Dalam dunia ini, segala sesuatu tentu berlawanan. Ada yang baik, jahat pun ada. Penyuka kopi, pasti ada yang menikmatinya ditambah campuran krim susu. Begitu pula penikmat rinai hujan, tentu ada yang kurang menyukainya dan lebih menikmati momen dimana senja hadir menghiasi langit.
Allunan Senja Melodyana.
Lahir tepat dua puluh tahun yang lalu di tengah indahnya senja yang menjadi saksi bisu lahirnya seorang putri cantik dari keturunan Wishaka. Merupakan murid cerdas yang menyelesaikan masa SMP melalui program akselerasi. Tengah berusaha keras agar dapat menyelesaikan kuliahnya kurang dari empat tahun atau kalau tidak bisa setidaknya pas.
Seperti sekarang, Allun menghabiskan sisa jam kuliahnya di taman belakang fakultasnya. Angin yang berhembus menerpa rambut panjangnya yang hari ini tampil bergelombang. Pandangannya lurus menatap laptop yang berisi barisan huruf yang dirangkai menjadi kata dan kalimat.
"LEPAS!!"
Fokus Allun hilang mendengar bentakan itu. Matanya menyipit kala melihat dua orang yang sepertinya sepasang kekasih tengah berargumen. Perempuan yang terlihat risih dengan perlakuan laki-laki yang menarik paksa tangan kekasihnya.
Niat hati tidak peduli, namun ringis kesakitan gadis itu membangkitkan ketidaksukaan Allun pada hal yang berbau kekerasan. Ia segera bangkit dari posisinya, meninggalkan Sasmita yang sejak tadi bersandar pada Allun untuk tidur, terhantuk di rumput begitu saja.
"Allun kampret!"
Tidak memperhatikan protes Sasmita yang memakinya, Allun segera menepis tangan laki-laki yang tingginya jauh di atas Allun itu. Namun ia tidak terlihat takut sama sekali.
"Banci itu sukanya main fisik dengan yang lemah!" Sinisnya dengan menatap tajam. Perempuan yang tadi sudah menangis langsung bersembunyi di balik punggung Allun.
Laki-laki di depannya tertawa remeh, "Lo siapa? Nggak perlu ikut campur urusan gue!" Dengan cekatan laki-laki itu hendak menarik tangan kekasihnya lagi namun Allun lebih gesit.
"Jangan pacarin anak orang kalo lo cuma berani main tangan!" Allun kembali berulah dengan menarik kerah laki-laki tinggi itu.
"Urusan lo apa sama gue!" Bentak laki-laki itu sambil menunjuk Allun yang masih bertahan raut judesnya.
Kembali Allun menepis tangan yang menunjuknya dengan emosi memuncak, "Gue nggak ada masalah sama lo! Tapi dengan sikap lo kayak gitu sama dia itu sama aja ego gue sebagai perempuan tersentil. Lebih baik sekarang lo pulang! Belajar lagi tentang apa itu arti menghargai, kalo udah selesai belajar lo boleh balik lagi ke gue dan cewek ini bakal balik ke lo! Anak ingusan udah sok!"
Sasmita melihat itu semua. Ketika Allun mengeluarkan sisinya yang lain. Sisi di mana jarang dikeluarkan kecuali Allun dalam kondisi sangat marah. Menurut Sasmita, semua perkataan Allun tadi hanya kalimat biasa yang kalau laki-laki di depannya itu membantah, maka Allun akan kalah juga. Tapi entah kenapa perkataan Allun sepertinya ampuh. Laki-laki tadi langsung menghela napas kesal dan berbalik pergi. Tanpa ada ancaman atau tindakan anarkis lainnya.
Sejak dulu auranya kalo bentak orang kagak berubah ya temen gue..
"Lun?" Panggil Sasmita pelan. Ia harus berhati-hati jika Allun sedang dalam mood seperti sekarang.
Kejadian tadi rupanya sudah menjadi perhatian beberapa mahasiswa. Keberanian Allun patut dihargai. Mereka hampir tidak mengira bahwa Allun dapat berkata kasar, dalam artian memaki untuk kebenaran. Karena yang mereka tahu, seorang Allunan dari Fakultas Psikologi adalah seorang yang kekanakan tapi lembut.
Pernah dengar kalimat Marahnya orang pemarah jauh lebih baik daripada marahnya orang yang sabar?
Beberapa orang mengenal Allun karena pembawaan gadis itu yang ceria dan penyayang. Tergabung dalam aggota tim padus yang beberapa kali berani mengikuti lomba solo sampai ke tingkat Provinsi. Hendak mengikuti ajang menyanyi, tapi Nafira tidak mengizinkan. Takut Senja nggak pulang, katanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/144191775-288-k690735.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di ujung Senja (SELESAI)
General Fiction"Maksudnya yang mana sih, Lun? " "Itu! Yang itu!" "Mana? Ada banyak orang di arah sana!" "Itu yang baca buku! Pakai kacamata frame hitam biru!" "Lo serius?! Jangan dia, Lun! Gue mohon!" Gadis itu tersenyum penuh binar pada seorang laki-laki yang sed...