12. Mama Setuju!

274 31 0
                                    

Happy reading!!!




Langkanya menghasilkan keturunan bergender perempuan membuat Stevanus Wishaka patut merasakan syukur jika pada akhirnya semua jawaban doanya dengan mendiang istri terjawab dengan hadirnya Allunan yang saat itu sudah seperti alunan syahdu tersendiri bagi keluarga Wishaka ketika tangisnya menggema untuk pertama kalinya begitu ia dilahirkan ke dunia ini.

Pada generasi selanjutnya, melalui cucunya yang bernama Alfa, lahir kembali putri kecil yang menggemaskan. Menambah sukacita Stevanus di usianya yang sudah kepala delapan namun masih diberi kesehatan walau yang namanya penyakit tua itu tidak bisa dihindari lagi. Kesehariannya kini hanya duduk pada kursi goyang kebesarannya yang berada di taman belakang. Ditemani majalah bisnis dan radio tua yang masih berfungsi.

Stevanus termasuk orang yang masih melestarikan barang-barang lama dan kuno. Walau radio miliknya sudah tidak bisa menyiarkan siaran yang studio yang sudah lama tutup, tapi jangan salah pandangan. Beliau masih menyimpan beberapa kaset lama yang memuat beberapa lagu klasik, masih berbau jadul. Menikmati angin sore di tengah gemericik air kolam ikan, telinganya mendengar derap langkah yang sangat dikenalinya walau matanya masih terpejam. Bibirnya tertarik ke atas, menunjukkan senyuman mengejek pada langkah orang yang mendekatinya. Ketika langkah itu berhenti, Stevanus menggumamkan sesuatu yang membuat orang di belakangnya merasa bersalah.

"Dua minggu..."

Perlahan, kedua kelopak mata yang kulitnya sudah keriput di bagian ujung itu terbuka. Menatap ke depan dengan tatapan menerawang, "Sudah dua minggu kamu mengabaikanku, Senja."

Orang itu, Allunan Senja Melodyana, meremas ujung kemejanya dengan gugup. Ia baru saja pulang dari panti asuhan tempatnya menjadi relawan.

Semuanya baik-baik saja sampai suster Ina yang merawat Stevanus menghubunginya untuk mengatakan bahwa dari siang Stevanus tidak mau makan dan meminum obatnya. Sudah dapat dipastikan bahwa jika begini artinya Opanya itu sedang berusaha mencari perhatiannya.

"Maaf, opa.." lirihnya juga merasa bersalah. Dua minggu ini ia disibukkan dengan persiapan menjelang ujian semesternya juga beberapa persyaratan sebelum melaju pada skripsi.

Stevanus tidak tinggal sendirian. Tentu saja ia juga harus bersyukur akan hal ini. Sebab keenam anaknya tidak berniat menyerahkannya ke panti jompo atau dirawat oleh suster. Keberadaan suster Ina hanya sampai pukul 5 sore karena selanjutnya akan ada keluarga kecil dari Ryan yang memutuskan untuk tinggal di sini. Sebenarnya Arsya lebih menyarankan untuk bergantian menjaga Stevanus semenjak Galea meninggal. Setiap satu minggu akan ada satu keluarga dari anaknya yang menginap, tapi Anugerah menolaknya dengan halus. Setiap keluarga pasti memiliki kesibukan masing-masing dan tidak bisa diprediksi apakah ke depannya ada rencana atau tidak.

Selain itu, Steffan dan Aklius pastinya lebih berat karena mereka tinggal jauh dari kota ini. Steffan yang menjadi petinggi di kepolisian mengharuskannya bertugas di luar kota yang tidak pasti kapan bisa pulang, kecuali ketika lamaran Boby saat itu sedangkan Aklius lebih sering ke Canada untuk mengunjungi Daniel sekaligus mengurus sahamnya yang ada di sana dan ia tentu tidak bisa meninggalkan Reni dengan dua anaknya di rumah keluarga Wishaka jika tidak ada satu pria dewasa yang menjaga mereka semuanya, termasuk Stevanus.

Maka jadilah Ryan yang saat itu masih belum memiliki keinginan untuk membeli rumah, lebih mengalah dan memutuskan tinggal di sini bersama keluarga kecilnya. Suatu kebetulan sekali karena Ryana adalah seorang dokter kandungan yang sejak lama membuka praktek di luar daerah perumahan kediaman keluarga Wishaka.

Kembali pada masa sekarang, dimana Stevanus memberi kode melalui jarinya agar Allun mendekat. Ia sebenarnya hanya merindukan cucunya yang satu ini.

Di ujung Senja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang