2. Mas Ayah?

695 69 0
                                    

"Ayah sini, Nda?"

Gerakan Allun yang hendak menyuap nasi ke mulutnya terhenti, matanya melirik pada seluruh anggota keluarga yang ada di meja makan. Semua menatapnya serempak dengan tatapan; aneh.

Nafira, Sang Ibu berdeham lalu mengusap kepala Bima dengan sayang, "Maksud Bibim apa? Bibim tanyain Papa? Kan Papa ada di sini?"

"Ukan Mam.. ini Ayah! Ukan Apaa.." rengeknya sambil menunjuk Allun yang memasang tampang tak berdosa.

"Ayah siapa, Bim?" Kali ini Anthony, Sang Ayah yang bertanya dengan suara tegasnya.

"Tadi Bim mau li otat inan ama Nda ..." sementara Bima berusaha merangkai kalimat, Allun duduk dengan harap-harap cemas. Sudah pasti Bima akan menceritakan semua secara detail dan intinya akan terbongkar bahwa tadi sore dia sempat terserempet mobil karena kelalaian Allun.

"... itu Senda lepas tanyan Bim. Bim layi aki Bim dayah Mam."

Anthony melirik Allun dengan tegas karena penjelasan Bima masih belum memuaskan, "Senja bisa cerita? Gantiin Bima?"

Nafsu makannya hilang sudah. Menu ayam panggang di piringnya mendadak hambar, tidak ada pilihan lain lagi selain menjelaskan yang sesungguhnya pada Anthony. Lalu mengalirlah cerita tadi sore secara terperinci. Allun tidak bisa berbohong sebab sejak kecil sudah ditanamkan ajaran moral oleh kedua orangtuanya.

"Ya.. ya gitu deh, Pa! Senja nggak sengaja lepas--"

"Yang penting kamu udah jujur Senja. Papa kira kamu akan berkelit dan akhirnya tidak mengakui kecerobohan kamu. Untung Bim cuma lecet."

"Cuma kamu bilang?" Sergah Nafira menatap suaminya horor. "Bim masih kecil loh kalau kamu lupa, Mas!"

Belum sempat Anthony membuka suara untuk memberi pembelaan, suara bantingan pintu membuat semua yang ada melarikan pandangan mereka pada sumber suara.

Di sana, seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan baju seragam SMA yang berantakan berjalan menghampiri mereka. Tanpa kata atau sekedar senyuman, ia langsung duduk tepat di sebelah Allun sambil mencium pipi kanannya singkat.

Allun dibuat kaku karenanya. Bukan, bukan karena tindakan yang baru saja terjadi karena hal itu sudah biasa walau masih ada batas, melainkan kondisi wajah yang penuh dengan lebam dari orang yang menciumnya tadi.

"Kenapa lagi wajah kamu, Ja?" Satu pertanyaan tegas dari Anthony telah mewakili rasa khawatir Allun.

Bukannya menjawab, Rajendra Pramudya Wishaka justru mengambil porsi untuk makan malamnya. Dengan inisiatif, Allun membantu Raja untuk mengambil udang goreng yang ada di dekat Nafira tapi dengan tegas lagi Anthony melarangnya.

"Udahlah Pa, Raja pasti laper. Nanti aja negurnya," pinta Allun yang mulai was-was jika Raja akan mengamuk karena ditekan terus seperti ini.

"Iya, Mas. Ini juga meja makan. Nggak baik bicarain hal yang menguras emosi," tambah Nafira sambil melirik ke arah Raja yang memasang tampang 'bodo amat'.

"Belain aja terus anak brandal ini!"

Selanjutnya, Anthony berdiri dengan cepat tanpa menyelesaikan makan malamnya yang tinggal sedikit dan memilih ke ruang kerjanya sebelum itu berpesan pada Raja agar menemuinya setelah makan dan membersihkan diri.

"Tawur lagi?" Elang, yang memang type anak pendiam sejak tadi enggan bersuara akhirnya bertanya pada Raja, adik kembarnya.

Elang harus bersabar memiliki adik macam Raja yang ditanya baik-baik tetapi tidak menjawab, malah menyendokkan nasi ke dalam piringnya lagi secara kasar.

Di ujung Senja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang