Dix

7.3K 1.1K 496
                                    

"Apa ini?!"

Pekikan tak menyangka diloloskan begitu saja oleh bibir mungil Nara. Gadis itu baru saja bangun tidur, rambutnya sedikit acak-acakan, dan belum mandi. Hal pertama yang ia lakukan begitu membuka mata justru memeriksa laptop, lebih tepatnya tugas yang semalam ia kerjakan di benda elektronik tersebut.

Nara kaget, sungguh. Pasalnya, ia ingat betul kalau semalam tugas yang dikerjakan baru setengah jalan. Namun, yang terpampang di layar laptop menunjukkan hal sebaliknya.

"Apa Paman yang membantuku menyelesaikannya?" Nara menggumam. Senyum lebar perlahan terbit di ujung bibirnya. Ia berteriak kesenangan.

Nara pun berlari keluar dari kamar hendak menemui sang paman. Ia ingin menyampaikan rasa terima kasihnya. Sungguh, kalau Sehun tak membantunya entah apa yang akan terjadi. Tapi yang pasti, ia tak akan mampu menyelesaikan tugas yang batas akhirnya kurang dari sejam lagi.

Saking antusiasnya menemui Sehun, Nara lupa tidak mengetuk pintu kamar pria itu lebih dulu. Ia langsung membukanya dan ternyata ....

"Paman, terima ka—Aaaaa!"

... Sehun sedang berpakaian.

Nara segera menutup pintu. Gadis itu berdiri di balik pintu kamar sambil memukul kepala dan memaki dirinya sendiri. Bodoh! Bodoh! Bodoh!

Tiba-tiba Nara tersentak kaget saat mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Tak ingin mendapat omelan dari sang paman, ia pun mengambil langkah seribu untuk kabur. Sayangnya, Sehun bergerak lebih cepat dan berhasil menarik tangannya. Membuat tubuh bagian depan mereka bertabrakan.

"Apa yang kau lihat tadi?" desis Sehun tajam. Tatapan dan raut wajahnya mengindikasikan kalau ia sedang berada di dalam pusaran amarah. Cengkeraman tangannya pun berkata serupa.

Nara mengerjap, kentara terkejut dengan sikap yang ditunjukkan sang paman. "Ak-Aku tidak meli—"

"Jangan bohong!" Cengkeraman Sehun pada tangan Nara semakin erat. Membuat Nara meringis kesakitan.

"Ta-Tapi aku sungguh-sungguh, Paman. Aku tid—"

"Katakan, apa kau melihat tubuh dan tanganku dengan jelas?"

Pertanyaan Sehun membuat Nara terheran-heran. "Maksudnya ap—"

"Jawab saja!"

"Tidak, Paman." Nara menggeleng cepat. "Ak-Aku tidak melihat tubuhmu sejengkal pun. Tadi saat aku masuk kau sudah memakai kemejamu, jadi—"

"Awas kalau sampai kau berbohong! Apa pun yang kau lihat tadi, entah itu sesuatu yang ada pada tubuhku atau tanganku, tolong lupakan saja! Dan ingat, jangan lagi masuk ke kamarku tanpa seizinku jika kau ingin baik-baik saja!"

"I-Iya, Paman. Maafkan aku."

Sehun mendengus kasar lalu melepaskan cengkeraman tangannya pada Nara. Pria itu berbalik dan melangkahkan kembali tungkainya menjauhi sang keponakan yang masih merasa takut. Kemudian, ia membanting pintu kamarnya dengan keras.

Ada apa dengan Paman? Kenapa dia bersikap semengerikan itu? Nara membatin dengan sisa-sisa rasa takut yang masih bercokol dalam benaknya.

♣♣♣

"Paman Sehun semarah itu padamu sampai tak mau mengantarmu ke kampus seperti biasa?" Jennie menatap Nara terkejut. Yang ditanya begitu langsung mengangguk.

Nara menghembuskan napas lesunya. Tangan kanannya mengaduk-aduk jus jambu pesanannya dengan sedotan, sementara tangan yang lain menopang dagu. Ia, Jennie, dan Lisa sedang berada di kafetaria menunggu Joy yang sedang ada urusan dengan Dosen Pembimbing Akademik-nya.

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang