Sekarang, Aro mengerti semua nya. Kenapa Axel sangat bersemangat agar mereka pergi ke Ignorend, kenapa Axel sangat tahu betul tentang Elios juga Vlad. Bukan hanya karena dia mengetahui semua nya dari buku, tapi karena memang Axel sengaja menuntun mereka ke sana.
Bukan kah Axel sama licik nya seperti Cedrik? Bagaimana bisa kedua orang itu terlihat sangat baik namun memiliki niat jahat seperti ini meski Axel bersikeras bahwa dia tak pernah bermaksud membuat mereka semua dalam bahaya, tetapi seperti nya mereka sudah tak bisa mempercayai Axel lagi setelah pemuda itu mengkhianati mereka seperti ini.
"Apa yang kau dapatkan dengan menjualku pada mereka?"
"River aku tidak.."
"Apa yang mereka berikan padamu sampai-sampai kau melakukan hal rendah seperti ini?!" River berteriak, meronta minta dilepaskan agar bisa menyarangkan pukulan pada wajah Axel. Sialnya, justru kenangan mereka sedari kecil tiba-tiba saja berputar kembali, membawa rasa kecewa yang lebih besar dan menumpuk di hati River membuat dadanya terasa sesak, bahkan ketika dia merasa ingin menangis sekarang air mata nya tak bisa keluar. Bagaimana bisa kepercayaan yang dibangun sangat lama itu harus runtuh dalam sekejap seperti ini, dengan cara yang terlalu menyakitkan bagi River.
"Kau tidak ingin menjawab pertanyaan temanmu, Axel?" Cedrik bertanya, membuat pandangan Axel tertuju pada Cedrik kembali. Axel seratus kali lipat semakin membenci lelaki itu, lelaki yang sudah menjeratnya dalam tipu muslihat hingga ia membahayakan teman-teman nya, terutama River seperti ini.
Axel mengigit bibirnya, dia yakin teman-teman nya di belakang sana sedang memberikan sumpah serapah pada nya di dalam hati mereka. Juga River, bagaimana terluka nya River dari tatapan nya pada Axel. Axel mengutuki diri nya dalam hati, seandai nya dia tidak membuat perjanjian itu. Seandainya dia tidak terlalu serakah, seandainya dia sadar lebih awal bahwa Cedrik tak lebih dari seorang yang penuh tipu muslihat.
"Aku rasa drama ini tidak perlu dilanjutkan terlalu lama." Dexter membuyarkan pikiran Axel.
Tangan Cedrik terulur pada Axel, "Berikan pedang mautnya padaku, sekarang." ucapan nya terasa seperti perintah, namun kaki Axel terasa terpaku di tanah oleh rasa bimbang dalam hati nya. Cedrik menatap Axel dengan alis setengah naik dan kening berkerut memindai gelagat Axel, "Kau ragu?"
"Kau sudah berbohong padaku!" Axel menatap pada manik Cedrik yang berwarna keemasan, merasa diri nya palinh hina karena sudah termakan rayuan Cedrik untuk mengkhianati teman-teman nya. "Kau menyakiti teman-temanku, kau..kau bilang kau tidak akan menyakiti siapapun!"
Tetapi Cedrik hanya tertawa, "Aku tak berbohong padamu, Axel." jawab nya. "Aku tidak akan menyakiti teman-temanmu, tapi mereka sendiri lah yang membuat aku harus menyakiti mereka seperti ini." mata Cedrik berkilat, pertanda tak sabar. "Ayolah Axel, jangan membuat ini semakin rumit. Kau hanya harus memberikan pedang itu padaku, dan Lucifer akan membangkitkan kedua orang tuamu dari kematian seperti janjiku."
Baik River dan teman-teman nya yang lain menujukan pandangan pada Axel yang menunduk dalam dengan tangan menggenggam pedang maut itu kuat-kuat. Jadi inikah alasan dari pengkhianatan Axel?
"Itu alasan nya kau mengkhianati kami?"Vernon mendekat pada River, mencondongkan wajah nya pada pemuda itu lalu berkata, "Ah benar, bukan kah kalian sudah tinggal bersama sejak lama? Kalian sudah seperti keluarga bukan? Tapi sayangnya, kau jelas tidak lebih berharga dari keluarga Axel yang sebenarnya." Vernon lalu tertawa keras, tawa penuh ejekan itu seperti palu yang menghantam tepat ke dada River.
Apa yang dikatakan Vernon adalah benar, dia harusnya sadar bahwa dia memang tak lebih penting dari keluarga Axel yang sesungguhnya. River jelas tak bisa menyalahkan Axel seratus persen atas pengkhianatan yang dia lakukan karena Axel melakukan ini untuk keluarga nya sendiri, dan River tak ada di dalam nya.
"Pikirkan baik-baik, Axel." suara Cedrik kembali mengudara. "Kalau kau membantu ku membangkitkan Lucifer, kau bisa berkumpul lagi bersama ayah dan ibumu. Kau bisa punya keluarga yang utuh lagi, kau bisa memiliki kehidupan baru yang sempurna dan bahagia."
Cedrik dan mulut manis nya, Aro ingin sekali meminjam petir ayah nya untuk menghanguskan lelaki itu sekarang juga. Mulut nya lebih berbisa dari pada ular beracun mana pun.
"Axel, jangan dengarkan dia!" teriak Rex dari belakang, Axel menatap nya pada anak sang dewa Ares tatapan yang tak terbaca. "Kau hanya dimanfaatkan oleh mereka, jangan dengarkan mereka!"
"Kau tahu Axel," Cedrik kembali berucap. Menarik perhatian Axel kembali. "Aku mengerti perasaanmu yang kehilangan kedua orang tuamu, aku juga mengalami hal yang sama. Aku, tidak ingin ada orang lain yang mengalami hal yang serupa denganku. Tapi sebentar lagi, aku akan bisa membawa ayahku kembali begitupun dengan kedua orang tuamu."
"Axel kau tidak akan sebodoh itu untuk mempercayai perkataan nya!" Maxime ganti berteriak di belakang. Kemana pergi nya Axel yang Maxime ketahui sangat pandai itu, murid kesayangan semua guru di Speranta, yang dia lihat sekarang hanya seorang pemuda bodoh yang berjalan perlahan-lahan pada Cedrik yang menanti nya dengan senyum penuh kemenangan.
"Bagus, kau membuat pilihan yang bagus, Axel."
Langkah nya yang semula pelan, menjadi penuh ketegasan. Kepala nya yang tertunduk menjadi tegap menatap pada mata keemasan Cedrik. Pemuda itu, Axel Rivallo, mengacungkan pedang maut tepat ke hadapan Cedrik.
To be continued...
P.s : aku mau kasih tahu, kalau sebentar lagi aku akan buka PO untuk Constantine 1&2
Untuk teknis dan pertanyaan akan dijawab di chapter setelah ini.
Psssttt.. Nih aku kasih bocoran cover nya
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasíaOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...