Vingt

5.2K 956 432
                                    

Sudah hampir lima belas menit Sehun memandangi wajah damai Nara yang tertidur pulas di sofa ruang santai apartemennya. Tatapan setajam elangnya menelusuri wajah jelita itu mulai dari alis, bulu mata, hidung, dan berakhir di bibir merah mudanya. Semua yang ada pada wajah gadis itu memang cantik, pikirnya.

Well, sebenarnya Sehun baru saja di apartemen. Sehari setelah pulang dari Paris ia memang sudah kembali masuk kerja. Selama beberapa hari ini Sehun pulang kerja pada jam yang seharusnya, baru malam ini ia pulang lebih larut daripada biasanya. Itulah sebabnya ia sedikit merasa terkejut melihat Nara tidur di sofa ruang santai ditemani televisi yang masih dalam keadaan menyala. Alih-alih membangunkan sang keponakan, rupanya Sehun lebih memilih untuk memperhatikan wajahnya.

Sehun sedikit terkesiap ketika melihat alis Nara berkerut pelan, pertanda akan terbukanya hazel indah di balik kelopak mata. Namun, alih-alih memalingkan muka agar tak ketahuan sedang memandangi wajah cantik Nara, Sehun justru tetap bertahan di posisinya. Ia seolah menunggu momen di mana pandangannya dan sang keponakan bertemu.

Kelopak mata Nara benar-benar terbuka. Gadis itu tersentak ketika hazelnya berhadapan dengan netra sang paman. “Pa-Paman sudah pulang?” tanya Nara dengan suara serak khas baru bangun tidur. Perempuan berambut panjang itu segera membenarkan posisinya di atas sofa menjadi lebih tegak.

Sehun mengangkat bahunya tak acuh. “Seperti yang kau lihat, aku sudah ada di sini itu artinya aku sudah pulang.”

Nara meringis pelan mendengar jawaban Sehun. Gadis itu mengusap tengkuknya. Tak lama setelah itu, Nara menguap pelan, pertanda bahwa ia masih mengantuk.

“Kenapa tidak tidur di kamarmu?” Sehun bertanya. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga ke siku.

Nara menggeleng pelan dan memaksakan seulas senyum di bibirnya. “Aku tadi belum mengantuk makanya menonton televisi dulu, tapi ternyata setelah menonton aku malah ketiduran.” Gadis Kim itu menyengir di ujung kalimatnya.

Sehun tak menanggapi. Pria itu justru berdeham pelan kemudian bertanya, “Sudah makan malam belum?”

Nara menggeleng. Hal ini membuat Sehun berdecak. Tanpa perlu basa-basi lagi, Pria Oh itu merogoh saku celana kainnya guna mengambil ponsel. Ia menghubungi restoran ayam goreng.

“Wah! Dari mana Paman tahu aku sedang ingin makan ayam?” Nara bertanya dengan nada antusias. Wajah cantiknya berbinar bahagia. Ia bertepuk tangan heboh sambil bersorak kegirangan. “Akhirnya setelah sekian lama aku bisa makan ayam lagi. Terima kasih, Paman!”

Sehun memutar bola matanya malas. Tanpa mengatakan sepatah kata pun lelaki tampan itu bangkit dari keempukan sofa, berniat melangkahkan kaki menuju kamar guna berbenah diri. Akan tetapi, niatan itu harus terhenti ketika mendengar pekikan ringan yang diloloskan oleh Nara dan disusul dengan bangkitnya sang gadis dari sofa.

“Paman, ada apa dengan tanganmu?!” Nara menarik tangan Sehun dan hendak memeriksanya. Namun, Sehun dengan sigap menjauhkan tangannya dari jangkauan gadis itu. Buru-buru menurunkan lengan kemeja yang ternyata menjadi objek atensi sang keponakan.

“Tidak apa-apa kok. Kau tidak perlu khawatir.” Sehun tegang. Dalam hati-hati diam-diam merutuki kebodohannya. Sejak kapan aku menggulung kemejaku?! Sehun memang tidak pernah sekalipun menggulung kemejanya di depan Nara. Dia selalu melakukannya jika sudah sampai kamar. Namun sepertinya kali ini ia terlalu lelah hingga tak sadar telah melakukannya.

“Tapi lengan Paman sepertinya terluka. Apa benar tidak—“

“Sudah kubilang tidak apa-apa ya tidak apa-apa, Kim Nara!” Tiba-tiba Sehun membentak. Wajahnya yang memerah terlihat begitu mengerikan. Membuat Nara langsung terdiam dan terpaku menatapnya.

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang