Kalau idaman itu katanya romantis,
Aku lebih milih kamu yang bersifat sinis.
Setidaknya aku tidak melukai hati sendiri,
Dengan memulai sesuatu dengan yang manis.-Dear, Mantan 2
\\//
Ardita sedari pagi tadi masih saja uring-uringan, setelah tahu Andra sudah berangkat sejak pukul 3 dini hari tadi. Sekarang di atas sofa Ardita memegang satu kotak susu coklat, dengan wajah kesal yang membuat semua orang tidak ingin menganggunya.
"Mandi sana, dari tadi makan terus mandi belum. Coba muka kamu gausah ditekuk gitu. Hari ini terakhir di rumah, masa mau ngasih kesan gaenak gitu." Cathrin keluar dari arah dapur, membawa sepiring pasta yang dia letak kan di atas meja makan.
"Gamau."
"Terus kamu ke Bandung dalam keadaan ga mandi?"
"Siapa juga yang mau ke Bandung." Ardita memutar bola mata nya.
"Ayo cepet prepare, gausah kebanyakan ngeyel!"
"Mau ke Bandung sama siapa? Ayah berangkat tadi pagi kan. Ya terus gimana? Aku gamau pergi sendiri." Ardita kini beralih ke meja makan, menyentuh sepiring pasta yang tidak bisa dia hiraukan.
"Arnold? Biasa nya juga kalau Ayah pergi kamu seneng."
"Arnold ga di rumah."
"Kemana?"
"Intinya aku berangkat sama siapa? Kenapa jadi nanyain Arnold mulu sih." Ardita mencoba mengalihkan topik.
"Galih? Bukan nya dia satu kampus sama kamu?"
"Engga, aku gamau berangkat sama orang galak kaya Gal-"
"Galih Baskara." Kemunculan seseorang yang secara tiba-tiba berhasil membuat Ardita kebingungan sendiri.
"Eh Galih." Cathrin lebih dulu menyapa.
"Selamat Siang, Tante."
"Duduk Gal, aduh maaf loh ini Ardita belum mandi daripada pagi." Ardita menyikut lengan Bunda nya sambil berbisik, "Gausah bilang aku belum mandi juga."
"Gapapa kan ya Galih, jujur kan lebih baik ya." Sungguh Cathrin ini memang menyebalkan.
"Hehe iya Tante."
"Yasudah Tante tinggal dulu ya Galih."
"Iya tante." Galih masih tersenyum meskipun Cathrin sudah membalikan badan dengan memunggunginya.
Entah kenapa Galih masih belum menghapus senyum nya, ada rasa yang menggelitik di hati nya saat ini. Ketika melihat Ardita dengan wajah yang begitu natural.
"Anjir senyum lo biasa aja dong." Batin Ardita.
Ardita masih berada di meja makan, menatap Galih yang masih saja tersenyum hingga Cathrin sudah tidak terlihat lagi. Dan bodoh nya, Galih menoleh kepada nya tiba-tiba masih dengan senyum yang sama.
Nikmat mana yang ingin kamu dustakan?
Sungguh, Ardita bisa melihat jelas ketampanan yang berkali-kali lipat di wajah Galih. Tampannya itu tidak membuat bosan, ada kesan manis dan intinya semua wanita tidak henti memandanginnya jika dia terus tersenyum seperti ini.
"Apa lo liat kesini?" Ardita berusaha kembali pada tabiat nya sejak awal. Dia mengubah sikap nya untuk menutupi rasa kegugupan yang hadir sejak tadi.
"So galak, padahal lagi gugup."
Ardita tidak berhenti merutuki ucapan Galih tadi di dalam hati, anak ini selalu saja bisa menebak apa yang Ardita pikirkan.
"Ngapain kesini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mantan 2
Fiksi Remaja"Bisa kah kita bertemu, pada pertengahan garis waktu kita yang tidak pernah sama?" Perihal hubungan yang tidak pernah ada yang menjamin. Waktu pernah berbaik hati pada Ardita dan Arnold, memberi kali kedua yang sekiranya membuat mereka kembali. Namu...