Menjadi buronan tentunya adalah satu hal yang tidak menyenangkan karena harus dikejar-kejar oleh pihak berwajib akibat dari perbuatan kita yang melanggar hukum. Lalu bayangkan bagaimana jika aktivitas kita sudah seperti buronan meskipun kesalahan yang kita lakukan tidak terlalu fatal?
Inilah yang dialami oleh Allun selama dua minggu. Bersembunyi dimanapun ada celah ketika dirinya dihadapkan pada sosok Awan ysng selalu mencarinya. Jelas Allun tahu hal ini dari Samita Ayu Hanggraeni yang menjadi sumber Lambe Turahnya.
Seperti sekarang, Awan berusaha mengejar Allun yang sudah berlari menuju fakultas pertanian. Berbalik arah dengan fakultasnya sendiri. Hanya ini yang dapat menyelamatkannya dari perasaan malu yang masih menghantuinya. Mereka sudah seperti film India yang sayangnya tidak ada kesan romantis. Justru menegangkan ketika Allun harus....
"Allunan!"
Brukkk..
"ADOWW!!"
Melihat insiden kecil yang menimpa Allun, Awan buru-buru menghampirinya dan berjongkok tepat di hadapan Allun yang tengah memasang raut jijiknya.
"Dari tadi dipanggil malah lari. Saya mau ingetin, di sini lagi ada praktek memanfaatkan kotoran hewan," dengan berbaik hati, Awan membantu Allun untuk berdiri sebab ia tahu bahwa perempuan ini sedang menahan gejolak mualnya.
"Lain kali ati-ati dong, Lun!" Ketus mahasiswa yang tanpa sengaja ditabrak Allun, namanya Riko.
"Untung bukan gue yang kena nih tai. Ah! Dasar! Dosen sama bahan praktek sama aja!" Tambahnya dengan menggerutu. Riko segera membereskan barang bawaannya yang akan diolah menjadi pupuk. Untung ia sudah siap sedia sarung tangan sejak tadi.
"Riko ih! Gak boleh ngatain guru!!"
"Bodo! Udah, urusin aja kaki lo! Lain kali kalo mau maen kucing-kucingan jangan di area sini! Sono! Di lapangan kampus! Lagian jauh amat main sampek ke fakultas gue," setelahnya Riko membawa kembali karung berisi kotoran itu dan berlalu meninggalkan Allun dan Awan.
Allun sudah ingin mengeluarkan hasil dari rasa mualnya sejak tadi. Terang saja, ketika ia asyik berlari, seorang Riko yang membawa jenis kotoran hewan ditabraknya begitu saja dan mengakibatkan bagian kaki dan lengannya berlumuran kotoran hewan yang entah dicampur oleh apa sehingga menjadikannya berwujud cair.
Dipastikan pulang kuliah Nafira akan mengomelinya karena pulang bukannya membawa sesuatu yang manis, Allun justru pulang dengan keadaan yang mengenaskan.
"Kaki Allun...." Allun meringis saat kakinya terasa sedikit nyeri, "Rain nggak papa nolongin Allun? Nanti Rain ikutan bau juga loh!" Berinisiatif menjauh, tapi Awan kembali membopongnya hingga pada salah satu tempat duduk di sekitar situ.
"Ada baju ganti?" Tanya Awan sambil mengeluarkan tiga botol air mineral dari dalam tasnya untuk membasuh kaki dan tangan Allun seadanya.
Allun terlihat berpikir sejenak sebelum mengangguk kecil, "Ada sih, tapi baju rumahan. Allun taruh di Kitty."
"Kitty?" Ulang Awan.
"Iya, Kitty. Mobilnya Allun."
"Oh, ya sudah. Ayo ganti! Masih ada kelas?" Awan sudah selesai dengan prosesi pembasuhannya, ia membuang botol-botol itu pada tempat sampah.
"Enggak. Udah free. Kan udah jam tiga juga."
"Ayo saya antar! Jangan lari lagi, bisa aja nanti bukan tai hewan yang kamu tabrak. Untung Riko itu anaknya masa bodoh. Jadi nggak suka memperpanjang masalah."
"Rain kenal sama Riko?" Tanya Allun penasaran.
"Kenal, salah satu teman dekat juga selain Toro dan Khalifa," suatu keberuntungan dengan perubahan Awan yang drastis saat berkomunikasi seperti ini dengan Allun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di ujung Senja (SELESAI)
Narrativa generale"Maksudnya yang mana sih, Lun? " "Itu! Yang itu!" "Mana? Ada banyak orang di arah sana!" "Itu yang baca buku! Pakai kacamata frame hitam biru!" "Lo serius?! Jangan dia, Lun! Gue mohon!" Gadis itu tersenyum penuh binar pada seorang laki-laki yang sed...