Taman itu akhirnya sudah selesai diperbaiki. Karena masalah yang muncul tahun lalu, taman mungil itu harus diperbaiki. Bunga-bunga sudah mulai bermekaran. Bangku taman, lampu taman, ayunan dan berbagai mainan lainnya sudah ada.
Pohon-pohon sibuk melepaskan daun keringnya, membuat tanah penuh dengan daun kecokelatan. Jam di taman itu menunjukkan pukul sepuluh, saat matahari sedang asyik menebarkan kehangatan. Bau-bau makanan juga mulai tercium dari beberapa rumah.
Langit biru dengan beberapa awan putih. Burung-burung terlihat beterbangan, entah sibuk mencari makanan atau sedang menikmati pagi menjelang siang ini. Walaupun cuaca sangat mendukung untuk bersantai di taman, taman itu tetap sepi.
Hanya ada satu yang tampak tidak sibuk dan sendirian. Ia adalah seorang gadis yang sedang duduk di taman mungil yang baru selesai diperbaiki. Kakinya bergoyang-goyang tidak nyaman. Rambut hitam panjangnya terlihat mencolok di pakaian serba putihnya.
Kedua tangannya tampak memegang erat tali ayunan. Wajahnya yang mungil tampak imut dan manis. Sepertinya gadis itu berusia lima belas tahun. Gadis itu mendongak dan terlihat wajahnya yang bersinar cerah. Semangat terlihat di wajahnya.
Bola mata hitamnya tampak berkilau terkena sinar matahari. Bibirnya yang merah muda tampak tersenyum. Wajahnya bersih dan terlihat sangat halus. Rambut hitamnya yang panjang itu mengenai kulit putih beningnya.
Gadis itu bersenandung pelan. Bola matanya sibuk melihat sekeliling, seakan sedang menunggu seseorang. Kakinya bergerak semakin cepat. Bola matanya melebar saat melihat mobil lewat. Gadis itu berdiri sambil berharap kalau mobil tadi adalah orang yang ia tunggu.
Namun, mobil itu hanya lewat. Tidak berhenti apalagi menyapa. Bahkan gadis itu tidak kenal dengan orang di dalam mobil. Orangnya saja belum keluar. Gadis itu menghela napas pelan, kecewa. Mobil itu bukanlah orang yang ia tunggu.
Gadis itu duduk kembali di ayunan. Kali ini wajahnya terlihat murung. Di kepalanya sibuk berpikir mengapa orang yang ia tunggu lama sekali datang. Gadis itu membayangkan saat ia dan orang yang ia tunggu bersama, rasanya ramai sekali.
Orang yang ditunggu gadis ini adalah teman-temannya. Mungkin bukan teman, melainkan sahabat. Semua orang tahu, empat gadis yang sering datang ke taman dan sibuk bermain dan tertawa. Belum lagi empat gadis itu sangat ramah.
Gadis dengan gaun putih polos itu salah satu dari empat gadis itu. Sisanya sedang pergi dan gadis ini sedang menunggu mereka. Tapi, sahabatnya lama sekali datang. Gadis itu menatap langit sambil berharap sahabat-sahabatnya datang.
Alasan mulai bermunculan di kepala gadis itu. Mungkin sahabat-sahabatnya sedang sibuk, makan atau melakukan aktivitas. Tapi, mereka pasti akan datang. Karena mereka sudah berjanji akan menemui gadis itu di taman. Sahabat-sahabatnya tidak mungkin berbohong.
Gadis itu tiba-tiba terkikik sendiri. Di kepalanya terbayang wajah sahabat-sahabatnya yang sedang asyik bercerita. Dua sahabatnya sedang duduk di meja depan, ia dan sahabat satunya lagi duduk bersamanya.
Mereka berempat yang selalu bersama. Sahabat yang duduk bersama gadis itu suka terkejut kalau gadis itu bergerak tiba-tiba. Mereka juga selalu tertawa sampai terlalu sering kena tegur guru.
Senyuman terlihat di wajah gadis itu. Ia semakin merindukan sahabat-sahabatnya. Ia sudah tidak sabar untuk bercerita dengan sahabat-sahabatnya. Tentang masa lalu mereka, masalah mereka dan tertawa bersama. Tapi, sahabat-sahabatnya lama sekali datang.
Gadis itu mulai mencari kesibukan untuk mengusir bosan. Ia main ayunan, pasir dan berbagai permainan di taman. Gadis itu melihat bunga-bunga yang mengeluarkan bau manis. Daun-daun yang mulai beterbangan. Kucing yang lewat.
Matahari mulai meninggi. Panasnya sudah tidak seramah di pagi hari. Gadis itu melihat jam di taman, pukul dua belas siang. Pantas saja kepalanya serasa dibakar api. Udara terasa panas menyengat. Awan-awan mulai menjauh, membiarkan matahari bersinar.
Gadis itu kembali melirik ke arah jalan. Mobil dan motor memang mulai sering lewat. Tapi, tidak ada satu pun yang merupakan sahabat-sahabatnya. Bahkan kebanyakan yang lewat adalah ibu-ibu arisan atau orang-orang yang pulang untuk makan siang bersama istri.
Alis gadis itu tertaut. Mengapa orang-orang baru keluar rumah saat siang yang sangat panas sepert ini? Bukankah lebih enak kalau saat pagi hari? Wajah gadis itu seketika tertekuk. Ia sangat tidak paham dengan cara pikir orang dewasa.
Gadis itu berdiri dari tempat ia duduk. Kakinya terasa pegal karena sejak tadi ia berdiri di bawah pohon. Ia sudah bosan duduk di ayunan yang terkena sinar matahari secara langsung.
Lagipula gadis itu tidak suka matahari dan hal-hal yang berbau panas.
Gadis itu mulai berpikir. Mungkin sahabat-sahabatnya sedang bersekolah makanya tidak sempat ke mari. Atau mereka belum pulang sekolah. Tidak mungkin sahabat-sahabatnya melupakan dirinya dan tidak ke mari.
Gadis itu mulai berjalan menuju sekolah yang cukup dekat. Rumah-rumah mungil dengan taman kecil memenuhi perjalanannya. Warung yang penuh dengan percakapan.
Motor dan mobil mulai sering lewat. Gadis itu berusaha untuk berjalan di pinggir. Ia berjalan sambil bersenandung senang. Mungkin sahabat-sahabatnya sedang membuat kejutan untuknya. Mungkin mereka sedang berbelanja untuk di bawa ke taman.
Tanpa gadis itu sadari, ia sudah berdiri di gerbang sekolah. Ia baru sadar saat melihat pagar terbuka lebar karena ada guru yang hendak keluar. Bersamaan dengan itu, gadis itu masuk ke sekolah besar itu.
Kaki gadis itu menapak lapangan tanpa rumput. Beberapa pemuda asyik berlarian mengejar satu bola. Sepertinya mereka mengabaikan sinar matahari panas. Beberapa anak perempuan seumuran dengan gadis itu malah duduk di bawah pohon.
Bola mata gadis itu terus memandang sekolah bertingkat dua itu. Kelas-kelas tampak ramai dengan murid dan guru. Pohon-pohon besar ditanam di sekiar lapangan. Bendera terlihat diam di tempat.
Gadis itu mulai melangkah menyusuri kelas-kelas. Wajahnya tampak sedang mencari. Ia mengintip dari jendela, membuka pintu sedikit dan berbagai cara dilakukan untuk mengintip kelas. Jelas sekali ia sedang mencari sahabat-sahabatnya.
Dengan gaun renda serba putih dan rambut hitam panjang ia tampak mencolok. Gadis itu berlari-lari kecil di lorong. Ia menaiki tangga saat tahu sahabat-sahabatnya tidak ada di kelas yang berada di bawah.
Tangan kanannya memegang pegangan tangga. Kakinya mulai melangkah. Bola matanya sibuk mencari orang-orang. Ia tidak peduli dengan guru-guru yang lewat. Murid-murid yang bercakap-cakap saat hendak ke toilet.
Gadis itu terus berjalan melewati kelas. Ia mendengar percakapan guru yang sedang menjelaskan. Murid-murid yang tertawa. Tapi, ia berhenti saat mendengar suara guru dan kelas yang hening.
Dengan cepat gadis itu menoleh ke arah kelas di sebelahnya. Wanita paruh baya sedang menjelaskan pelajaran. Murid-murid melihat papan tulis dengan serius. Ada beberapa murid asyik bercerita, menulis dan tiduran.
Senyuman mengembang di wajah mungil itu. Rambut hitamnya tampak basah karena keringat. Gadis itu membuka pintu kelas lebih lebar dan masuk ke sana. Guru yang sedang menulis di papan tulis tidak melihat adegan itu.
Gadis itu berlari ke arah meja di depan meja guru. Meja itu berisi dua gadis yang tampak malas mendengar guru. Meja belakangnya hanya dihuni oleh satu gadis yang sedang menulis. Gadis itu senang tak terkira.
Ia senang melihat sahabatnya dan senang karena dugaannya benar. Sahabat-sahabatnya tidak akan meninggalkan dirinya. Sahabat-sahabatnya sedang belajar dan sangat tidak mungkin untuk ke taman.
Gadis itu duduk di bangku kosong yang di meja kedua. Ia duduk lalu merapikan rambut hitamnya dan gaun rendanya. Ia tersenyum ke arah sahabatnya yang sedang menulis. Gadis itu memegang bahu sahabat di sebelahnya, berusaha untuk memanggilnya.
Tepat saat telapak tangan gadis itu mendarat di bahu sahabatnya, sahabatnya itu terlonjak dan segera mendongak. Gadis itu kaget karena sahabatnya tiba-tiba mengubah posisi. Tapi, gadis itu tertawa. Sahabatnya memang sering sekali seperti itu.
Sahabat gadis itu memegang bahunya yang baru dipegang oleh gadis. Ia mengelus kedua tangannya, merasa takut dan merinding. Gadis dengan gaun renda itu melihat aktivitas sahabatnya itu dengan senyuman senang.
Saat gadis itu hendak berbicara, sahabatnya itu mendorong kursi di depannya. Gadis yang merupakan sahabat gadis itu juga mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Orang di sebelahnya juga ikut menoleh, merasa terganggu.
Sahabat yang sedang duduk bersama gadis yang terdiam memberikan tatapan kepada kedua orang di depannya. Tatapannya terlihat kaget, takut dan semangat. Namun, kedua sahabat di meja tidak paham tatapan itu.
Gadis bergaun renda itu tertegun. Sahabatnya ini bukan menatapnya atau tersenyum ke arahnya, sahabatnya malah menyenggol sahabatnya yang di meja depan. Seketika wajah gadis itu merengut. Apa sahabat-sahabatnya tidak melihatnya sedang duduk bersama mereka?
Ketiga sahabatnya itu malah sibuk membahas sesuatu. Terkadang mereka tertawa keras membuat guru menoleh ke arah mereka. Gadis bergaun putih itu melambaikan tangan di depan wajah ketiga sahabatnya yang sedang tertawa kecil.
Gadis itu mendengus. Sahabatnya sama sekali tidak peduli dengan kehadirannya. Mereka malah asyik tertawa kecil dan saling bercerita. Seakan ketiga sahabatnya itu tidak melihat gadis bergaun putih polos sedang duduk di dekat mereka.
Banyak sekali yang sudah di lakukan gadis itu. Melempar tempat pensil, menari di depan kelas, menyingkirkan buku dan berbagai hal. Ketiga sahabatnya sibuk tertawa dan terkesiap saat melihat benda-benda bergerak.
Bukan hanya ketiga sahabatnya saja yang tidak melihatnya, teman-teman sekelasnya dan gurunya juga. Mereka seolah mengabaikan keberadaan gadis itu. Teman-temannya asyik bercerita saat guru tidak ada dan pura-pura menjadi murid baik saat guru datang.
Gadis itu mulai kecewa. Ketiga sahabatnya tidak peduli dengan dirinya. Padahal ia sudah melakukan banyak hal agar ketiga sahabtanya melihat ke arahnya, peduli dengannya, tertawa saat melihatnya dan selalu bersamanya.
Dengan langkah gontai, gadis itu berjalan keluar kelas. Tidak peduli lagi dengan ketiga sahabatnya sudah selesai bercerita. Gadis itu menunduk dan berjalan pelan, berharap salah satu sahabatnya memanggil dirinya.
Tidak. Ia berharap ada seseorang yang memanggil dirinya. Mengingat dirinya.
Gadis itu tidak tahu. Ketiga sahabatnya sedang membahas dirinya. Bahkan teman-teman sekelas juga merasa kehilangan walau sudah tahun lalu. Sahabat yang sudah dipegang oleh gadis berambut hitam itu merasa ada sesuatu yang berada di dekatnya.
Ketiga sahabat itu mulai bercerita dan tertawa saat mengingat masa lalu mereka. Saat-saat mereka masih bersama. Berempat. Ketiga sahabat itu juga berharap bertemu kembali dengan sahabat mereka, agar semua tidak berubah dan tetap sama.
Kesedihan tidak bisa hilang dari wajah ketiga gadis itu. Rasa rindu dan tidak sabar ingin bertemu terus muncul. Mereka terus tertawa dan berharap, sampai guru menegur mereka. Menyuruh diam dan kembali tenang.
Salah satu sahabat yang duduk sendirian mulai menunduk. Ia sangat tidak sabar dan sedih juga kesepian. Ia mulai menulis sesuatu di bukunya. Rasa rindu dan sedih juga tidak sabar bersatu dalam ketiga hati sahabat itu.
Sahabat yang duduk sendirian itu menegakkan punggungnya saat tahu, mereka akan bertemu dan jam pulang sekolah mulai mendekat. Samar-samar senyuman muncul di wajah salah satu sahabat itu. Ia mulai membiarkan bukunya yang terbuka lebar.
Kami merindukanmu, Senja. Itulah yang tertulis di sana. Sebaris kata yang mengartikan segalanya.
Gadis dengan gaun putih renda berjalan di jalan yang mulai ramai. Anak-anak sudah pulang sekolah. Ibu-ibu sudah mulai menyambut suaminya atau anaknya. Burung-burung mulai pulang. Kucing mulai menunggu majikan memberi makan.
Suasana yang cukup ramai itu tidak mempedulikan gadis yang berjalan. Gadis itu menatap sekeliling. Ia sudah berteriak, menari tidak jelas di tengah jalan dan tidak ada yang memarahi. Gadis itu mendengus, merasa kesal juga takut.
Apa orang-orang melupakannya? Sampai tidak melihat dirinya berjalan dan membuat keributan. Apa mereka terlalu sibuk sampai tidak tersenyum dengan gadis itu? Apa mereka tidak peduli dengam gadis itu.
Apa dunia mulai melupakanku?
Pertanyaan itu muncul saat gadis itu benar-benar tidak hiraukan oleh orang-orang. Bahkan alam saja tidak mau peduli dengannya. Gadis itu menunduk. Merasa sedih dengan perlakukan semua orang. Apa mereka tidak bisa tersenyum dengan gadis itu?
Kucing hanya melewati saat gadis itu mengajaknya mendekat. Orang-orang hanya melewati gadis itu. Bahkan sahabat-sahabat terdekatnya juga tidak peduli saat gadis itu melambaikan tangan, membuat keributan yang sama sekali tidak ribut.
Gadis itu kembali melangkah ke taman yang tampak ramai. Sudah pukul lima sore dan taman mulai ramai. Tapi, gadis itu tidak peduli. Taman memang ramai, tapi orang-orang tidak mau menyapanya. Untuk apa senang kalau taman ramai tapi ia tetap sendiri?
Ayunan kembali menjadi tempat duduk gadis itu. Wajahnya muram. Jelas ia kecewa dengan alam yang tidak peduli lagi dengannya. Entah mereka pura-pura tidak melihat gadis itu atau memang tidak melihatnya. Gadis itu sudah tidak peduli.
Langit mulai berubah warna. Dari biru dan putih sekarang menjadi kuning dan orange. Matahari mulai turun dan malam mulai menggantikannya. Subuh selalu angkuh. Pagi selalu bersahabat. Siang selalu sunyi. Sore selalu hangat.
Gadis itu menghela napas. Hari mulai sore dan sahabat-sahabatnya tidak ke taman. Mereka sibuk tertawa dan belajar. Mereka bahkan tidak peduli saat gadis itu sudah datang ke sekolah dan duduk di sebelah mereka.
Apa dunia selalu kejam? Apa orang tidak peduli lagi dengan dirinya? Apa mereka tidak menyadari gadis bergaun putih polos sedang berjalan? Apa mereka tidak bisa tersenyum ke arah gadis itu walau hanya sebentar?
Gadis itu memeluk kedua kakinya yang ditekuk. Air mata hampir jatuh saat ia menaruh kepalanya di lutut. Rasa muram dan kesedihan kembali datang ke gadis itu. Gadis yang mengenakan gaun putih polos dan berambut hitam panjang.
Bola mata gadis itu terlihat berair. Senyuman tidak ada lagi di wajah mungil itu. Rambut hitam panjangnya menutupi wajahnya. Gadis itu berharap ada yang memanggilnya atau sekedar tersenyum ke arahnya. Apa sangat sulit hanya untuk tersenyum?
Lampu-lampu taman mulai bercahaya. Anak-anak sudah kembali ke rumah dan makan sambil bercerita dengan Ibu. Malam hampir tiba. Waktunya pulang. Pintu-pintu di rumah mulai terbuka untuk menyambut suami yang baru pulang.
Langit masih sama. Kuning dan orange. Menandakan senja yang masih ada. Senja belum hilang. Malam belum datang.
Gadis itu masih larut dalam pikirannya. Mengapa hanya ia yang sendiri? Mengapa hanya ia yang tidak dipedulikan orang? Mengapa hanya ia yang merasa kalau hari itu sangat lama? Mengapa hanya dia yang tidak terlihat.
“Senja!”
Suara itu. Gadis itu sangat kenal dengan suara itu. Gadis itu mendongak. Rambut hitamnya mulai menyingkir dari wajah putih bersih itu. Bola mata yang redup itu menatap tiga orang yang berada di depannya.
Seketika bola mata itu melebar dan tampak berbinar. Senyuman muncul di wajahnya. Wajah muram hilang entah ke mana. Wajah senang kembali datang. Gadis itu seperti baru bangun dari tidur. Gadis itu sudah menemukan apa yang ia tunggu dan yang ia harapkan.
Tiga gadis dengan seragam sekolah dan tas di punggung berdiri di depannya. Wajah mereka tampak senang. Rasa lelah karena berlari sudah hilang saat mereka tahu, sahabat mereka setia menunggu.
Senyuman mengembang di wajah mereka berempat. Rasa rindu dan kesepian mulai hilang digantikan rasa senang dan kebersamaan yang besar. Gadis itu tersenyum lebar. Ia merasa senang, akhirnya ia dilihat orang.
Mereka segera berpelukan dan duduk manis di tanah, menatap matahari yang mulai ternggelam. Keempat sahabat itu duduk berdekatan, seakan tidak mau menjauh. Semuanya tampak saling bersandar di bahu sebelah.
Semua tangan memegang tangan gadis bergaun putih yang duduk di tengah. Semuanya tidak mau beranjak dari tempat. Mereka terus memeluk gadis bergaun putih, tidak mau kehilangan gadis itu yang merupakan sahabat mereka.
Gadis itu menoleh ke arah belakang sedikit. Rambut hitamnya terlihat mencolok di kulit putihnya. Bibirnya tampak merah. Bola mata itu memancar kebahagiaan. Sahabat-sahabatnya masih memeluknya. Mereka tidak mau pergi.
Gadis itu. Gadis bergaun putih polos dan berambut panjang. Ia sangat bersyukur taman ini diperbaiki. Kalau tidak, mungkin mereka tidak akan bertemu lagi. Bola mata gadis itu menatap langit malam yang mulai mampir.
Gadis itu, hanya bisa dilihat di malam hari.By: MingMika
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Short Story
Random... Kumpulan cerpen yang dibuat oleh para member FOS. Semoga kalian menikmati hasil karya kami ini. *Dilarang keras plagiat semua karya yang ada di sini.* Ps: Harap tinggalkan jejak vote dan coment setelah membaca. Terimakasih ^^ Ada yang perlu dik...