4. Maksudnya apa?

488 50 0
                                    

Di sinilah mereka berada, dalam ruang kesehatan yang berisikan lima orang. Diantaranya adalah Allun, Dimas, Lifa, Toro, dan satu orang lagi yang berperan sebagai pasien. Semua mendadak menjadi seorang yang pendiam dan terpusat pada pasien di ruangan tersebut.

"Hei, kamu!"

Dia Toro, mahasiswa asal Medan yang kini menjadi salah satu teman dekat Awan menunjuk Allun yang sedikit tersentak.

"Aku?" Tanya Allun menunjuk dirinya sendiri karena sejak tadi laki-laki bernama lengkap Toro Budiman Silalahi ini mengamatinya dengan pandangan tidak biasa.

"Iyalah! Aku memanggil kau!"

"Biasa aja dong, Mas! Allun kan nggak tahu kalo Masnya manggil!"

"Heh, mana aku tahu siapa nama kau kalau kita belum berkenalan? Gila saja kau ini!"

Kesal dengan orang itu, Allun memilih diam dan kembali melihat ke arah Awan yang masih setia dalam keadaan seperti terakhir kali tadi.

"Namanya Allunan, Tor. Anak psikologi," dengan pengertian, Dimas membantu menjelaskan pada Toro.

"Psikologi? Hei? Kenapa dia ada di sini? Ini bukan gedung fakultasmu! Kenapa kau berkeliaran di sekitar sini?" Entah apa masalah Allun dengan Toro ini, seingatnya ia tidak pernah berbuat sesuatu yang buruk pada mahasiswa di kampus kecuali Sasmita.

"Maaf ya, Allun ini bukannya berkeliaran. Tapi tadi kebetulan di luar ketemu sama Rain, apa salah? Kalo Mas tuduh Allun yang buat Rain pingsan, maaf! Bukan salah Allun! Lalu apa masalah Mas di sini sama Allun? Kita pernah ketemu? Ada masalah sama Allun? Kalau ada ya maaf tapi seingat Allun belum pernah tuh bertemu sama Mas ini dan buat geger! Kok awal ketemu gini masnya udah sewot sama Allun, sih! Kesel kan Allun jadinya!"

Toro diam.

Allun ternyata cerewet.

Membuatnya diam.

Namun Lifa malah terbahak.

Dimas menahan kekehannya.

Dan kini Allun masih menatap Toro garang.

"Lun. .. Be calm.. Toro ini bukannya ngajak berantem. Tapi dia pembawaannya emang gini. Anak Medan, jadi nggak bisa biasa aja kalo bicara. Dia nggak nyalahin kamu, kok. Dia cuma maksud baik bertanya kenapa kamu jauh banget ada di gedung fakultas ini," kembali Dimas menjadi mediator antara dua kubu. Allun masih pada pendiriannya untuk memusuhi Toro yang diam tidak berkutik. Masih terkejut dengan tingkat kecerewetan Allun.

Keadaan menjadi hening, sampai teriakan Lifa membahana, "Awan bangun!"

Belum sempat Awan mengumpulkan kesadarannya, nasibnya apes sekali dengan diberondong banyak pertanyaan dari teman-temannya.

"Heh! Wawan! Lo napa pingsan segala sih? Kumat ya penyakit lo yang dulu! Wah gilaaa! Nggak sia-sia alasan lo semaput begini kalo cuma gara-gara cewek macam dia ini! Gue salut sama lo! Good job, Man!"

Ocehan dari Lifa makin membuat kepala Awan berputar, apalagi pada pembahasan yang menyangkut Allun. Diliriknya orang-orang di sekitarnya dan benar saja, Allun tengah menatapnya dengan pandangan khawatir.

"Jadi? Awan udah sadar dan sekarang kamu jelasin perkataan kamu tadi. Kamu pacaran sama dia?" Sepertinya Dimas masih belum mempercayai ucapan Allun tadi, rasanya aneh. Seperti merasa kalah dengan keunggulan Awan.

"Iya," entah Awan sudah sadar sepenuhnya atau belum, yang pasti jawabannya tadi membuat Dimas benar-benar merasa kalah. Bukan hanya Dimas, tapi ketiga orang lainnya yang ada di situ juga tidak menyangka dengan jawaban Awan.

Di ujung Senja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang