Alasan untuk tinggal tidak ada,
Bersyukur, jika Tuhan memanggil meminta ku turut ikut bersama mereka.
-Dear, Mantan 2\\//
Hakikat nya, sekuat apapun hati perempuan tetap akan rapuh saat ditinggalkan. Terlebih dalam waktu yang bersamaan, meskipun masih banyak alasan untuk tetap bertahan.
Bukan karna kehadiran Arkan saat itu Ardita menjadi pingsan, melainkan Ardita mengaku ada sosok Galih di dekat nya. Sampai saat ini, ketakutan terus menyelimuti hari nya. Ardita tidak pernah berbicara banyak, dia hanya melamun dan sering kali menangis tiba-tiba lalu setelah itu ia akan pingsan.
"Bi, aku bingung." Ardeta kini tengah terduduk lemas di ruang tamu, dia menatap lekat Abyan yang menemani nya sejak siang tadi.
Iya, pagi tadi Ardeta sempat menjenguk Ardita di rumah nya. Ardeta beberapa kali membujuk kembaran nya itu, untuk ikut tinggal bersama nya. Atau paling tidak hingga Ardita berhasil menerima semuanya dengan baik. Tapi yang didapat tidak pernah sesuai, Ardita hanya diam dan sekalipun bicara sangat singkat. Hanya beberapa kata, tapi sangat menusuk.
"Sekarang cerita sama aku, kenapa tadi kamu nangis di telpon?" Sebelum Abyan menemuinya, Abyan menerima telpon dari Ardeta. Dengan keadaan menangis, Ardeta meminta Abyan untuk segera menjemput nya di rumah Ardita.
"Aku udah di sana dari tadi pagi, karna pasti Ardita sibuk mengurung diri di kamar dan ga sempat untuk mengurus diri apalagi rumah nya." Ardeta memberi jeda pada cerita nya, "Dari rumah aku udah bawa beberapa bahan buat masak, tapi sebelum masak aku mau rapih-rapih dulu kan. Pas aku sampe sana, ternyata rumahnya udah rapih, semua udah bersih banget. Yaudah aku pikir, aku mending masak aja. Pas aku udah masak, aku simpen di meja makan. Aku sempet ke kamar nya, ternyata Ardita lagi mandi. Yaudah aku tinggal, karna aku pikir pasti dia bakal turun buat sarapan. Aku pergi ke belakang kan, kaya iseng gitu sambil main hp. Pas aku balik lagi, aku liat masakan ku ga tersentuh sama sekali. Dan Ardita malah makan roti pake selai, dan itu pun cuma satu. Aku tegur dong, dia sama sekali ga jawab bahkan noleh pun engga. Pokoknya dia asing banget sama aku." Tak terasa pada bagian inilah Ardeta tak mampu menahan air mata nya untuk tidak turun.
Ardeta menarik napas nya lagi, berusaha melawan sesak. "Aku mau sakit hati ya gimana, aku harus tau kondisi dia kaya gimana. Aku pergi ke kamar nya, aku coba bujuk dia buat makan. Ngajak dia ngobrol, biar ga ngelamun terus. Tapi sama sekali gaada jawaban, dia seolah ga denger apapun di situ. Akhirnya aku turun ke bawah, ambil makanan buat dia. Mungkin aku kira, dia perlu diperhatiin secara lebih bi karna dia sendiri sekarang. Baru aku mau suapin, dia udah tepis tangan aku yang lagi pegang piring. Dan seketika jatoh, dia bentak aku dia bilang aku ga akan pernah paham yang dia rasain kaya gimana. Aku berusaha ngerti dan balas sewajarnya, dia bilang dia cape. Setiap hari Galih selalu datang mengungkit apa yang ada, belum lagi Arnold yang ga berhenti memperhatikan dia terus-menerus. Aku bilang semua itu cuma ilusi, tapi dia bilang nyata dan semakin keras terus nangis, dia minta aku buat keluar saat itu." Ardeta menatap Abyan, "Aku ga kuat liat dia sesakit itu."
"Sayang, beban yang dia rasain sekarang berat banget. Adakalanya kita cuma bisa masrahin diri sama Allah, dan biarin dia sendiri. Semua perlu waktu, kamu berdoa supaya Allah terus ngelindungin dia. Boleh ajak dia bicara, tapi jangan memaksa." Abyan berusaha memberi pengertian kepada Ardeta.
Ardeta hanya mengangguk kecil, dan menangis saat itu juga. Dia bisa merasakan, bagaimana jika Ardeta yang ada di posisi itu. Berpikir kehilangan Abyan saja dia sudah tidak bisa membaca hidup nya akan bagaimana, apalagi 2 orang sekaligus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mantan 2
Roman pour Adolescents"Bisa kah kita bertemu, pada pertengahan garis waktu kita yang tidak pernah sama?" Perihal hubungan yang tidak pernah ada yang menjamin. Waktu pernah berbaik hati pada Ardita dan Arnold, memberi kali kedua yang sekiranya membuat mereka kembali. Namu...