Gelap.

135 19 0
                                    

Gelap--

Aku dimana? Tempat apa ini? Mengapa tempat ini sangat sepi? Dan juga, tak ada apapun, kosong.
Apa ini semacam ruangan bercat putih polos? Abah dimana? Ummah? Abang??!! Aku dimanaaaa!! Hiks hiks..

Tak ada yang bisa menjawab, dan aku seorang diri disini.
Bagaimana agar Adiba bisa keluar dari sini, hiks. Diba takut, hiks.

"Adiba.. Kemarilah nak.. " ucap seorang wanita yang memakai gaun berwarna emas dengan rambut bercahaya dan wajah yang tak terlihat karena silau dari rambutnya.

"Kamu siapa? Dan Adiba sekaramg ada dimana!! Diba ingin pulang, hikss hiks hiks.. " ucapku terisak isak, aku ingin segera pulang.

"Diba ada disuatu tempat yang jauh dari orang-orang yang diba sayang.. Jika diba ingin pulang, diba harus bisa menyusun tujuh kotak hitam disamping diba.. " ucapnya dengan suara yang lembut.

"Tapi, tangan kiri diba tak bisa berfungsi. Maka dari itu diba harus bisa menyusun tujuh kotak itu, jangan sampai jatuh. Satu kotak saja jatuh, diba selamanya tak akan pulang kembali.. Ingat, susunlah dan jangan sampai jatuh." lalu wanita bergaun emas tadi meninggalkanku dibalik asap kelabu yang sangat tebal. Aku berlari mengikutinya, namun wanita itu pergi sangat cepat.

Aku memikirkan bagaimana cara menyusun tujuh kotak itu dengan satu tangan kanan.
Dan baru kusadari jika tangan kiriku tak berfungsi, tak bisa digerakkan sedikitpun. Dan kepalaku sedikit pusing. Sebenarnya ada apa? Bukankah aku bersepeda dengan abang? Lalu mengapa sekarang aku ada di ruangan ini?

Aku mencoba mengangkat perlahan kotak paling atas, susunanya tak terlalu tinggi. Namun kotak itu sangatlah berat. Hingga keringatku bercucuran.

Enam kotak telah tersusun rapi, entah apa isi dari ketujuh kotak hitam ini. Yang pasti sangat berat, dan tinggal satu kotak lagi.

"ayo adiba, hanya satu kotak yang belum kamu susun? Keluarga dan orang yang sayang tengah cemas mengkhawatirkanmu. Cepatlah susun dan kembalilah, jangan sampai kotak itu jatuh. Jika itu semua jatuh, kamu akan menjadi sepertiku, jauh dari orang yang kamu sayang. " suara itu. Suara wanita itu menyemangati, sesekali suaranya menjadi parau dan terisak.
Jika, aku tak kembali bagaimana? Aku tak ingin jauh dari keluarga. Aku pasti bisa menyusun kotak ini!

Kuangkat kotak yang masih belum tersusun, kotak ini sangat ringan. Berbeda dari yang lain, namun meskipun ringan. Jika kotak ini jatuh, tamatlah riwayatku.
Kugenggam erat kotak yang sudah berada di tanganku ini, kupejamkan mata dan meloncat keatas.
"Bismillahirrahmanirrahim!!! "

Brug.

Ketujuh kotak itu berhasil tersusun, namun aku tak dapat menjaga keseimbanganku sehingga tubuhku jatuh dengan sangat keras.
Aku tertatih untuk berdiri tegap, kakiku pincang?
Kepalaku yang semakin pusing, tangan kiri yang tak berfungsi, dan kaki kanan yang pincang akibat aku terjatuh. Namun aku sungguh bahagia, tujuh kotak itu berhasil tersusun.
Dan benar saja, wanita itu datang kembali. Wajahnya sedikit terlihat, hanya sampai hidung saja. Senyumannya sangat manis, bibirnya merah merona. Namun, aku tak mengenali siapa dia.

"Bagus adiba, sekarang lihatlah cermin yang kubawa ini, lihat ada apa didalam sana. " wanita itu membalikkan kaca yang sedari tadi dia bawa.

Dan--
Disana ada sebuah gambar ruangan ICU dengan diriku yang terbaring lemah.
"Hah? Itu bukannya aku? " tanyaku heran. Wanita itu tersenyum.
Aku kembali fokus terhadap gambar yang ada dicermin itu. "Mengapa tubuhku dipenuhi dengan kabel dan perban? Banyak luka, namun aku disini baik-baik saja. Sebenarnya apa ini? " ucapku terheran.

Ada aku dikaca itu tengah terbaring lemah di sebuah ruangan yang menurutku adalah ruang ICU, berbagai peralatan medis terpasang di tubuhku. Dan juga, perban yang membalut kepalaku, kaki kananku, dan juga tangan kiriku.

"dan ini, lihatlah" ucap wanita itu menghampiriku yang tengah diselimuti rasa heran. "disisi lain, orang-orang yang menyayangimu tengah mencemaskan keadaanmu." di kaca itu.

Terlihat keluargaku, ummah abah dan abang. Duduk dengan membacakan ayat suci al-Quran. Dan keluarga kak Fatimah demikian. Aku menangis, mendengarkan mereka melantunkan ayat suci al-Quran.

"dan seorang pemuda tampan ini, sibuk membacakan ayat suci al-Quran ditempat yang jauh. Dia pun cemas mengkhawatirkan keadaanmu. " ucap wanita itu, dan gambar di kaca itu berganti menjadi suasana masjid sekolah. Dan disana, terdapat Rahman. Dia tengah duduk di shaf depan pojok kanan, dengan menangis tersedu dia membacakan ayat suci al-Quran. Aku sungguh terharu mendengar suaranya yang merdu, apakah dia benar mencemaskanku?

"dan sekarang fokuslah pada telapak tanganku ini" wanita itu mendekatkan telapak tangan kanannya. Aku mundur beberapa langkah dan pandanganku terfokus pada telapak tangan wanita itu.

Lalu, drett drett drett!

Heart's Content Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang