Ketujuh langkah kaki itu berderap sepanjang lorong, sesekali menyunggingkan senyum palsu pada para pelayan yang membungkuk hormat pada mereka.
"Tuan River, apa yang anda lakukan di sini? Sebentar lagi akan ada gerhana." tanya Dexter yang berpapasan dengan mereka tepat saat ketujuh pemuda itu hendak keluar ke kebun belakang.
River membeliak terkejut, menghentikan langkahnya tiba-tiba membuat teman-temannya yang lain bertabrakan punggung dan wajah. "Oh, Dexter. Mmm.. Tidak, kami mau ke istal. Axel ingin belajar berkuda lagi. Iya kan?" River menyikut Axel yang berdiri di sampingnya.
"Uh.. Iya." Axel menyengir sekenanya.
"Hanya sebentar, kami akan kembali saat gerhana dimulai." River meyakinkan.
Sebelah alis Dexter terangkat, River menggigit bibir bawahnya berharap vampire itu tidak menanyakan lebih lanjut. River menghela napas tertahan setelah Dexter akhirnya tersenyum, "Baiklah, semoga tuan Axel cepat bisa menunggang kuda." Kemudian Dexter pergi ke dalam kastil.
"Hampir saja!" Rex memegangi dadanya.
"Ayo, kita tidak punya waktu lagi. Gerhana akan segera dimulai." River kembali melangkahkan kakinya, bukan ke istal, melainkan melewati kebun bunga Aura, menuju menara belakang.
"Ken, Arsen kalian baik-baik saja?" tanya Aro, wajahnya khawatir.
Ken mengangguk ragu, "Ya, aku rasa."
Arsen menatap ke langit, wajahnya cemas. "Kalau terjadi sesuatu pada kami. Rex, kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?" Arsen melirik anak Dewa Ares itu.
Rex mengangguk mantap. Meski dia tidak yakin bisa melakukannya.
Tujuh pemuda itu memasuki menara belakang, hanya ada beberapa pelayan perempuan di sana. Mereka mempercepat langkah menaiki anak tangga yang melingkar sampai ke atas menara.
"Dia tidak ada di sini, kan?" River bertanya saat tangannya hendak membuka pintu kayu kamar Helena.
"Aku lihat dia pergi bersama Irene tadi pagi. " Ken menjawab sembari matanya melirik sekeliling, menajamkan telinganya. Meski ini adalah bagian dari rumah River, namun masuk ke kamar orang lain tanpa izin adalah sebuah pelanggaran.
River mendorong pintu itu, suara deritannya membuat jantung mereka berdesir. Kosong, Helena tidak ada di sana. Semerbak wangi mawar tercium dari kamar itu, membawa perasaan aneh pada Rex seolah pemilik aroma itu berada di sana.
"Kita harus mencari pintunya!" perinta River. Teman-temannya bergerak ke seluruh penjuru kamar.
"Haruskah aku bilang pada ayahmu, kalau kau menyelinap ke kamarku, Oriver?"
Tubuh mereka menegang, suara lembut itu membuat bulu halus mereka meremang. Ketujuh pemuda itu menoleh pada Helena yang sedang berdiri di depan pintu dengan kedua tangan terlipat ke dada. Sementara Irene berdiri di belakangnya, menatap tajam pada Arsen menuntut penjelasan.
"Kau bilang dia pergi dengan Irene."desis Aro pada Ken.
"Aku juga tidak tahu." jawab Ken setengah berbisik.
River mendekati saudaranya itu, "Helena, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kami ke sini mencari.."
"Pintu ratapan, kan?" suara sepatu Helena terdengar seiring bergesekannya sepatu itu pada lantai kayu.
"Dari mana kau tahu?" Arsen menatap Helena curiga.
Helena menghela napas, lantas duduk di pinggiran tempat tidurnya. "Pintu itu, hanya cerita mitos River. Dan kenapa kau yakin pintu itu ada di kamarku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
ФэнтезиOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...