[27] : Sebuah Peta

3.7K 811 21
                                    

Oriver, mengamati dua orang yang sedang berlatih pedang malam-malam dekat istal dari salah satu jendela yang berada di Gryha. Tidak sengaja, sih. Dia kebetulan lewat, sedang mencari tempat yang sepi meskipun di sana memang selalu sepi. Di tangannya, ia membawa buku harian Ariana, sudah lama dia tidak membacanya lagi. Meskipun dia sudah hapal isi buku harian itu, tapi ketika dia sedang merindukan ibunya seperti sekarang ini, rasanya rasa rindu itu sedikit terobati dengan membaca buku harian ibunya.

Samar-samar,River masih bisa mendengar gelak tawa Helena dan Rex dari kejauhan.

"Sepertinya, Rex sudah tidak takut lagi pada Helena."

River memalingkan wajah, Puteri Irene dengan balutan gaun tidurnya menghampiri River yang bersandar pada jendela tanpa kaca itu. "Kau belum tidur?"

Puteri Irene menggeleng, lalu menyandarkan diri di samping River, ikut menyaksikan Helena dan Rex berlatih pedang di luar sana. Senyum kecilnya terukir, membayangkan betapa senangnya memiliki seorang kawan yang bisa diajak berlatih seperti itu, bertukar tawa, sesuatu yang tidak bisa sang Puteri dapatkan ketika di Elios, hanya kesepian yang dia rasakan selama berada di sana. Setelah ini, agaknya dia memang harus mengucapkan terima kasih pada River dan kawan-kawannya karena sudah membuatnya merasa tidak kesepian lagi.

"Itu semua berkatmu." ucapan River membuat Puteri Irene meraih kesadarannya kembali.

"Aku?" Puteri Irene menaikan sebelah alisnya.

"Karena kau sudah merubah penampilan Helena, jadi Rex tidak takut lagi padanya." jawab River sembari menyunggingkan senyum miring, mengingat bagaimana salah satu temannya itu dibuat ketakutan dengan dandanan Helena yang sebelumnya, sejujurnya saja memang terlihat sangat menakutkan, dengan lipstik ungu dan hitamnya itu.

Puteri Irene tertawa kecil, "Menyenangkan punya saudari perempuan." katanya.

"Ya, kau jadi bisa berbagi isi hatimu dengannya. Bercerita tetang masalah hatimu, mungkin." Goda River.

Sang Puteri merotasikan matanya kesal, akhir-akhir ini River jadi sering menggodanya. Atau jangan-jangan River tahu tentang masalah imprint itu?

"Kau sedang membaca apa?" Puteri Irene mengalihkan pembicaraan, menatap buku yang dipegang  River.

"Buku ibuku." jawabnya, ia menyerahkan buku itu pada saudarinya.

Puteri Irene membuka halaman demi halaman buku itu, membacanya sekilas sambil tersenyum-senyum sendiri membaca kisah Ariana. "Senang, ya. Setidaknya kau punya sesuatu yang membuatmu merasa dekat dengan ibumu. Kau beruntung, River." ucap sang Puteri, sambil meneruskan membaca.

"Kau.." River tidak melanjutkan ucapannya, dia tahu Puteri Irene juga kehilangan ibunya ketika melahirkannya. Mereka memiliki kisah yang sama, hanya saja mungkin benar apa yang dikatakan Puteri Irene, River sedikit beruntung karena masih memiliki sesuatu yang membuatnya merasa dekat dengan sang ibu.

Perhatian  River teralihkan ketika pada sebuah halaman, di bagian belakang buku yang sedang Puteri Irene baca sebuah kertas berwarna cokelat meluncur jatuh, tepat di depan kakinya. River menunduk, memungut kertas yang terlipat menjadi sangat kecil itu. Sebelumnya dia tidak pernah tahu bahwa ada kertas seperti itu terselip di sana, mungkin karena ukurannya yang terbilang kecil.

"Apa itu?" tanya Puteri Irene ketika River membuka kertas itu.

River menahan napas, matanya membulat terkejut kemudian berpandangan dengan Puteri Irene yang juga memiliki ekspresi keterkejutan yang sama dengannya, "Ini sebuah peta." kata River.

Kertas itu agaknya sudah sangat tua, kertas itu juga tidak utuh, tulisannya yang sedikit memudar, dan River mengasumsikan bahwa peta itu tidak utuh seperti dibagi dua dan sengaja  disobek, namun sebelah sobekan peta itu tidak ada di dalam buku harian itu setelah River mengeceknya lagi.  namun yang membuat River dilanda kebingungan adalah dua hal ini; Kenapa peta itu ada di dalam buku harian Ariana? dan ke mana sebelah robekan peta yang satunya berada?

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang