Mereka dibawa ke salah satu ruangan di dalam kastil, ruangan berukuran sedang tanpa jendela, empat lampu gantung dengan lilin-lilin yang menyala sebagai penerangan tergantung tepat di tengah langit-langit.
Di bawahnya meja makan panjang sudah dipenuhi dengan berbagai makanan yang langsung menerbitkan air liur mereka, tanpa diperlu di suruh oleh Dexter, mereka menyerbu meja makan dengan semangat, ya mereka, kecuali River yang duduk dengan enggan di sana.
"Kalau kalian butuh sesuatu, kalian bisa mencari saya." Ucap Dexter setelah melihat para tamunya sudah mulai sarapan, "Saya permisi." Dexter, sekali lagi membungkuk, lalu keluar dari ruang jamuan.
Tidak ada yang bersuara selama sarapan, hanya ada bunyi garpu dan sendok yang saling beradu dengan piring keramik, mereka terlihat menikmati waktu sarapan itu.
Jelas saja, kemarin malam mereka tidak makan sama sekali, perbekalan mereka juga sudah habis, saat melihat makanan yang banyak dan terlihat lezat itu barulah mereka merasa sangat lapar.
"Hmm, roti ini mirip dengan roti di Elios, rasanya sangat mirip." Komentar Puteri Irene saat menggigit sepotong roti keju dari piring.
"Tapi Helena itu ternyata baik juga. Penampilannya memang sedikit menyeramkan," Maxime mengingat bagaimana wajah gadis vampire yang memakai menyapukan lipstick hitam ke bibirnya kecilnya itu, juga rambut keritingnya yang terlihat mengembang halus, juga tingkahnya yang agak terlalu bersemangat. "Tapi dia menyediakan makanan manusia untuk kita." Lanjutnya.
"Sepertinya, aku mendengar namaku disebut."
Pemuda itu hampir tersedak, bukan, bukan Maxime yang baru saja menyebut nama Helena yang bereaksi seperti itu. Itu Rex, yang sekarang sedang menepuk-nepuk dadanya sendiri, Arsen yang duduk di sebelahnya langsung memberinya minum, kemudian menepuk-nepuk punggung temannya yang masih terbatuk.
Ketukan sepatu boots hitam Helena pada lantai memenuhi ruang jamuan yang mendadak sunyi. Sejurus kemudian, Helena tertawa sedikit keras, pasalnya wajah mereka yang tengah duduk di meja makan terlihat sangat tegang. "Kenapa kalian tegang begitu? Pelayan kami tidak keliru menuangkan darah ke cangkir kalian bukan?" tanyanya.
Panik, mereka melirik gelas masing-masing, memastikan air yang berada di dalam cangkir berkaki ramping itu adalah air putih, bukan darah atau semacamkan.
Yah, kalau gelas River dan Axel, sih, tidak masalah. Tapi, yang lainnya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau mereka meminum darah.
Helena berjalan lebih dekat, "Apa kalian suka makanannya? Aku membeli itu semua di Elios." Katanya, "Termasuk roti yang sedang kau makan itu, Irene. Aku dengar, itu roti paling terkenal di Elios, tentu kau mengetahuinya." Tunjuknya pada roti yang masih berada dalam genggaman Puteri Irene.
"Jadi benar ini roti dari Elios?" tanyanya antusias, "Pantas saja, aku seperti familiar dengan rasanya." Kemudian dia menggigit roti itu dalam kunyahan besar.
"Terima kasih sudah repot-repot menyiapkan ini semua untuk kami, Helena."Kata Aro.
Helena mengibaskan tangannya, "Tidak masalah," kemudian dia merangkul River yang berubah kaku, "River kan saudaraku, begitu juga Puteri Irene, ini sudah kewajibanku untuk menjamu kalian dengan baik." Helena mengedarkan pandangan, lalu matanya terakhir tertuju pada Rex yang sedari tadi hanya menunduk tidak berani menatap Helena, justru itu membuat Helena sekarang ingin sekali menggigit pipi Rex yang sedikit kemerahan dan juga berisi.
"Di mana yang lain?" Ken bertanya.Helena melepaskan rangkulannya dari River, "Ibu sedang mengurus taman bungannya, kakek Philip dan Redmund sudah pergi dari subuh tadi, kalau paman Daryn.." kalimatnya menggantung, saat dilihatnya orang yang dibicarakan memasuki ruang jamuan. "Ini dia Paman Daryn." Katanya, "Selamat pagi, Paman." Sapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasiOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...