Six

7.9K 1.2K 367
                                    

Nara masih saja duduk di sofa sambil menatap Sehun dengan tatapan galaknya. Kedua tangan gadis cantik itu terlipas di atas dada. Napasnya tidak beraturan, seperti habis berlari berkilo-kilo meter. Sementara Sehun? Pria yang duduk di seberangnya itu masih setia dengan raut datar andalan, seakan tak terpengaruh oleh sikap Nara yang kentara merajuk. Sekedar merasa bersalah pun tak sudi ditunjukkan oleh wajah tampan itu.

Nara mendengus, jengah. “Paman sama sekali tidak ingin bilang apa-apa?”

Tanpa perlu berpikir panjang Sehun langsung menjawab, “Tidak.”

Nara terperangah tak percaya. Mulutnya seketika meloloskan gelak tak percaya. “Apa-apan ini? Jelas-jelas Paman salah, tapi tidak mau minta maaf? Hebat! Hebat sekali!” Tepuk tangan pertanda rasa tak habis pikir akan sikap Sehun tanpa ragu diberikan. Sungguh, rasanya ingin sekali Nara berkata kasar saat ini, tapi apa daya harus ia tahan setengah mati.

Jelas-jelas di sini Sehun yang masuk tanpa izin saat Nara hendak berpakaian. Kalau begitu, letak kesalahan sepenuhnya ada pada sang paman, bukan? Namun, bukannya permintaan maaf yang Nara dapatkan, justru sikap menyebalkan dari lelaki itulah yang harus ia terima. Tidak adil!

“Untuk apa minta maaf?” Sehun mengangkat bahu tak acuh. “Kau juga salah karena tak mengunci pintu kamarmu. Kau bahkan melempar wajahku dengan handuk.”

“A-Apa?!”

“Harusnya kalau sedang mandi atau berganti pakaian, pintu kamarmu dikunci. Dengan begitu, tidak akan ada orang yang berani masuk tanpa izin lagi.”

“Benar sekali, itu adalah ka-mar-ku! Jadi, harusnya Paman lebih bisa menghormati privasiku dengan tidak masuk ke sana sembarangan lagi. Lagi pula, kenapa Paman tidak mengetuk pintu saja? Kurasa cara itu jauh lebih sopan daripada langsung membukanya tanpa seizinku sebagai pemilik kamar.”

Sehun tak berkata-kata. Pria itu hanya menatap sang keponakan dalam keterdiaman selayaknya patung. Entah perkataan Nara berefek padanya atau tidak, tapi yang jelas ekspresi Sehun sama sekali tidak berubah; datar saja.

Semakin jengah, Nara melampiaskannya dengan jeritan frustrasi. Diacaknya surai kasar sebagai bentuk pelampiasan lain.

“Terserah Paman sajalah!”

Kalimat itu menjadi kata-kata penutup Nara sebelum enyah dari ruang santai menuju kamarnya. Gadis itu membanting pintu kamarnya cukup keras, pertanda seberapa marah ia pada sang paman. Lantas, apa yang dilakukan oleh Sehun? Well, pria itu benar-benar tak terpengaruh oleh sikap Nara dan hanya menghela napasnya pelan.

Tak lama setelah itu, ponselnya bergetar pelan. Sehun langsung merogoh saku celana kainnya guna melihat siapa gerangan yang menelepon. Tanpa perlu basa-basi menjawab panggilan itu dengan kalimat, “Sebentar lagi aku ke sana.”

Sehun lekas mengakhiri panggilan dan beranjak dari kenyamanan sofa. Mengambil kunci mobil dan berlalu meninggalkan apartemen mewahnya.

♣♣♣

Tak butuh waktu lama bagi Sehun untuk sampai di bar tempat kedua temannya mengajak bertemu. Dan tak butuh waktu lama juga baginya untuk bisa menemukan di mana sosok mereka berada sebab ini adalah bar tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Kedua teman lelakinya itu sedang duduk di tempat favorit mereka, yaitu meja dekat bartender beraksi meracik minumannya.

What’s up, Bro?” Salah satu pria yang tingginya hampir sama dengan Sehun langsung bangkit untuk menyambut sosok Pria Oh tersebut. Merentangkan tangan guna membawa tubuh Sehun ke dalam pelukan. Tepukan pelan diberikan pada punggung lebarnya. Sementara temannya yang duduk membelakangi Sehun baru berbalik dan hanya tersenyum melihat sosok sahabatnya.

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang