang ikhwan yang berpenampilan mirip dengan abah. Dan disampingnya ada 2 akhwat yang memakai niqob sama seperti ummah, hanya saja dari mata terlihat perbedaan umur yang sangatlah jauh sekali. Hhh--hanya aku disini yang tidak mengenakan niqob.
"Luq, ini Rizky? " ucap teman Abah itu dan abang tersenyum mengangguk dan segera berdiri dan salam pada teman abah itu.
"baik, kita mulai saja? " abah berbicara dengan senyum bahagia yang terlukis diwajahnya.
Aku? Bukan adiba namanya kalau tidak fokus menyemil. Namun ummah menyuruhku memperhatikan abah dan berhenti untuk makan. Ah ummah, ini enak sekali padahal.

"Jadi begini nak.." abah menepuk pundak abang, dan abang menatap wajah abah yang sumringah ini. "Ini keluarga ustadz Kahfi, yang ini istrinya, ustadzah Hanifah. Dan yang disebelah dibah itu putri mereka, Fatimah." jelas abah terhadap abang, dan rona wajah abang semakin menjadi kala mendengar nama akhwat disebelahku yang ternyata putri dari ustadz Kahfi.
Tunggu-- Fatimah?
"Loh? Kak Fatimah? Siti Fatimah Azzahro, jadi kakak ini yang na--" aku berhenti berbicara saat mendapat tatapan tajam abang yang menusukku hingga membuatku bungkam tak melanjutkan bicara.

Heart's Content Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang