20. Permintaan

248 30 0
                                    

"Kak, Mas Awan masuk IGD... "

Berulang kali Allun harus mengucap sabar untuk menahan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun. Tinggal tunggu waktu saja hingga amarahnya sudah tidak dapat dikendalikan. Bagaimana tidak? Allun yang harusnya mendapat jadwal kuliah siang harus rela terduduk di ranjang secara paksa begitu Venus menghubunginya di jam 6 pagi. Waktu yang harusnya cocok digunakan untuk tetap tertidur pulas, apalagi ia baru sempat istirahat dini hari tadi karena harus menyelesaikan beberapa tugas yang harus dikumpulkan hari ini.

Seolah mendukung untuk semesta menguji kesabarannya, Allun dihadapkan lagi dengan masalah kemacetan yang terjadi di persimpangan dekat kompleks perumahannya. Terjadi kecelakaan mobil yang membuat arus menjadi sangat lamban. Allun terus menghela napasnya untuk mengurau benang kusut di otaknya. Perjalanan yang harusnya cukup ditempuh dalam 30 menit molor menjadi 1 jam hanya karena lagi-lagi Allun harus mengalah jika waktu terus terbuang untuk mengisi bahan bakar mesin mobilnya yang ternyata nyaris membuatnya meninggalkan Kitty di tengah jalan karena terancam mogok.

Sampai di tujuan, Allun segera menuju ruang rawat inap yang sudah dikirim Venus melalui pesan. Gadis itu berpesan agar Allun dapat melihat kondisi Awan yang sudah dipindah ke ruang rawat inap. Vena dan Venus ada kuliah pagi dan mereka tidak bisa meninggalkan matkul hari ini karena akan diadakan kuis. Jadilah pagi-pagi Venus dengan isak tangisnya terpaksa menghubungi Allun alih-alih Dimas yang notabene saudara kandungnya.

Anggrek... anggrek... anggrek...

Allun terus merapalkan nama ruangan tempat Awan berada. Papan penunjuk arah pun tidak luput dari pengawasnnya untuk mengetahui kemana ia harus pergi. Hingga langkahnya sampai di pintu paling ujung dari ruang Anggrek itu. Membukanya perlahan, Allun merasa lega luar biasa melihat Awan yang tertidur pulas di dalam sana.

Rasanya memilukan melihat kondisi Awan dari dekat seperti ini. Jika biasanya Allun hanya akan melihat Awan yang tersenyum, gugup, dan diam dengan fokus pada sketsanya. Beberapa hari yang lalu Allun harus melihat Awan yang sakit. Lalu hari ini, Allun kembali melihat kondisi Awan yang sudah berbeda lagi. Dengan lebam di wajahnya, tangan kiri terpasang gips, dan entah kejutan apa lagi yang akan Allun terima dari sosok Awan yang penuh teka-teki itu.

"Al?"

Allun hanya tersenyum mendapati kedua mata Awan kini memandangnya bingung.

"Kamu habis ngapain sih, Rain? Habis atraksi apa sampai begini?" Tanya Allun pelan. Ia berusaha menahan suaranya yang bergetar karena takut dengan segala keadaan yang semakin rumit bagi Awan.

"Kamu datang sendiri?" Bukannya menjawab pertanyaan Allun, laki-laki itu malah bertanya hal lainnya.

"Sama Kitty," dan Awan hanya mengangguk sebagai respon.

Lalu hening kembali menyelimuti keduanya. Hingga satu permintaan Allun yang terdengar seperti pernyataan berhasil membuat jantung Awan kembali berisik.

"Rain.. Allun minta tolong, kapanpun itu Rain bisa andalkan Allun setidaknya sebagai teman baik. Terlepas dari pengakuan Allun yang nggak ada jawabnya, Allun bisa jadi teman buat kamu. Rain, kamu nggak sendiri. Vena dan Venus berusaha ada buat kamu. Begitu juga Allun. Jadi, Allun mohon... jangan nekad seperti kemarin lagi. Apa yang Rain dapat setelah berusaha supaya mobil nabrak kamu? Cuma sakit dan penyesalan, kan?"

Allun tidak marah dengan sikap bodoh Awan. Ia paham betul hal apa yang dirasakan laki-laki itu. Ketakutan akan terulangnya memori masa lalu yang membuatnya berpikir bahwa ia tidak bisa lagi hidup untuk hari esok. Memilih mati sia-sia daripada hidup dalam ketakutan yang sama.

"Mama kamu pasti sehat lagi, Rain. Kamu harusnya dorong proses kesembuhannya, bukan malah berbuat yang seperti kemarin. Coba kamu pikir, seandainya kemarin kamu nggak selamat dan ternyata Mama kamu berhasil melewati masa kritisnya? Rugi kan kamu nggak bisa lihat Mama kamu sembuh?"

Di ujung Senja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang