[14] : Portal

3.9K 850 38
                                    

Bisakah River mengatakan, kalau mimpi yang dia alami tadi adalah salah satu mimpi paling buruk selama beberapa minggu ini? Mimpi paling seram yang pernah dia lihat.

Bahkan terasa sangat nyata, terlebih saat sosok bermata merah itu mencekik lehernya di dalam mimpi. Sosok pucat bermata merah dengan rambut hitam klimis yang tumbuh panjang hampir mencapai pinggang itu mencekik River sembari tersenyum sinis.

Beruntung River berhasil bangun meski  dengan napas tersengal hampir kesulitan bernapas. River sangat berterima kasih pada Aro yang sudah menyelamatkanya dari mimpi buruk itu.

“Kau bermimpi apa, kali ini?” tanya Maxime saat mereka semua duduk melingkar di atas rumput.

“Tunggu, kau sering bermimpi buruk seperti ini?” Puteri Irene mengajukan pertanyaan pada saudaranya.

“Tidak juga.” Jawab River acuh, dia sedang tidak ingin membicarakan mimpi buruknya yang satu ini. Dia punya firasat buruk tentang hal itu. “Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan.” River berdiri, kemudian mengambil tasnya lalu mencangklongnya.

“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?” tanya Puteri Irene lagi, saat teman-teman River yang lain ikut bangun dan mengambil tas mereka dalam diam. Kesal karena tidak mendapat tanggapan, Puteri Irene menghentakan kaki, “Hey! Aku bicara pada kalian!”

“Tidak sekarang, Puteri.” Akhirnya Arsen yang menjawab. “Kita harus berangkat sekarang, sebelum gelap.” Arsen menyerahkan tas Puteri Irene lalu berjalan menyusul teman-temannya.

Aro menepuk bahu sang Puteri sekilas, ini bukan bagiannya untuk bicara, kalau River memilih tidak menceritakannya pada sang Puteri, berarti mereka juga tidak memiliki hak untuk itu.

***

Bergerak ke tenggara, mereka kembali masuk ke dalam hutan. Hutan yang lebih gelap, dan dingin. Hutan yang tidak mendapat cukup cahaya matahari, hutan yang membuat bulu kuduk mereka meremang saat menginjakan kaki masuk ke dalam hutan tenggara. Hutan itu mengingatkan Ken pada lembah kematian, hawanya terasa sama, Ken tidak suka.

“Tadinya, aku pikir Aro yang akan terlihat ketakutan di dalam sini.”

Aro mendelik, berniat memukul kepala Rex kalau saja tidak terhalang tubuh Arsen yang berjalan di depannya. Apa itu? Kenapa Rex selalu mengaitkan hal-hal yang tidak keren dengannya? Aro hanya menggerutu dalam hati.

“Tapi sepertinya, Ken lebih takut dari yang aku perkirakan.” Rex melanjutkan kalimatnya sembari melempar pandang pada Ken yang mengerucutkan bibirnya kesal.

“Aku bukannya takut, hanya teringat lembah kematian.” Jawab Ken.

“Apa itu lembah kematian?” tanya Puteri Irene, dia terlihat tertarik dengan cerita-cerita seputar Constantine.

“Hanya sebuah hutan yang selalu diselimuti kabut tebal.” Jawab Maxime santai, lalu setelahnya mengaduh pelan karena Ken sudah mendaratkan jitakan di kepalanya sangat keras.

“Hanya sebuah hutan kau bilang?!” suara Ken meninggi, dia ingin memberi pukulan lagi pada kepala anak Hades itu kalau-kalau itu akan membuat Maxime ingat apa saja yang sudah terjadi di dalam lembah kematian. “Aku hampir diinjak troll di sana, River hampir ke kehilangan kepalanya karena Eriol, aku ingatkan kalau kau lupa, Maxime.”

Maxime tergelak, “Tapi sekarang kalian di sini, kan? Santai saja kawan.” Maxime menepuk-nepuk bahu Ken namun pemuda itu beringsut tidak mau di sentuh.

“Kalian pergi ke tempat seberbahaya itu?” Puteri Irene bertanya lagi, betapa irinya dia dengan mereka semua yang memiliki kisa petualangan yang terdengar seru meski hanya diceritakan sepintas itu.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang