5

14K 897 41
                                    

Gue mau lo jadi bagian dari perjalanan hidup gue.

Kalimat tersebut terus terngiang di kepala Sena.

Bagaimana tidak?

Tidak pernah ada satu orang pun. Perlu diperjelas? Satupun! Yang pernah mengucapkan kalimat se-'berat' itu pada Sena.

Berat, dalam artian sanggup meningkatkan degup jantung Sena lebih cepat dari biasanya.

"Anjg! Ini kenapa gue jadi deg-degan gini sih!"

Berbagai kata umpatan keluar sepanjang malam.

Ini sudah larut, dan Sena masih belum bisa memejamkan matanya. Kalimat sepele dari seorang bad boy sekolah sanggup membuat Sena kelabakan seperti ini rupanya.

Ting.

Sena yang awalnya berniat mengabaikan notif pesan di ponselnya tersebut, pada akhirnya tetap membukanya juga.

Dan pesan tersebut sukses membuat mata Sena membulat sempurna.

Gue jemput ya? Temenin gue.

Tanpa berpikir panjang, Sena segera membalas pesan singkat tersebut.

Lo kira ini masih sore? Udah hampir subuh bego!

Sena segera menutup pesan tersebut dan mengunci ponselnya. Ia mengatur tubuhnya dengan nyaman di tempat tidur, mengenakan selimut, dan sebisa mungkin memejamkan mata untuk tidur.

Ia harus bisa tidur. Harus.

Ting.

"Argh! Ini orang ganggu mulu sih!"

Sena melepas selimutnya dan duduk di ranjangnya untuk membuka pesan masuk di ponselnya.

Berarti mau ya?

Aduh, kok bego.

Ya enggak lah!

Sena kembali merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan matanya.

Tak lama ia kembali bangun dan mengacak rambutnya frustasi. Sena memegangi dadanya sendiri.

"Ini jantung kenapa nggak nyelow banget sih!"

Sena memilih untuk turun dari kamarnya menuju ke dapur dan mengambil minum. Mungkin saja air putih bisa mengembalikan detak jantungnya ke normal.

Sukses mengambil air putih dan meletakkan gelas di meja makan, Sena dikagetkan dengan suara pintu yang terbuka dengan kencang.

"Sena, papa pulang. Kamu di mana?" suara pria paruh baya tersebut terdengar berat dan tak beraturan.

Sena mematung sesaat.

Berbeda dengan anak lain yang pasti senang mendengar kalimat tersebut, Sena justru takut mengetahui ayahnya kembali.

"Sayang, kamu di rumah kan? Papa kangen kamu, Sena."

Sena semakin takut mendengar derap langkah ayahnya yang semakin mendekat. Sebisa mungkin ia tahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara apapun. Bahkan untuk bernapas saja sulit rasanya.

Seluruh ruangan di rumahnya gelap. Tidak terkecuali dapur. Ayahnya tidak menyalakan lampu sama sekali. Sena yakin ayahnya pasti sedang dalam keadaan mabuk sekarang. Dan Sena bersyukur ia tidak menyalakan lampu dapur saat mengambil minum tadi.

"Sayang, kamu di sana ya?"

Mendengar itu Sena berjingkat ngeri. Tidak, jangan sampai ayahnya menemukannya. Ia menghimpit tubuhnya di sudut dapur dekat kulkas. Merapatkan tubuhnya serapat mungkin dengan harapan ayahnya tidak dapat menemukannya.

Bad Boy | Kang Daniel [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang