Enambelas

2.9K 124 7
                                    

Aku pernah berangan kalau pengirim itu kamu,
Tapi semenjak hari ini,
Aku rasa itu hanya membuat ku patah hati untuk kesekian kali, karna berharap pada masa lalu.
-Dear, Mantan 2

\\//

Suara derap langkah yang semakin jelas terdengar tidak membuat lamunan Ardita buyar begitu saja, dia masih menatap lurus ke depan dengan satu kartu ucapan di tangan nya. Dia membawa satu kartu itu, barang kali nanti ada petunjuk jika ia membawanya kemana-mana.

Aroma maskulin itu seharusnya sudah menyelinap masuk ke rongga hidung Ardita, bayangan tubuh tegap dan tinggi seharusnya sudah Ardita sadari. Namun sayang nya dia masih fokus pada lamunan nya.

"Hey." Sapa nya sambil mengacak rambut Ardita, hari ini Ardita hanya memakai kaus berlengan panjang dan celana rumahan berwarna hitam. Rambut nya dia biarkan terurai, bukan apa-apa. Dia hanya tidak sadar akan kehadiran Galih.

"Ardita?" Panggilnya, jauh dari kata membentak. Sangat lembut, Galih berusaha menahan gejolak curiga apa yang membuat Ardita melamun pagi-pagi.

"Ta? Udah sarapan belum?" Tanya nya lagi.

"Lo tuh siapa sih?" Bentak nya seakan dia sadar namun kesadaran nya tidak jauh dari apa yang dia lamunkan.

"Galih?" Ardita buru-buru menyembunyikan kartu ucapan itu, "Maaf, gue ga tau."

"Kenapa? Ada yang ganggu?"

"Hm? Ga ada kok ga ada."

"Udah sarapan?" Ardita mengangguk kecil, "Udah."

"Tebak aku bawa kabar apa hari ini?" Tanya nya semangat.

"Apa?" Ardira berusaha setenang mungkin, berusaha seantusias mungkin.

"Minggu depan aku wisuda." Jawab nya, terlihat aura senang dari wajah Galih. Dan pernyataan itu entah kenapa, sedikit membuat Ardira terganggu.

"Setelah Galih wisuda, mungkin kita akan kesana." Suara seseorang di sebrang sana. "Bagaimana jika sekalian tunangan saja? Bukan nya itu lebih mempersingkat waktu?" Itu suara Cathrin--Bunda nya Ardita.

Kejadian itu seolah seperti kaset rusak yang tiba-tiba datang di pikiran nya, jika Galih minggu depan akan wisuda itu tanda nya sebentar lagi mereka akan tunangan.

"Kamu ngelamun? Ga seneng aku wisuda?"

"Engga gitu, aku cuma kaget seneng gitu." Alibi nya, Ardita berdoa semoga saja Galih tidak bisa membaca pikiran nya kali ini.

"Kalau kamu belum siap kita tunangan, gapapa."

Ardita ingin lari dari sini sekarang juga, kenapa Galih itu selalu tahu. Bukan apa-apa, Ardita hanya tidak enak. Keraguan dari mana yang tiba-tiba datang, menghancurkan tembok yang Ardita bangun untuk Galih.

"Maaf." Lirih Ardita. Galih hanya tersenyum sambil mengangguk pelan, Ardita tahu Galih jelas menahan sakit di hati nya saat itu. .

"Kamu siap-siap gih." Seolah Galih tidak ingin membahas soal itu lagi.

"Mau kemana?"

Dear, Mantan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang