Huit

7.3K 1.2K 366
                                    

Takk!

“Aw!” Nara refleks membuka mata dan menyentuh dahi. Tatapan kaget dan tak menyangka ia tujukan kepada sang paman yang merupakan pelaku utama penyentilan tersebut. “Kenapa Paman menyentil dahiku?”

Sehun mengangkat bahu tak acuh. “Your punishment.”

Nara melongo. Mulutnya meloloskan gelak tak percaya sesaat kemudian. Tangannya pun mengusap dahi yang masih terasa sakit akibat perbuatan Sehun. Lisannya gatal sekali ingin berujar, tapi ia tahan sekuat tenaga. Alih-alih memprotes tindakan tak menyenangkan sang paman, Nara memilih untuk menggigit bibir. Menahan diri dari rasa kesal yang menyergap benaknya. Namun, tatapan dan raut wajahnya tak bisa berbohong.

“Kau tidak mau protes seperti biasanya?” Sehun bertanya. Senyum menyebalkan terpatri jelas di wajahnya ketika melanjutkan, “Padahal kalau kau mau protes aku sudah siap.”

Oke, perkataan Sehun membuat rasa kesal Nara menjadi berlipat-lipat saat ini. Namun, sebisa mungkin ia tetap menahan diri. Ia tidak boleh masuk perangkap Sehun begitu saja. Nara tahu kalau pamannya itu akan merasa senang jika ia benar-benar terpancing emosi dan memprotes tindakannya. Maka dari itu, yang Nara lakukan setelahnya adalah memaksakan seulas senyum terlukis di wajah cantiknya.

Nara menggeleng. “Tidak, Paman. Aku tahu kalau ini adalah konsekuensi dari kesalahanku pada Paman. Jadi, aku tidak masalah.”

Sehun menganggukkan kepalanya. “Baguslah! Ingat, lain kali jangan diulangi!” Usai berkata demikian, Sehun pun berlalu ke kamarnya. Menyisakan Nara yang langsung berubah ekspresi menjadi kesal.

Tak ingin berlama-lama tenggelam dalam rasa kesalnya, Nara pun beranjak ke kamar. Dalam hati tak henti-hentinya mengumpati perlakuan Sehun tadi sambil mengusap dahinya. Padahal, ada rasa malu juga yang sempat menaungi benaknya. Rasa malu akibat sudah salah menduga perihal apa yang akan dilakukan oleh sang paman.

“Apa sih yang kupikirkan?!” gerutunya dengan nada lirih sambil menutup pintu kamar.

Sementara itu, usai menutup pintu kamarnya Sehun sibuk memaki. Berbagai macam umpatan ia tujukan kepada diri sendiri. Sehun tak menyangka kalau ia hampir berbuat gila tadi. Untung saja, akal sehatnya masih menguasai diri. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi saat ini. Yang pasti, Kim Nara tak akan aman bersamanya.

“Mulai sekarang aku harus berhati-hati,” tekad Sehun. Berharap kalau apa yang hendak ia lakukan kepada Nara tak akan terulang lagi.

♣♣♣

“Nanti Paman tidak usah menjemputku pulang kerja.”

Serentetan kalimat yang Nara lontarkan sebelum keluar dari kuda besi yang membawanya ke kampus membuat sang paman memutar fokus atensi pada dirinya. Dahi Sehun tampak berkerut cukup dalam.

“Kenapa?” tanya Sehun dengan nada bicara yang terdengar cukup tajam. Sepertinya Pria Oh itu tidak setuju dengan gagasan yang diajukan sang keponakan.

“Aku merasa tidak enak jika membuat Paman menunggu lama seperti semalam. Itu sebabnya—“

“Kalau begitu keluarlah tepat waktu! Dengan begitu aku tidak akan menunggu lama.”

“Iya, tapi tetap saja aku merasa tidak enak pada Paman. Aku tidak ingin merepotkanmu. Aku bisa pulang sendiri—“

“Dan menjadi korban penculikan serta percobaan perkosaan, begitu? Kau mau mengalami hal itu lagi?”

Nara tercekat. “Pa-Paman ....”

Sehun mendengus. Tatapannya tajam dan garis wajahnya mengeras. Sepertinya kali ini Sehun benar-benar marah. “Jangan membantah dan turuti saja keinginanku, Kim Nara! Aku melakukan ini demi kebaikanmu. Aku ingin melindungi dirimu. Tidakkah kau mengerti?”

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang