Duapuluhsatu

2.6K 122 9
                                    

Kalau dia datang'lagi, tapi kamu udah punya janji.
Datang dari mantan, janji dari calon tunangan.
Kamu, mau balikan atau tunangan?
-Dear, Mantan 2

\\//

Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah ruangan seorang dokter, dengan menenteng sebuah bungkusan makanan dan sedikit senyum tipis yang menghiasi wajah nya saat itu.

"Memang, kalau diberikan antibiotik akan mengalami keringanan sakit pada pasien usus buntu, dok?"

Suara itu agak terdengar meskipun wanita itu belum membuka ruangan itu, apa seorang dokter yang di dalam sedang berbicara dengan orang tua pasien? Karna, tidak mungkin bagi seorang perawat yang bekerja di rumah sakit dan belum paham akan itu.

Setidaknya hal itu bukan hal yang hanya seorang dokter yang tahu, melainkan memang umum.

Klek.

Bisa di lihat saat pintu nya terbuka, sebuah kursi yang seharus nya di duduki jika ada keperluan berbicara dengan dokter, kosong. Dia bisa melihat pemandangan yang tidak etis untuk seorang perawat, haruskah menemui dokter di kala jam makan siang? Dan apa ?emang harus berdiri di sebelah nya, hingga kursi yang disediakan tidak dihiraukan?

Seorang perawat itu berjalan ke arah pintu, tanpa mengatakan sepatah kata apapun.

"Maaf, mba cari siapa?" Ardita bergeming tidak menjawab, "Ini jam makan siang, kalau ada yang harus dibicarakan dengan dokter Galih bisa nanti setelah dokter Galih memeriksa pasien dari keluarga mba. Dari ruang tulip kan? Pasien atas nama siapa mba?" Tanya nya lagi.

"Engga, saya cuma mau kasih-" Ardita memperlihatkan bawaan yang dia bawa untuk Galih.

"Aduh, mba. Maaf, rumah sakit itu untuk berobat bukan untuk mengirimkan makanan ke dokter." Lagi-lagi perawat itu.

Ardita menarik nafas nya, sedangkan Galih belum lihat siapa yang datang. Karna, terhalang oleh perawat itu.

"Sus, maaf saya ingin bertemu dengan dokter Galih."

"Iya mba saya tahu, tapi maaf ini waktunya makan siang. Jadi, gabisa menganggu." Modus nya kelewatan.

Ardita itu tipikal orang yang sekiranya kesal, ya sudah memperlihatkan. "Suster bilang ini jam makan siang, lalu untuk apa suster di sini bersama dokter Galih?"

"Ini urusan para staf di rumah sakit mba, sebagai keluarga pasien mba ga berhak menanyakan itu." Perawat itu berdecak sebal, lalu mendorong nya keluar dengan pelan, "Mba mending keluar, maaf sekali. Sebelum saya panggil security."

Galih masih belum bicara, dia hanya bangkit dari tempat duduk nya lalu menghampiri ke arah pintu.

"Sekarang belajar jadi perawat yang peka?" Itu suara Galih. Dia bermaksud untuk Ardita, karna jarang sekali Ardita mengunjungi nya seperti ini.

Namun, kesalah pahaman merajalela. "Iya dokter, ini mba nya susah banget. Padahal jam makan siang, malah ganggu kesini." Desis perawat itu.

"Kuliah dimana, sus?" Tanya Ardita. "Gausah dijawab, cuma mau kasih tau. Sampein ke univ dimana suster kuliah, ajarkan materi usus buntu untuk para calon perawat nya. Biar gausah cape-cape, jam makan siang mengunjungi seorang dokter. Ini rumah sakit untuk berobat dan suster untuk merawat pasien, bukan menanyakan penanganan seperti belajar."

Dear, Mantan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang