[31] : Darah Campuran Ke Tiga

3.6K 827 165
                                    

"Hei, ada lorong lagi di sini!" Tunjuk Ken pada sebuah lorong gelap di ujung lain.

River kembali membalik petanya, "Menurut peta ini, ada dua jalan menuju ke sini. Yang pertama, lewat kamarmu." River melirik Helena sekilas, "satu lagi.." jari River menyentuh peta.

"Lewat kamar hukuman."

Bukan, itu bukan River bukan pula salahsatu dari mereka yang bicara. Mereka menoleh pada sumber suara, sosok itu berjalan keluar dari lorong gelap, Wajahnya menampilkansenyuman yang justru membuat kengerian bagi mereka semua.

-------

"Dexter?"

Bahkan River ragu untuk menyebutkan nama itu, ragu karena tidak mempercayai apa yang dilihatnya sekarang. Kepala pelayan itu masih mengulas senyum ketika benar-benar sudah keluar dari lorong gelap tempatnya keluar tadi. Bukankah baru saja mereka berpapasan dengan Dexter di luar? dan sekarang dia sudah berada di sini, dengan aura yang sama sekali berbeda.

"Wah.. rupanya para tamu kita sudah datang, Dexter." Kali ini, satu sosok itu benar-benar membuat membuat mereka semua terkejut. Vernon Armstrong, melangkah keluar dari lorong gelap, mereka mungkin sudah mempersiapkan diri jika bertemu dengan Vernon di bawah sini karena mereka sudah memiliki dugaan akan hal itu. Namun, yang terjadi sekarang ini benar-benar di luar perkiraan mereka.

Vernon dan Dexter, bersekongkol.

Mereka meyakini itu, terlihat bagaimana Dexter tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan Vernon, dan bagaimana Vernon dengan santai berdiri di sebelah Dexter.

"Lama tidak bertemu, saudaraku, Oriver." Vernon tersenyum penuh kelicikan yang membuat River muak melihatnya dan ingin sekali menghajar wajah itu. Saudara katanya? Oh, ya, River akan mengakui kalau mereka bersaudara jika saja Vernon tidak sejahat itu.

"Dexter, kau bekerjasama dengannya?" tanya Helena,  dia cukup pintar membaca situasi yang sekarang terjadi untuk menarik kesimpulan itu, "Jadi, selama ini kau menyembunyikan Vernon di kastil ini?! tanyanya geram.

"Ah, Dexter sangat baik sekali padaku, Helena." Vernon menjawab, "Dia membiarkanku tinggal di ruang hukuman, dan memberiku makanan. Dia teman yang baik." Vernon menepuk-nepuk bahu Dexter dan saling bertukar senyum seolah melupakan bahwa orang-orang yang berada di hadapan mereka ini sedang menahan diri untuk tidak menyerang mereka berdua.

Sejujurnya,  Helena belum pernah bertemu dengan Vernon secara langsung.  Dia hanya mendengar cerita-cerita selintas lalu dari Aura tentang kisah Darius dan keluarganya,  dia juga hanya mendengar tentang kisah pengkhianatan Vernon dari River kemarin.  Dan sekarang dia berhadapan langsung dengan Vernon Armstrong, oh sepertinya dia gatal sekali ingin menendang wajah pemuda itu dengan sepatu bootsnya!

Mendengar jawaban Vernon membuat River mengingat kembali satu kejadian di mana dia mendengar suara aneh dari ruang hukuman, tapi saat itu Dexter datang dan menghentikan River untuk membuka pintu ruang hukuman.  Mengatakan kalau River hanya kelelahan dan berhalusinasi,  bahwa River mungkin salah mendengar suara itu.  River tertawa dalam hati tanpa suara,  dia benar-benar sudah dibodohi oleh kepala pelayan itu. 

"Vernon, untuk apa kau bersembunyi di sini?" tanya Axel menyeruak dari belakang,  "Apa yang kalian berdua rencanakan?"

"Menurutmu, apa yang kami rencanakan, Axel?" Vernon balik bertanya. Senyum liciknya terus terulas,  tidak pernah luntur.  Senyum penuh kemenangan.

"Apa ini ada hubungannya dengan ramalan itu?"

Vernon tertawa, tawanya menggema di ruangan itu, "Kau ternyata pintar juga, Aro." Jawabnya setengah tersenyum mengejek,  ya maaf saja,  baginya di antara ketujuh orang itu Aro tidak terlalu ada andil besar sekalipun dia anak Zeus. "Aku hanya membutuhkan saudaraku,  Oriver." Vernon kembali memandang River,  "untuk melengkapi tiga darah campuran."

"Sebentar lagi gerhana akan dimulai." Dexter memberitahu.

Mereka juga tahu hal itu, Arsen dan Ken sudah sangat gelisah, badan mereka terasa panas dan berkeringat. Namun keduanya berusaha menahan diri, mereka tidak ingin memperparah keadaan di bawah sini. Namun pergi sekarang dari sini juga tidak bisa mereka lakukan.

"Vernon, kau tidak akan bisa membangkitkan kegelapan itu. Ramalan itu tidak akan pernah terjadi kalau tidak ada tiga darah campuran di sini!" Maxime bersuara.

Vernon mendengus, mendekat pada peti batu yang sudah tertutup debu yang tebal itu, mengusapnya pelan, tidak mempedulikan jika debu yang berada di atas peti itu menempel pada permukaan telapak tangannya. Dia bisa merasakan getar kekuatan yang bersemayan di dalam peti batu itu.

"Ya, kau benar anak Hades." Vernon menatap Maxime tajam, dia sedikit menaruh dendam pada anak dewa itu karena ayahnya sudah menggagalkan rencananya, "Hanya ada dua darah campuran di sini, aku, dan River."

Vernon menyeringai,  menatap mereka satu persatu sebelum menarik napas begitu dalam.  Merasakan sesuatu yang datang mendekat,  sesuatu yang tengah dia nantikan sebagai pelengkap.

"Dia datang, darah campuran yang terakhir." Kata Dexter, seringai tercipta di wajah pucatnya. Netranya memandang ke belakang River dan teman-temannya.

"Apa aku ketinggalan pesta?"

Kalau mereka bisa mendeskripsikan kengerian dari skala satu sampai sepuluh. Maka, mereka akan menyebutkan angka seratus untuk kengerian yang sekarang mereka alami. Bagaimana sosok yang datang dari lorong gelap di belakang mereka itu mulai memunculkan wajahnya, jubah hitamnya menjuntai sampai ke bawah menyapu lantai, sosok yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka berada di dalam lingkaran persekongkolan yang membuat mereka merasa sedang dipermainkan.

"Tidak mungkin." River menggumam,  dia seperti kehilangan tumpuannya untuk tetap berdiri. Kakinya terasa lemas, dia yakin teman-temannya pun merasakan hal yang sama.  Keterkejutan yang membuat kerongkongan mereka tercekat bahkan untuk menyebut nama itu.

"Anda datang tepat pada waktunya..., Master Cedrik."

Sosok itu, Master Cedrik mengulas senyum yang biasa dia perlihatkan pada anak-anak di Speranta. Senyum penuh wibawa, sosok hangat yang mereka pikir sebagai seorang pelindung. Sayangnya kali ini sosok itu tidak lagi terlihat sebagai seorang yang berwibawa, apalagi bisa mereka anggap sebagai pelindung. Senyum yang kali ini diperlihatkannya justru mengundang kengerian mereka semua. 

"Master, anda.."  bahkan Rex tidak dapat meneruskan perkataannya yang terasa tersangkut di tenggorokan.

"Apa kabar anak-anak? Apa petualangan kalian menyenangkan?" tanyanya sembari terus berjalan mendekat, perlahan. Tidak terburu, kedua tangannya tetap berada di belakang punggung seperti yang selalu dia lakukan.

"Siapa dia?" bisik Puteri Irene pada Arsen, Helena juga memiliki pertanyaan dan rasa penasaran yang sama dengan sang Puteri.

"Master Cedrik, kepala sekolah kami." jawab Arsen setengah hati, apa dia sedang bermimpi? apa ini benar-benar nyata? apa benar Master Cedrik....

"Master, ini tidak benar, kan? Apa yang mereka berdua katakan tidak benar, kan? Anda.. anda.. " Axel benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi di sini. Bagi Axel, meski tidak pernah ia katakan, namun Master Cedrik adalah salah satu panutannya. Seorang yang berwibawa dan tegas, namun terlihat hangat dan baik hati dengan senyum selalu mengembang. Inikah wajah asli sebenarnya dari orang yang sangat dia hormati?

Master Cedrik melewati kelompok River dan teman-temannya, memilih berdiri di tengah-tengah Vernon dan Dexter. Kedua orang itu langsung memberi tempat, kemudian kedua tangannya terantang. merangkul bahu Vernon dan Dexter kelewat akrab, "Bukankah malam ini benar-benar malam yang istimewa dan bersejarah? Darah campuran keluarga Vlad berkumpul di sini. Itu sebuah kejadian yang langka." Katanya kembali menatap anak-anak muridnya.

"Tidak! anda bukan bagian dari keluarga River, anda tidak punya.."

"Tanda iluminati?" Master Cedrik memotong perkataan Ken, "Tentu saja aku memilikinya." Sambungnya dengan nada suara yang terdengar sangat lembut, namun mematikan di saat yang bersamaan. Master Cedrik melepaskan ikatan jubahnya, tangannya membuka kancing baju teratasnya, kancing baju keduanya, dan berhenti di kancing baju ketiga, "Tanda ini, sudah ada sejak aku dilahirkan."

Mereka tidak bisa membantah lagi ketika melihat symbol iluminati yang berada tepat di tengah-tengah ruas dada pria itu.

Apa yang lebih mengerikan daripada melihat seorang monster yang berpura-pura menjadi malaikat?

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang