17. Meredup

224 29 0
                                    

Langit sudah mulai gelap di luar sana tapi Elang masih setia mengetuk pintu kamar mandi Allun. Tadi setelah Anthony pergi, Elang segera membuka kunci pintu kamar Allun namun gadis itu rupanya mengurung diri di dalam kamar mandi. Elang sudah begitu khawatir karena tidak mungkin Allun mandi selama itu. Apalagi tidak terdengar suara air di dalam sana. Hasil kekacauan di bawah sudah dibereskan Elang selama Bima masih tidur. Kini ia harap-harap cemas menanti kepulang Nafira, belum lagi jika Bima bangun. Elang bingung harus bagaimana.  Anthony juga belum pulang setelah pergi entah kemana.

Kemudian suasana kembali meremang ketika Elang mendengar suara pagar dibuka, bisa dipastikan itu adalah Nafira yang baru pulang dari kantornya karena ia tidak mendengar suara mesin kendaraan yang memasuki pelataran rumah. Nafira selalu menggunakan taxi. Elang buru-buru turun karena yang terlebih penting saat ini adalah kondisi Nafira jika mendapati keadaan rumah yang berbeda.

"Lang? Kok sepi banget? Senja sama Raja belum pulang, ya? Terus tadi ada figura yang pecah? Kok di depan banyak serpihan sampah kaca, sih?" Rentetan pertanyaan dari Nafira membuat Elang memucat. Salahkan ia yang sebagai laki-laki tidak pandai dalam hal menyapu dan mengepel. Ia suka kebersihan, namun bukan dalam artian menyapu atau membersihkan sampah.

"Lang? Mama tanya kok malah diam!"

Belum sempat Elang menjawab, seseorang yang sama sekali tidak diduga kedatangannya masuk begitu saja dalam rumah mereka dengan raut panik. Nafira yang lebih dulu menyambut kedatangan tamunya mulai menyapa.

"Loh? Awan? Ada apa?"

"Selamat malam, Tante. Maaf mengganggu dan tidak sopan masuk begitu saja. Saya akan jelaskan nanti, tapi bisa minta tolong kasih tau saya dimana kamar Allun?" Awan terlihat begitu khawatir. Gerak-geriknya sama sekali tidak nyaman jika harus berlama-lama ditahan oleh Nafira di situ.

"Tap-"

"Ikut gue, Mas!" Elang memotong ucapan Nafira dan langsung berlari menaiki tangga kembali diikuti Awan yang juga berlari. Nafira masih bingung dengan situasi yang terjadi namun tetap berjalan menuju kamar Allun meski tidak berlari seperti dua laki-laki tadi.

Elang berhenti tepat di depan kamar mandi Allun yang masih tertutup rapat, ia menunjuknya dengan dagu dan seakan mengerti maksud dari Elang, Awan menggedor pintu itu.

"Al, buka! Kamu kenapa? Aku udah datang, Al!" Awan terus berteriak memanggil Allun yang masih betah mengurung dirinya di dalam sana.

"Ini ada apa? Senja kenapa?" Nafira bertanya pada Elang yang masih menanti, berharap tindakan Awan membuahkan hasil dan tidak berakhir sia-sia sama seperti yang dilakukannya beberapa jam sebelumnya.

"Lang!" Sentak Nafira gusar.

"Ma, Mama bakal tahu nanti. Tapi aku harap Mama udah siap kalau nanti tahu kebenarannya."

"Lang! Kamu ini bicara apa, sih? Jangan buat Mama takut gini, dong!" Nafira memperhatikan Awan yang masih berusaha membuka pintu kamar mandi Allun.

"Al,  tolong keluar! Aku udah di sini. Aku-"

Klik!

Awan tanpa sadar menahan napasnya begitu suara pintu dibuka terdengar. Begitu sosok Allun mengintip dari celah pintu yang belum terbuka sepenuhnya, Awan menghela napasnya lega dan berniat menarik tangan Allum agar keluar.  Tapi percuma, Allun menarik tangannya kembali dan hampir menutup pintunya sebelum akhirnya mengucapkan sesuatu yang makin membuat Nafira khawatir.

"Semua keluar kecuali Awan."

Elang menahan lengan Nafira yang hendak mendekati Allun, "Senja?"

"Ma, kita turun aja. Nanti Elang jelaskan."

Di ujung Senja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang