River, lagi-lagi berjalan di lorong sebuah bangun kastil yang terasa asing. Wangi bunga lila memenuhi penciumannya, sejauh matanya memandang hanya terang remang dari obor yang menyala di sepanjang lorong berdinding kelabu dengan jendela-jendela yang terbuka. Menampakan bulan purnama yang bersinar di langit tempat yang tidak River ketahui.
Mata bulatnya menangkap sosok bayangan di ujung lorong, River mendekat pelan. Langkahnya tidak terdengar menggema seolah kakinya tidak menapak pada lantai.
"Ayah sepertinya sudah curiga." River bisa mendengar dengan jelas suara halus seorang wanita setengah berbisik.
Di ujung lorong, seorang wanita berparas cantik dengan gaun berwarna salem serta rambut cokelat keemasan ikal yang menjuntai dengan indah itu tengah bersandar di dada seorang pria dengan jubah hitam dan tudung menutupi wajahnya.
"Aku bisa menemui ayahmu sekarang juga kalau kau mau."
Jawaban pria itu membuat sang wanita mendongak cepat, "Tidak, aku tidak mau ayah melukaimu." tangan wanita itu bergerak mengusap wajah sang pria, yang River asumsikan sebagai kekasihnya. Wanita itu tiba-tiba menatap panik ke sekeliling, "Ada yang datang, pergilah! sebelum mereka melihatmu."
Samar, River juga mendengar suara langkah kaki mendekat.
Pria itu mencium bibir sang kekasih sebentar, "Aku mencintaimu, Ariana."
"River! River! River!"
River terbangun dengan gusar karena gedoran bar-bar beserta teriakan namanya di pintu kamar. Dia menaikan selimutnya sampai batas kepala, mencoba memejamkan mata kembali, berharap si pengedor pintu sudah menyerah.
"Oriver! buka pintunya!" teriakan Axel justru semakin keras terdengar. "Buka, atau aku dobrak!" Axel berteriak sambil terus menggedor dengan keras.
River decak kesal, "Iya, iya. Aku sudah bangun!" River ganti berteriak, lalu turun dari tempat tidurnya. Segera membuka pintu, sebelum Axel benar-benar merusakan engsel pintu kamarnya. Dilihatnya wajah Axel yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan tidak sabar. Anak-anak rambutnya yang sudah panjang menutupi sebagian matanya, meski River tahu mata itu jelas sedang menyipit padanya.
"Kau ketiduran?" tanyanya.
"Iya." Jawab River singkat, "ada apa?"
"Mereka sudah datang." Axel menunjuk ke bawah dengan dagunya, "cepat turun, kita ada janji kan sore ini." Axel mengingatkan. Melihat gelagat River yang terlihat berpikir, Axel bisa menyimpulkan sesuatu. "Kau lupa, ya?"
River menjawab dengan cengiran khasnya.
Axel mendesah kesal, "Akhir-akhir ini kau sering lupa, mungkin itu tandanya kau bertambah tua." Ledek Axel yang hanya ditanggapi dengan dengusan River. "Yasudah, cepat ke bawah, ya." Kata Axel lagi, sebelum turun ke bawah.
River masuk kembali ke kamarnya, berjalan ke arah lemari besar tempat menyimpan baju-bajunya. Digantinya kaos putih polos yang dipakainya dengan kaos hitam berlengan panjang, juga celana pendeknya dia ganti dengan celana chino abu-abu. River menyisir rambutnya yang sudah berwarna cokelat sekarang, mengambil karet gelang, mengikat rambut kecokelatannya yang mulai panjang, dia terlalu malas untuk sekedar pergi ke Barber shop guna memangkas rambutnya yang sudah lewat sebatas telinga.
Netra River tertumbuk pada sebuah simbol yang bulan lalu baru saja dia dapatkan, saat melawan Vernon. Sebuah simbol yang dia ketahui sebagai simbol iluminati, simbol yang sama seperti yang dimiliki oleh Vernon. Entah kenapa, sejak dia mendapat tanda itu, hampir setiap malam rasanya River selalu bermimpi yang sama, tempat yang sama, seorang wanita berpakaian kerajaan dengan pria bertudung hitam, River yakin pernah melihat wanita itu disuatu tempat, tapi bahkan saat mimpi itu terus berulang mendatanginya, River tidak bisa mengingatnya. River meraba tanda di leher kirinya itu sebentar, sebelum akhirnya keluar dari kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasyOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...