Bab 8

3.3K 230 3
                                    


Selamat membaca ^^

Mata Sica merah, wajahnya mengeras mengingat laporan Max tadi sore mengenai kejadian yang dialami putrinya. Tapi Sica tak ingin bertindak sebelum Sinb bercerita langsung padanya. Jessica menatap putrinya yang tertidur, badannya memang terlihat kurus. Mengapa ia tak menyadari kalau putrinya sedang sakit. Sesekali Sica melihat luka lebam Sinb yang sudah di obati

"Sinb-ah, mianhae.. aku benar-benar mengabaikanmu akhir-akhir ini" Sica meletakkan kompres di dahi Sinb agar demamnya reda. Jam di kamar Sinb menunjukkan pukul 23.00 tapi kedua mata Sica belum bisa terpejam, 3 jam yang lalu dokter kepercayaan Sica yaitu dr.Kim datang ke rumah Sica untuk melepas infus Sinb dan memberikan beberapa vitamin untuk Sinb

"Apa kau sedang jatuh cinta Sinb-ah? Hingga temanmu tega berbuat begitu" Sica bergumam sendiri. Dia tetap terjaga merawat Sinb mengganti handuk di dahi Sinb dan sesekali menyibukkan diri dengan beberapa berkas pekerjaannya di meja belajar Sinb
"Saat kau mengalami hal yang berhubungan dengan cinta. Aku ingin kau cerita denganku. Aku tak mau kau bercerita pada orang lain selain aku, Ibumu. Arraso Sinb-ah"

"Sinb-ah, apa kau benar-benar lelah? Kenapa kau tak mau bangun. Kapan kau akan bangun dan berkata ketus padaku?" Sekali lagi Sica berbicara sendiri, dan masih melihat berkas pekerjaannya dengan posisi memunggungi Sinb. Sica menguap, tanpa dia sadari jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Sica berjalan mendekati Sinb memposisikan tubuhnya di samping Sinb, disejajarkan kepalanya dengan Sinb. Melihat wajah putrinya dan mendekat perlahan. Dia mencium sekilas pipi Sinb kemudian menyunggingkan senyuman, seketika lelahnya menghilang. Pikirannya ringan dan matanya terpejam



***



Sinb membuka mata, dia merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Dilihatnya sebuah wajah tak asing yang sedang tertidur pulas di sampingnya, tangan kanannya memeluk erat tubuh Sinb. Tubuhnya yang mungil tak tertutup selimut. Dia adalah Jessica, ibunya yang dia kenal dingin sedang tidur disampingnya dan memeluk tubuhnya. Sinb melihat handuk yang masih menempel di dahinya, kemudian menatap lagi Jessica. Sica tiba-tiba menggeliat dan Sinb yang melihat, cepat-cepat memejamkan matanya lagi

"Apa demammu sudah turun? Cepatlah bangun, aku tak suka melihatmu lemah seperti ini" Sica memegang dahi Sinb, mengecek demamnya yang sudah turun dan membetulkan selimut Sinb. Sica kemudian berjalan keluar dari kamar Sinb menuju dapur. Sinb yang mendengar pintu kamarnya tertutup kemudian membuka matanya, dia mengingat kejadian semalam

Flashback On

Sinb membuka matanya perlahan, kepalanya terasa pusing, badannya pun terasa sakit saat bergerak. Pandangannya berkeliling, memastikan tempat yang sedang dia tempati dan manik matanya tertuju pada seseorang yang duduk membelakanginya di kursi belajarnya. Samar-samar dia mendengar orang tersebut berbicara sendiri

"Apa kau sedang jatuh cinta Sinb-ah? Hingga temanmu tega berbuat begitu" Sinb mengenali suara itu, yang kemudian bicara lagi

"Saat kau mengalami hal yang berhubungan dengan cinta. Aku ingin kau cerita denganku. Aku tak mau kau bercerita pada orang lain selain aku, Ibumu. Arraso Sinb-ah" Sinb tersenyum sekilas, dia tau siapa yang mengajaknya bicara. Namun tubuhnya yang begitu lemah, membuatnya terdiam dan memejamkan matanya lagi

Flashback Off

Sinb yang akan bangun dari tempat tidur dikejutkan Sica yang masuk ke kamarnya membawa secangkit susu dan semangkuk bubur. Sica yang melihat Sinb akan turun dari tempat tidur buru-buru melarangnya

"Sudah bangun? Kau sedang apa? Kembali ke tempat tidurmu. Aku tak mengijinkanmu turun dari tempat tidur" Sica memberi isyarat pada putrinya untuk tetap di tempat tidur

"Aku akan bersiap-siap ke sekolah. Lagi pula aku baik-baik saja" Sinb masih mencoba bangun dari tempat tidur

"Hari ini kau istirahat dirumah. Jangan membantah. Aku juga butuh penjelasanmu tentang lebam yang berada di pipi kirimu" Sica bicara sambil menyendok bubur yang dia bawa kemudian menyuapi putrinya. Sinb terdiam mendengar ucapan ibunya, mulutnya hanya mengunyah bubur yang Sica suapi
"Aku tidak memaksamu untuk bercerita secara detail, bagaimana lebam itu bisa berada di pipimu. Setidaknya aku tau siapa yang melakukannya" lanjut Sica

"Aku akan makan sendiri" ucap Sinb singkat mengambil sendok di tangan ibunya. Sica masih menunggu Sinb untuk bicara, ditatapnya Sinb yang masih sibuk dengan sarapannya dan tetap diam. Sica kemudian berpikir sejenak, mungkin putrinya belum bisa bercerita sekarang dan berniat meninggalkannya untuk berpikir. Namun suara Sinb mengagetkan Sica yang akhirnya duduk kembali di tempat tidur Sinb

"Senior di sekolahku yang melakukannya" ucap Sinb pelan, kemudian melanjutkan
"Saat kejadian ada 3 orang yang melakukan, tapi hanya 1 yang bisa aku lihat dengan jelas. Namanya Mina eonni, dia kakak kelasku sekaligus teman satu ekstrakulikuler denganku" Sica diam, dia tak ingin memotong perkataan putrinya

"Aku tidak tau kenapa dia berbuat begitu padaku. Padahal aku tak melakukan apapun" lanjut Sinb

"Apa yang dia lakukan padamu? Hingga pipimu lebam" tanya Sica ingin memastikan, apakah putrinya akan berkata jujur seperti cerita Max atau dia akan menutupi

"Dia..dia.. dia menamparku" dengan ragu-ragu Sinb berkata jujur pada Sica

"Kenapa dia tiba-tiba menamparmu? Pasti ada sebabnya. Apa kau melakukan kesalahan padanya?" Sinb menggeleng cepat
"Atau jangan-jangan kau merebut kekasihnya" lanjur Sica menggoda Sinb

"Nde? Aku tidak akan melakukan hal serendah itu. Aku bahkan tidak menyimpan nomor teman laki-laki diponselku kecuali nomor Moonbin" bantah Sinb cepat, langsung mendapat senyuman dari Sica. Putrinya benar-benar lugu, membuat Sica mengingat kejadian semalam. Dia yang masih khawatir dan penasaran dengan peristiwa yang Sinb alami ragu-ragu mengambil ponsel Sinb yang ternyata tidak di kunci. Dia menekan icon telefon dan mencari nomor teman Sinb yang dapat dia hubungi. Namun alangkah kagetnya Sica, saat dia hanya menemukan 7 nomor yang Sinb simpan. Nomor pertama yang berada paling atas adalah nomor Eomma, yang berarti nomornya. Sica yang melihat nomornya tersimpan dengan nama tersebut tersenyum bahagia. Kemudian Sica melihat baris selanjutnya, terdapat nama Eunseo dan Eunwoo nama yang masih asing untuk Sica. Nomor berikutnya adalah nomor Haelmoni, Home, Imo, dan yang terakhir nomor Moobin teman kecil Sinb di Gwangju

"Okey, karena aku sudah tau apa yang terjadi denganmu. Lusa saat kau masuk sekolah, aku akan meminta keadilan untukmu. Lagi pula sifatmu yang keras dan ketus saat di rumah, kenapa tidak kau gunakan untuk melawannya?" Sinb yang mendengar hanya diam dan menyesap susu di gelas perlahan
"Satu lagi yang ingin aku tanyakan padamu? Kenapa kau bisa kekurangan Nutrisi? Apa kau sedang diet? Apa saja yang kau makan di sekolah? Mulai sekarang aku akan mengawasi makanmu. Kalau perlu, akan aku suruh Ahjumma menyiapkan bekal untukmu"

"Hajjima.. jangan lakukan itu. Mulai sekarang aku akan makan dengan baik" Sinb terdiam. Dia baru menyadari, bahwa selama ini yang dia lakukan salah. Dia sengaja menyibukkan diri disekolah dan tidak ingin banyak interaksi dengan Ibunya, bahkan dia tidak peduli dengan sarapan atau makan malam demi menjauhi Sica. Sinb selalu mengingat ucapan Sica dengan Krystal waktu itu, yang mengatakan kalau Sica takut mendekatinya karena dirinya begitu mirip dengan orang yang tak Sinb kenal selama 16 tahun. Yang malah mengakibatkan tubuhnya lemah dan kekurangan nutrisi







Aloha....
Seperti janjiku waktu itu, aku up 2 bab minggu ini..

Semoga kalian tidak bosan ya ^^

Salam dariku
Ssinda

Rahasia (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang