Satu

5.6K 213 8
                                    

Aku pamit saja jika begitu,
Sudah sebaik nya aku tutup saja masa lalu.
Seperti waktu yang enggan menyatu,
Kita adalah perbedaan yang tidak bisa jadi satu.

-Dear, Mantan 2

\\//

Ardita menutup pintu mobil nya dengan cukup keras, bajunya terlihat basah. Setelah kepergian Arnold, dia cukup lama mematung di tempat itu hingga hujan turun mengguyur nya. Kalau bukan karna seseorang, mungkin dia akan basah kuyup saat ini.

"Jangan lupa mandi, terus minum obat." Suara itu berasal dari seseorang yang baru saja keluar dari mobil yang sama.

"Makasih Gal." Ardita tersenyum kecil ke arah Galih, lalu melambaikan tangan nya dan masuk ke dalam rumah.

Galih Baskara, Laki-laki berperawakan tinggi dan berkulit putih. Tampan, kata yang pertama kali diucapkan oleh seorang wanita jika bertemu dengan nya. Rata-rata memang begitu, karna memang paras nya bukan setara dengan laki-laki biasa. Galih 2 tahun lebih tua di banding Ardita. Mereka ada dalam universitas yang sama, hanya saja beda fakultas. Galih, mengambil kedokteran sedangkan Ardita keperawatan.

Jika di bilang sejak kapan mereka saling mengenal, semenjak Ardita mengikuti ospek di universitas itu. Galih pernah menemui nya sewaktu dia duduk sendiri di sebuah cafe dekat kampus nya. Galih terbilang sangat baik, ramah bahkan mudah bersosialisasi. Sejauh ini, tanggapannya kepada Galih hanya sekedar teman tidak lebih.

Galih menemukan Ardita di luar cafe tempatnya mengerjakan tugas tadi, hanya saja Galih berada di dalam. Karna, Galih mengenalnya dan tidak mungkin meninggalkan nya dalam keadaan seperti tadi maka dari itu Galih mengajak nya pulang.

"Dari mana kamu?" Tanya Cathrin saat Ardita baru saja menaiki salah satu anak tangga menuju kamar nya.

"Dari cafe."

"Kok kuyup? Kamu naik motor?"

"Mobil bunda." Ardita menoleh sebentar.

"Arnold kemana? Ga mampir dulu?"

"Sibuk, mungkin." Ardita menjawab tanpa menghentikan langkah nya atau sekedar menoleh pun tidak.

Dia berlari kecil menuju kamar nya, menghindari pertanyaan tambahan dari Bunda nya yang pasti tujuan nya untuk menginterogasi nya secara tidak langsung.

Bruk.

Ardita membanting tas nya, lalu duduk di bawah tempat tidur nya.

Haruskah luka itu hadir lagi?

Ardita menutup matanya, menekuk kaki nya, menangis dengan suara yang tertahan. Apalagi yang bisa dia lakukan saat ini, selain menangis dalam dekapan diri nya sendiri.

"Selamat malam rindu, kali ini aku sambut kedatangan mu dari masa lalu. Tolong jangan terlalu siksa aku, aku sudah paham bagaimana badai akan berlalu lalu digantikan orang baru dan berganti seperti itu." Ardita menatap lurus ke arah jendela nya saat ini, tangan nya memegang ponsel yang menampilkan beberapa foto Arnold bersama nya.

Sungguh saat ini, Ardita merasakan patah hati yang luar biasa. Melebihi dari sekedar di duakan, atau digantikan. Langkah mereka yang tidak mau sejalan, Ardita yang keras dan Arnold yang terlalu salah paham.

Dear, Mantan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang