Deux

12.5K 1.5K 482
                                    

Nara mengerjap kaget. Tak menyangka bahwa sosok yang sedang berada di dalam kamarnya itu adalah orang yang kemarin sempat mengaku sebagai pamannya. Jari telunjuk Nara refleks terangkat ke arah pria itu.

"Ke-Kenapa kau ada di sini? Dari mana kau tahu rumahku?" Nara panik. Ia langsung bangkit dari ranjang guna menghampiri si Pria Aneh itu. Namun, rasa pening yang langsung menyerang kepalanya membuat Nara hanya mampu terduduk di pinggir ranjang. Tangannya menyentuh kepala.

"Ah, kepalaku sakit sekali!" keluhnya.

"Salah siapa mabuk tadi malam?" ujar pria itu dengan nada datar. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan tubuh yang bersandar pada dinding dekat pintu. Rautnya sama sekali tidak menunjukkan keprihatinan atas apa yang sedang dialami oleh Nara. Sebaliknya, ia tampak dingin.

Nara mendelik. "Bagaimana kau tahu kalau aku mabuk? Jangan-jangan kau yang membawaku pulang, ya?"

"Tentu saja! Kalau bukan aku kau pikir siapa lagi yang melakukannya?" Pria itu mendengus. "Lain kali jika ingin menenangkan diri lakukanlah hal-hal yang berguna dan berdampak positif untukmu, bukannya malah mabuk-mabukan. Lihat! Kau rugi sendiri, kan?"

"Iya, aku tahu! Aku juga tidak pernah mabuk sebelumnya. Semalam aku baru putus dengan kekasihku. Aku tidak ingin menangis, jadi kurasa mabuk adalah jalan terbaik untuk membuatku tenang."

"Jadi kau baru saja dicampakkan?"

"Enak saja! Justru aku yang memutuskan hubungan lebih dulu karena dia berse—Tunggu sebentar! Untuk apa aku bercerita padamu?" Nara tersadar. Sungguh, ia tak menyangka akan bersikap sepolos itu dengan menceritakan masalahnya pada orang asing.

Pria itu hanya menatapnya datar.

"Sekarang itu tidak penting!" Nara menyentak kesal. Ia bangkit dari ranjangnya dan berjalan ke arah pria dewasa itu. Tatapan galaknya terhunus sempurna pada netra pria tersebut saat berujar, "Kau! Dari mana kau tahu rumahku? Bagaimana kau bisa tahu kalau aku mabuk di kedai semalam? Kau menguntitku, ya?!"

Pria itu mendengus mendengar tuduhan Nara. Ia tergelak sinis lalu membalas tatapan Nara dengan sama tajamnya. "Aku menguntitmu? Yang benar saja!"

"Kalau tidak menguntit lalu apa? Jawab pertanyaanku dengan jelas!" Nara gemas sendiri. Sungguh, ia kesal menghadapi kelakuan pria asing di hadapannya itu.

Helaan napas lelah diloloskan kembali oleh pria tampan itu. Wajahnya kentara malas menanggapi Nara. Pria itu memejamkan matanya lalu membukanya pada detik ketiga. "Aku tidak tahu kalau kau begitu berisik."

Nara membulatkan matanya terkejut mendengar ucapan pria yang kini malah berlalu dari kamarnya. "Hei! Aku belum selesai bicara!" Ia mengekori si pria yang sedang berjalan ke arah ruang makan.

Nara terkejut melihat berbagai macam makanan telah tersedia di atas meja makan. Pria itu duduk dengan santainya di salah satu kursi, hendak menyantap makanannya.

"Sarapan dulu," ajak pria itu dengan nada santai, seolah-olah dia sang tuan rumah yang mempersilakan tamunya untuk makan.

Nara semakin melongo tak percaya. Ia tergelak sinis lalu mengepalkan tangannya yang berada di sisi tubuh. Nara menggeram tertahan. Ya Tuhan ... berikanlah kesabaran pada Kim Nara! Kalau tidak, mungkin ia akan menjadi seorang pembunuh sebentar lagi.

Nara pun mengatur napasnya. Berusaha sekuat tenaga meredam kemarahan yang mulai meraja di hatinya. Sungguh, ia sedang berada dalam mood yang sangat-sangat buruk akibat kejadian kemarin. Jadi, ia tidak ingin menambah daftar kekesalannya pagi ini. Ia tidak mau harinya semakin buruk karena menghadapi segala tingkah laku lelaki asing dalam rumahnya itu.

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang