[37] : Seorang Pemuda yang menjual teman nya

3.7K 870 94
                                    

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Maxime, entah bertanya kepada siapa.

Rex meski tangan nya masih terasa nyeri, pemuda itu ingin menerjang Dexter yang tengah mencekik River di sana. Namun Aro segera menghalangi, menahan lengan saudara nya. "Apa yang kau lakukan?!" bentak Rex, "kita harus menyelamatkan River!" Rex tidak mengerti kenapa Aro menghentikan nya, yang sekarang harus mereka lakukan adalah menyelamatkan River segera meski sekarang hanya mereka yang tersisa itu pun dengan luka-luka di tubuh yang terasa nyeri bukan main.

"Jangan gegabah." jawab Aro, "kita tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, River ada bersama mereka. Mereka bisa mencelakakan River kapan saja kalau kau nekad seperti ini!"

Rex tahu apa yang dikatakan Aro ada benarnya, begitu pun dengan teman-teman nya yang lain berpikiran yang serupa dengan Aro. Mereka tak boleh gegabah, tak boleh bertindak sembarangan atau River benar-benar dalam bahaya. Mereka jelas tak ingin kehilangan siapapun itu malam ini. Rex mendengkus kasar, melepaskan tangan Aro yang memegangi lengan nya.

"Keputusan yang bagus, Aro." Cedrik menyunggingkan senyum yang memuakan bagi mereka semua, "bergerak sedikit saja, maka aku tidak akan bisa menjamin River akan selamat."

"Aku lebih baik mati!" Teriak River sambil terus mencoba melepaskan diri, namun Dexter rupa nya lebih kuat dari yang dia duga,dengan mudah mengunci leher River dengan lengan nya yang terasa dingin.

"Kami tidak peduli kalau harus membunuhmu sekalipun, Oriver." jawab Vernon, "kami hanya butuh darahmu saja."

River mendelik kesal, benar, mereka hanya butuh darah nya untuk menggenapi ramalan itu. Ramalan sialan! Saat seperti ini dia jadi berharap kalau dia vampir murni yang tak memiliki aliran darah. River mengangkat pandangan pada teman-teman nya yang berdiri dengan wajah tegang, dia tahu mereka ingin membantu tapi mereka juga ragu karena ini tentang keselamatan River. Seharusnya dia memang tidak usah pergi ke sini, seharusnya dia tidak pernah tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ada banyak penyesalan yang berada di pikiran River sekarang, mereka semua dalam bahaya karena diri nya.

"Gerhana sudah sempurna." gumam Cedrik, lalu beralih pada Vernon. "Vernon." dia hanya menyebut nama itu, dan Vernon mengerti arti dari panggilan Cedrik barusan.

Vernon bergerak menuju peti batu, menggeser tutup nya hingga jatuh ke lantai dengan bunyi berdentum dan debu yang beterbangan. Sudut bibirnya menyunggingkan senyuk kala melihat sosok Lucifer yang berbaring di dalam peti batu dengan kedua tangan terlipat ke dada dan wajah yang pucat pasi. Benar-benar putih seperti mayat.

"Berikan darahmu padanya, Vernon." perintah Cedrik.

"Kita harus menghentikan ini!" Helena berteriak kesal, namun puteri Irene yang berada di sampingnya menahan tangan bersuhu dingin Helena. Tak ada guna nya, kalau Helena maju sekalipun dia hanya akan berakhir tak bernyawa, River pasti tak menginginkan itu terjadi.

Vernon mengeluarkan pedang maut nya, mengangkat tangan nya, menggoreskan pedang berwarna hitam itu ke telapak tangan nya, hanya satu goresan. Vernon mengepalkan tangan, cairan merah kental merembes keluar, menetesi permukaan kulit pucat Lucifer. Darah Vernon yang menetes ke atas kulit tangan Lucifer itu dengan aneh nya langsung meresap masuk seolah terhisap permukaan kulit Lucifer, Vernon tersenyum puas dan kemudian mundur dua langkah untuk membiarkan Cedrik maju.

Cedrik menghembuskan napas, menatap lekat pada tubuh Lucifer di dalam peti. Dia sudah menunggu lama untuk ini, menunggu sangat lama untuk bisa membangkitkan sang kegelapan. Entah kenapa tiba-tiba sekelebat bayangan ayahnya, Draco melintas. Ini juga untuk ayahnya yang berada di alam bawah sana, diam-diam Cedrik bergumam dalam hati akan segera menjemput sang ayah ketika Lucifer telah berhasil dia bangkitkan.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang