Hari itu cuaca sedang bagus, matahari bersinar lebih cerah namun terasa hangat. Kastil Elios terlihat sangat berkilauan saat terpapar sinar matahari.
Dan Arsen, sepertinya bisa melihat dua matahari di Elios, yang satu menjelma menjadi sosok bersinar penuh pesona bernama Irene Clow yang sedang menguncir rambut hitamnya sembari berjalan menurui undakan tangga. Ya, sepertinya Arsen benar-benar jatuh cinta.
Hari itu, Puteri Irene mengajak mereka untuk pergi ke pusat kota. Tapi kali ini, tidak lewat hutan Alos, melainkan jalan beraspal yang lebih baik. kompak keenam pemuda itu melirik Axel ketika tahu ada jalan lain untuk sampai ke Kastil Elios selain hutan Alos.
Mengingat bagaimana mereka harus melewati hutan gelap itu beberapa minggu lalu bahkan hampir dirampok, tapi Axel hanya mengedikan bahu sambil naik ke atas kudanya.
“Puteri, anda yakin tidak ingin ada pengawalan?” tanya komandan yang tempo hari menangkap River dan kawan-kawannya yang akhirnya mereka ketahui bernama Ed.
Puteri Irene merotasikan matanya jengah, “Tidak perlu, kau tidak lihat siapa saja yang bersamaku?” tanya sambil melemparkan pandangan pada River.
“Tenang saja, kami akan menjaga Puteri Irene.” Bukan, itu bukan River yang menjawab.
“Arsen?” Aro menatap Arsen aneh.
Arsen balas menatap Aro sembari menaikan satu alisnya, “Kenapa? Aku salah?” tanyanya.
Puteri Irene berdehem, entah kenapa dadanya jadi berdebar. Oh, ini sangat salah! “Pokoknya, jangan ada yang mengikutiku, mengerti?”
Ed menunduk hormat, “Ya, Puteri.”
“Ayo, Phanter.” Puteri Irene menarik tali kekang kudanya, mengisyaratkan kudanya –Phanter, untuk mulai berlari. Kuda sang Puteri berlari melewati gerbang Kastil, disusul tujuh kuda lain di belakangnya.
***
Kuda mereka berjalan melewati jalanan datar, lalu sungai kecil dan memasuki jalan pedesaan. Rumah-rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu. Mengingatkan Arsen akan pondok Benjamin di Speranta.
Beberapa penduduk yang melihat sang Puteri melintas membungkuk hormat, Puteri Irene hanya tersenyum lalu meneruskan perjalanan.
Di belakangnya, ketujuh pemuda di atas kuda mereka itu sibuk berbincang-bincang, atau sekedar mengagumi pemandangan pedesaan Elios, mengingatkan mereka akan desa-desa yang ada di Constanta, pergi beberapa minggu membuat mereka rindu. Meskipun biasanya mereka juga meninggalkan Constanta untuk pergi ke Speranta, tapi sekarang rasanya berbeda.
“Ah, aku jadi rindu danau Teros.” Kata Rex saat melewati sebuah danau tak jauh dari peternakan babi.
Puteri Irene menoleh sedikit ke belakang, memperlambat laju kudanya. “Ceritakan tentang Constantine, aku banyak mendengar tentang daerah itu tapi aku belum pernah ke sana.” Katanya.
“Constantine sangat indah.” Sahut Aro, “Ya, peradaban di sana jelas lebih maju dari pada di sini.” Lanjutnya.
Puteri Irene mendelik, “Maksudmu kami kuno?” tanyanya tidak suka.
Aro tergagap, “B-bukan begitu maksudku. Arsen..” Aro melirik pada Arsen, “jelaskan padanya!”
Kening Arsen berkerut, kenapa juga dia yang harus meluruskan perkataan Aro pada Puteri Irene? Namun melihat Puteri Irene nampak kesal membuatnya menghela napas. “Beberapa yang ada di Elios mirip Constatine, desa-desa ini, orang-orangnya yang ramah. Bedanya, kami sudah tidak menaiki kuda lagi di sana, sudah ada bus sebagai alat transportasi.” Jelas Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasíaOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...