Neuf

6.9K 1.1K 409
                                    

Kikuk.

Itulah yang Nara dan Sehun rasakan keesokan harinya. Setelah insiden menangisnya Sehun di bioskop semalam, pria itu bersikap aneh di depan Nara. Ia bersikap seolah-olah kejadian itu tak pernah ada. Tak hanya itu, Sehun juga seakan menjaga jarak darinya. Pagi ini sang paman tak mengantar Nara ke kampus seperti biasa karena alasan yang tidak dijelaskan. Mungkin saja pria itu merasa malu sehabis memperlihatkan kelemahannya pada Nara.

Hal ini yang membuat Nara menjadi enggan bertanya perihal siapa gerangan sosok bernama ‘Na’ itu. Nara menduga itu adalah kekasih sang paman ... atau mungkin cinta pertamanya? Entahlah, biarlah itu menjadi urusan sang paman saja.

Tak ingin ambil pusing dengan segala perilaku aneh yang Sehun tunjukkan, sebelum ke kampus Nara lebih dahulu mampir ke pemakaman tempat kedua orang tua kandung dan ibu tirinya beristirahat dengan tenang. Ah, tak hanya itu, ia juga ingin sekaligus mengunjungi makam seorang gadis yang telah mendonorkan mata untuknya.

Senyum mengembang terukir di wajah Nara. Hazel cantiknya terarah pada empat karangan bunga krisan dalam dekapan. Sebenarnya, setiap bulan ia selalu menyediakan waktu luangnya untuk mengunjungi makam mereka berempat. Hal ini sudah menjadi rutinitas Nara selama sepuluh tahun ini sejak ia kembali mendapatkan penglihatannya.

Akhirnya, Nara pun sampai di pusara ketiga orang tuanya. Namun, Nara sedikit dikejutkan oleh keberadaan bunga krisan di masing-masing nisan ayah dan kedua ibunya. Bukan tanpa alasan Nara begitu sebab selama ini ia lah satu-satunya sanak keluarga yang tersisa dari ketiga mendiang.

Oke, sebenarnya Nara bukanlah satu-satunya keluarga yang tersisa, ada sang kakak tiri juga yang keberadaannya tak tahu di mana. Namun, setahunya hanya ia yang sering mengunjungi ketiga nisan itu dan meletakkan bunga krisan di atasnya. Lalu, siapakah sosok yang datang sebelum Nara?

“Mungkinkah itu ‘dia’?” gumam Nara dengan bibir yang sedikit bergetar. Rasa takut dan cemas menghantui benaknya dengan cepat. Bahkan, tubuhnya sampai menggigil karenanya. Bayang-bayang sosok kakak tirinya yang kejam membuat Nara ingin menangis saat ini juga.

“Tidak!” ujar Nara kemudian sambil menggeleng tegas. “Bukan dia yang berkunjung. Aku yakin pasti ada orang lain yang datang ke sini, tapi bukan dia. Lelaki tak punya hati seperti dia mana sudi melakukan hal seperti ini? Ya, pasti bukan dia.”

Nara terus mencoba memberi sugesti pada dirinya. Berusaha menghilangkan bayang-bayang sang kakak tiri yang saat ini sedang mencoba masuk kembali ke dalam memorinya. Dalam hati tak henti-hentinya berdo’a agar tak dipertemukan lagi dengan lelaki itu.

Setelah suasana hatinya sudah lebih baik, Nara pun meletakkan bunga-bunga yang ia bawa di atas nisan ketiga orang tuanya itu. Setelah itu, dengan khusyuk berdo’a agar ketiganya selalu bahagia di alam ‘sana’. Nara menyisihkan waktunya untuk ‘menyapa’ mereka. Gadis itu bercerita soal apa saja yang ia alami sejak terakhir kali berkunjung, seperti pertemuannya dengan Sehun, putusnya hubungan dengan Taeyong, sampai aksi penculikannya.

“Ayah, aku cukup merasa bersyukur dengan hadirnya Paman Sehun di dalam hidupku,” Nara berkata sambil tersenyum. “Walau sampai sekarang pun aku kadang masih tak yakin betul bahwa dia adikmu, tapi paling tidak dia menjagaku seperti yang dirimu lakukan. Wajahnya mirip denganmu, tapi sifatnya tidak. Kadang dia membuatku jengkel.” Nara terkekeh mengakhiri ceritanya.

Setelah beberapa menit berada di sana, Nara pun mulai beranjak pergi. Ia berpamitan kepada ketiga nisan yang tak dapat berbicara itu lalu berjalan ke pusara lain yang berada di area pemakaman yang sama sambil membawa bunga krisan yang tersisa. Namun, lagi-lagi ia harus dikejutkan oleh keberadaan bunga di atas nisan yang hendak dikunjungi olehnya. Kali ini bukan bunga krisan, tapi bunga mawar.

Prétendant [EXO] (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang