"Selamat pagi para pemirsa yang ada di studio maupun Dirumah. Wah antusiasme pemirsa di studio sangat tinggi. Pasti kalian sudah tidak sabar ya," tanya kelinci itu yang tak lain adalah hostnya.
"Iya..." Jawab pemirsa dengan antusias.
"Baiklah mari kita sambut seekor tikus putih kecil dari desa. Penyanyi yang sedang naik daun saat ini, Melony Gracianda."
Semua pemirsa bertepuk tangan. Mereka benar benar tak sabar ingin mendengar suara lembut nan indah milik Melony.
________________________________________________________________
Pagi ini aku bangun dengan cepat. Aku bergegas membersihkan diri dan segera pergi ke ladang lobak. Sudah menjadi profesi tetap bertani di ladang lobak. Namun dihati kecilku yang terdalam, aku ingin melakukan sesuatu yang aku sukai dan aku impikan. Aku ingin buktikan pada dunia bahwa hewan dari desa seperti kami bisa melakukan sesuatu seperti hewan di kota. Setelah sampai diladang, aku pun mulai mengerjakan kegiatan bercocok tanam. Hari semakin siang. Namun teriknya sinar mentari tak menggoyahkan semangatku untuk mengerjakan profesiku ini. Keringat bercucuran di seluruh tubuhku. Saat waktu menunjukkan tengah hari, aku mulai menghentikan kegiatanku untuk beristirahat. Aku pun memakan bekal yang aku siapkan.
Setelah makan siang, aku mengerjakan kembali tugasku hingga sore. Setelah tuntas barulah aku kembali pulang kerumah. Sepertinya bunda sudah menungguku. Sesampainya di rumah, aku membersihkan diri dan menyiapkan makan malam. Aku dan bunda makan malam bersama. Lalu aku membereskan meja makan ketika makan malam kami telah selesai. Saat mencuci piring, aku bersenandung kecil. Tanpa ku sadari, bunda mendengarnya. Lama kelamaan senandung ku berubah menjadi nyanyian kecil.
"Suaramu bagus nak," puji bunda.
"Ah, biasa aja Bun," kataku merendah.
Huh... Selesai juga. Lantas aku duduk di kursi ruang tengah. Tiba tiba bunda menghampiriku dan duduk di kursi sebelahku.
"Nak, ibu ingin menanyakan suatu hal padamu," kata bunda mengawali pembicaraan.
"Boleh. Memang bunda ingin tanya tentang apa?" Tanyaku.
"Apa kamu suka menyanyi? Apa kamu ingin menjadi penyanyi?" Tanya bunda padaku.
"Eh, anu. Kalau bunda tidak mengizinkan juga tidak apa apa. Aku akan menjadi petani lobak seperti bunda saja," jawab ku dengan sedikit kecewa. Sudah kesekian kalinya bunda menanyakan pertanyaan ini padaku.
"Kalau memang ini impianmu, bunda tidak akan melarangnya lagi. Bunda tidak akan memaksamu untuk menjadi petani lobak. Gapailah impianmu itu jika itu adalah kebahagiaanmu. Bunda hanya ingin kamu bahagia.
Mendengar kata kata bunda barusan, tak bisa ku pungkiri bahwa aku bahagia. Akhirnya bunda merestuiku. Aku pun memeluk tubuh bunda erat.
" Terima kasih, bunda," kataku dengan tangisan haru.
Beberapa hari kemudian ada lembaran kertas dari kota yang sedang membuka audisi pencarian bakat. Aku berminat mengikutinya. Aku memberi tahu bunda tentang lembaran itu. Bunda mengizinkan ku pergi ke kota untuk mengikuti audisi itu. Aku bertemu dengan banyak orang disana. Mereka memiliki suara yang bagus. Aku pun merasa minder.
"Akankah aku berhasil lolos di sini?" Tanyaku dalam hati.
Kini tibalah saat ku untuk audisi. Aku bernyanyi semampuku. Akhirnya gikiranku selesai. Semua peserta juga sudah audisi. Aku dan peserta lainnya menunggu pengumuman peserta yang lolos dalam audisi. Ternyata aku masuk dalam peserta yang lolos. Senangnya hatiku. Seleksi demi seleksi sudah aku lalui. Kini tiba saatnya aku sampai di penghujung ajang pencarian bakat ini. Sedikit lagi aku bisa menggapai impianku. Waktunya final penentuan juara satu, dua, dan tiga. Aku mengeluarkan semua kemampuan yang aku punya. Nilai sudah keluar dan aku mendapat nilai tertinggi. Namun aku tidak mendapat juara satu. Semua orang disini telah menipuku.
Aku pun sedih dan pulang ke desa. Di sana, bunda sedang terbaring lemah. Aku tak mengetahui kalau bunda sedang sakit. Bunda selalu berkata bahwa ia baik baik saja. Anak macam apa aku ini. Beberapa hari kemudian bunda meninggal. Hatiku semakin hancur. Kini aku sebatang kara. Aku mulai melupakan impianku itu. Aku menyesal telah memiliki impian seperti itu. Aku pun mulai melakukan kegiatanku dulu, menjadi petani lobak. Tak lama kemudian, seekor tikus abu abu datang mengunjungi rumahku. Dia adalah manager di sebuah perusahaan musik yang menyeponsori ajang itu. Aku bertemu beberapa kali dengannya saat masih dikota. Oleh sebab itu aku mengenal dan dekat dengannya. Dia mengatakan bahwa ajang pencarian bakat itu meminta maaf atas ketidaktanggungjawaban mereka terhadap peserta. Mereka memberikanku hadiah yang seharusnya aku terima. Namun aku menolak itu.
"Untuk apa aku menerima hadiah itu jika aku hanya sebatang kara. Aku mengikuti ajang itu demi bundaku. Namun bundaku sudah tiada. Kini aku sendirian," kataku dengan air mata yang bercucuran.
"Tidak ada yang sendirian di dunia ini. Kau masih memiliki tuhan. Dan jika kau izinkan, aku ingin menjadi teman hidupmu menggantikan posisi bunda mu. Aku tak akan membiarkanmu kesepian didunia ini. Aku akan menemanimu hingga waktuku telah habis," katanya meminangku.
______________________________________________________________________________________
"Lagu ini aku dedikasikan untuk bundaku, juga teman hidupku. Judulnya adalah bawakanku kebahagiaan."
Kemudian aku mulai menyanyikan lagu buatanku itu. Penonton pun bersorak Sorai menyemangati ku. Bahkan suamiku juga memberiku semangat dari balik panggung. Tuhan terima kasih. Walau kau merenggut sesuatu yang berharga dariku. Namun kau menggantinya dengan yang lebih baik. Kau membawaku sebuah kebahagiaan baru. Aku berjanji akan menjaga kebahagiaan itu, dan tak akan menyia-nyiakan nya lagi.Tamat
By: AikoTsubasa
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Short Story
Random... Kumpulan cerpen yang dibuat oleh para member FOS. Semoga kalian menikmati hasil karya kami ini. *Dilarang keras plagiat semua karya yang ada di sini.* Ps: Harap tinggalkan jejak vote dan coment setelah membaca. Terimakasih ^^ Ada yang perlu dik...