"Dylan! Kau tahu kan, kau masih kecil? Kau masih berumur 15 tahun? HAH?!"
"Kau telah mempermalukan sekolah ini! Saya tidak mengharapkanmu untuk di sini lagi , dan silahkan keluar dan jangan pernah kembali ke sini!"
.
.
.
.
Itulah kata-kata yang kuingat beberapa hari yang lalu di dalam ruangan kepala sekolah sebelum sang kepala sekolah memanggil orang tua Dylan.
Aku senang ia dikeluarkan. Tak sedih sama sekali.
Tapi inilah aku yang sekarang..
Hari-hariku penuh dengan kesedihan. Tak sekali aku dicemoohkan, aku juga dikucilkan semua orang, termasuk Greyson. Aku juga bingung mengapa mereka melakukan seperti itu..
Kecuali oleh Laura.
Ia tahu bahwa yang salah adalah Dylan , bukan aku.
...
Saat ini, aku sering self harm. Bukan untuk mencari perhatian. Tapi untuk menyesali perbuatanku yang mau menerima Dylan.
Sedih sekali, tidak ada yang peduli denganku.. Kecuali keluargaku dan Laura.
Aku sering menangis sendirian..
Aku sudah biasa dengan ejekan-ejekan teman-teman atau kakak kelas. Hanya adik kelas yang tidak mengejekku, tapi aku tahu pasti mereka jijik melihatku.
.
.
.
Saat itu, saat istirahat kedua, aku sedang memasukkan buku-bukuku ke dalam loker. Aku melihat Greyson dan Gathy dari jauh. Mereka sedang duduk di kursi . Greyson memerhatikanku dengan pandangan yang geram , lalu ia pergi entah kemana. Gathy menatapku sambil tersenyum puas dan mengikuti Greyson.
Aku menunduk. Akankah selamanya aku seperti ini? Tuhan, Bantu aku..
Bahkan Greyson, orang yang selama ini kuanggap sahabat sejati sejak kecil, menjauhkanku.
Aku percaya pasti di balik semua ini , Tuhan akan menolongku. Akan membuktikan kepada mereka..
...
Setelah pelajaran terakhir, akhirnya Kami pun pulang.
Saat akan pulang, orang-orang menyenggolku dengan sengaja. Ini bukan hal yang asing. Aku sudah biasa menghadapi ini.
Dengan mata yang berkaca-kaca, aku melanjutkan langkah jalanku bersama Laura. Tapi ia meninggalkanku sejenak sehingga aku harus menunggunya sendirian di koridor sekolah.
Tiba-tiba Greyson datang. Kali ini ia tidak bersama Gathy.
.
.
.
.
.
Ia menatapku sejenak, lalu terdiam beberapa lama. Sebenarnya ia mau apa?
"Aku kecewa denganmu, Layla." kali ini ia mengeluarkan kata-kata.
"Mengapa kecewa? Hanya karena Dylan dikeluarkan dari sekolah!? Itu salahnya sendiri, bukan aku! Mengapa orang-orang membenciku seperti ini? Aku tak salah apa-apa! Hanya karena aku pacarnya, aku jadi ikut dibenci semua orang.." ujarku. Aku masih bisa menahan tangisku saat itu.
"Kau menghasutnya untuk pergi ke klub malam, kan?" ujar Greyson dengan santai.
"Oh, jadi ini mengapa orang-orang membenciku. Mereka semua percaya omong kosong. Mereka semua percaya rumor, aku tak percaya ini, Greyson . Ternyata orang yang selama ini kuanggap "sahabat sejati" juga mengkhianatiku. Aku yakin rumor ini pasti ulah Gathy." ucapku.
"Jangan sembarangan menyalahinya!!" serunya dengan marah.
"KALAU BEGITU KAU JUGA JANGAN SEMBARANGAN MENYALAHIKU!" aku berteriak.
Orang-orang di sekeliling kami melihat sejenak lalu kemudian pergi dan mengabaikan kami.
" Aku tidak yakin bahwa ucapan mu itu benar." ujar Greyson.
Kata-katanya kali ini membuatku sakit.
"Kau percaya rumor, Greyson?! Oh pantas saja kau terlihat bodoh." ujarku.
"Justru kau yang terlihat bodoh! Lihat sekarang semua orang menjauhimu!" jawabnya.
Aku benar-benar tidak tahan dengannya.
"AKU JUJUR GREYSON! AKU TIDAK MENGHASUT DYLAN!! ADA SESEORANG YANG BERNAMA "COURTNEY" YANG BERSAMANYA DI KLUB MALAM SAAT ITU." amarahku melejit.
"Aku juga awalnya khawatir dengan Dylan, karena ia jarang mengontakku lagi. Lalu saat ku telepon, ada seorang perempuan yang menjawabnya, perempuan itu bilang bahwa Dylan ada di klub malam, lalu aku datang menemuinya. Aku sangat sedih melihatnya seperti itu, aku memutuskan hubunganku dengan Dylan Dan segera pergi. KAU MASIH TIDAK PERCAYA JUGA?! Aku berani bilang demi tuhan! Puas kau!?" aku mengeluarkan semua emosiku.
Greyson terdiam.
"Aku tidak percaya, Greyson. Kukira kau sahabat yang benar-benar "sejati" . Kau hanya fake friend, sama seperti semua orang. Ingatkan saat kau sakit? Siapa yang menyuapimu makan?! Aku! Dan kau tau, siapa yang menulis surat itu, yang mengharapkanmu cepat sembuh , dan bilang bahwa namamu selalu ia sebut dalam doanya? Itu AKU , Greyson. AKU! Kau bilang semoga ia mendapat balasan yang setimpal dengan sifat perhatiannya itu, tapi apa yang kudapat?! Ejekan, ocehan, kucilan darimu! Aku tidak percaya ini, Greyson. Aku muak denganmu." aku mengakhiri emosiku dengan tangisan.
Aku tak peduli dengannya lagi.
Aku hendak pulang dan menyenggol bahunya dengan keras.
Aku berlari pulang sambil menangis terisak. Mataku bengkak penuh dengan air mata..
.
.
"Tuhan, aku tak kuat lagi menahan semua ini. Aku ingin pergi dari dunia ini saja... Aku sudah bosan disakiti."
Ujarku
KAMU SEDANG MEMBACA
Piano Love~ Greyson Chance love story [COMPLETED]
FanficHidup itu layaknya sebuah piano.. Ada kalanya hitam yaitu masa-masa sulitku, dan putih yaitu masa-masa terindahku.. Jika aku memainkannya bersamaan, maka akan terdengar nada-nada yang indah. Tanpa tuts hitam, hidupku akan selalu indah , tidak ada ma...