Kau terlalu sibuk menoleh ke belakang,
Yang membuang kau sayang,
Yang sayang kau buang.
-Dear, Mantan 2\\//
Kini sayu sudah mata nya, lelah dan kecewa tercampur menjadi satu. Bukan pada siapapun, melainkan pada diri nya sendiri. Duduk di tempat beberapa jam lalu sebelum ia menemukan kabar, gadis dengan hoodie hitam itu menatap kosong ruangan ini.
Beberapa kali, ia mengusap apapun yang ada di atas meja. Mencoba merasakan, bagaimana Galih dulu melakukan nya. Berkutat dengan pikiran nya sendiri, mencoba memberi solusi untuk kesehatan orang lain, namun tidak pada diri nya.
"Galih belum sadarkan diri semenjak operasi telah selesai, berdoa saja semoga kesedihan tidak melengkapi hari mu."
Kacau!
Itulah kata yang menggambarkan Ardita saat ini, yang ia temukan saat itu setelah membaca pesan dari Mario adalah seseorang yang selalu ada di sampingnya terbujur kaku dengan alat bantu kesehatan lainnya.
Ardita, tolong angkat telpon dari saya sekali saja.
Dalam hati nya terus saja menjerit, kenapa ego nya sangat besar saat itu untuk membaca pesan Mario.
Aku galih:) Maaf, tidak sempat memperhitungkan kapan aku pulang. Maaf juga, tidak mengatakan langsung. Hari ini, adalah langkah dari keputusan ku malam itu. Aku menggenggam bagaimana kesehatan Arnold selanjutnya, meskipun Tuhan penentu dari semua nya. Selalu, doakan aku selalu. Anggap saja, ini usaha sebenarnya dari usaha-usaha kecil ku yang tidak pernah tampak di mata kamu. I love you more, Ardita.
Mata sayu itu tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata, kali ini Ardita menyembunyikan kepala nya dalam lipatan tangan nya.
Lelah hari ini karna ia tidak juga menemukan arah, menyesali pembodohan nya selama ini, meratapi kekecewaan pada diri nya sendiri.
"Kamu kenapa?"
Ardita mengangkat kepala nya, saat mendengar seseorang masuk ke ruangan itu.
"Kok nangis?" Dengan cepat ia menghampiri Ardita, mengusap kepala nya. Tatapan nya menenangkan sekaligus menyiratkan arti bahwa ia bertanya tentang keadaan Ardita.
Bukan menjawab, Ardita justru menangis lagi. Tangis yang lebih deras dari sebelumnya.
"Sayang? Jangan nangis."
"Gal, jangan pergi." Ardita memeluk Galih dengan sangat erat.
"Lho kok gitu, aku kan harus menyelesaikan tugas ku. Kamu ga perlu nangis, ga perlu juga nunggu selama ini, jangan sia-sia kan waktu kamu."
"Engga, gabisa. Kamu harus di sini sama aku."
"Badan kamu demam, muka kamu pucet, kamu pasti belum makan kan? Hari ini mau makan apa?" Galih mensejajarkan wajah nya dengan wajah Ardita.
"Apa aja, asal sama kamu."
"Kamu jadi manja ya." Dengan nada gemas, Galih memeluk Ardita.
"Tapi, kamu pulang sendiri ya nanti."
"Ga tanggung jawab dong kamu." Ardita mengubah ekspresi nya menjadi kesal.
"Aku duluan ya." Bukan memberi penjelasan kepada Ardita, Galih justru pergi lebih dulu meninggalkan sosok bawel di belakang nya yang sedang menceramahi Galih.
"Gal, kok duluan?"
"Mas Galih, yaudah gausah makan aja aku."
"Mas ih, kok beneran tinggalin aku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mantan 2
Teen Fiction"Bisa kah kita bertemu, pada pertengahan garis waktu kita yang tidak pernah sama?" Perihal hubungan yang tidak pernah ada yang menjamin. Waktu pernah berbaik hati pada Ardita dan Arnold, memberi kali kedua yang sekiranya membuat mereka kembali. Namu...