"Kau yakin potongan peta itu ada di dalam buku paman Philip?" Entah, sudah berapa kali teman-temannya menanyakan hal yang sama saat mereka mengadakan rapat dadakan di kamar River selepas matahari mulai tenggelam diperaduannya.
Axel mendesah kesal, kali ini dia melempar tatapan jengkel pada Aro yang terlihat tidak menangkap kejengkelan Axel. "Harus berapa kali aku menjawab pertanyaan yang sama?" tanyanya, "Sudah aku bilang, aku melihatnya. Walau cuma sekilas, aku yakin itu potongan petanya." Axel bersikukuh.
Lalu mereka melempar pandangan kepada River. Mengkonfirmasi pernyataan Axel barusan, karena Riverlah yang berada bersama Axel dari perpustakaan tadi.
"Aku tidak melihatnya," River seperti bisa membaca pertanyaan apa yang akan dilontarkan teman-temannya padanya. "Aku terlalu sibuk ketakutan karena paman Philip memergoki kami." dan akan jadi bencana besar bagi mereka kalau sampai Philip tahu mereka diam-diam melihat buku cokelat miliknya.
"Lalu, kenapa kau tidak mengambil potongan peta itu?" tanya Maxime, pertanyaan bagus. Kenapa Axel tidak langsung mengambilnya saja kalau memang potongan peta itu ada di sana? bukan mereka tidak percaya dengan Axel, tapi akan lebih baik kalau saat itu Axel langsung mengambilnya.
"Tidak sempat, kami berdua terlalu ketakutan dengan Philip yang tiba-tiba muncul." jawab Axel, meski dia juga menyesal kenapa dia tidak langsung mengambil peta itu saja, tapi dia terlalu panik dan ketakutan, juga berusaha mengembalikan buku itu ke saku mantel Philip tanpa ketahuan. Percayalah, itu lebih menegangkan dari pada mengikuti River melanggar jam malam Speranta.
Ken bangun dari karpet tempatnya menyelonjorkan kaki, bergerak ke nakas untuk mengambil air minum, "Baik, katakankanlah potongan peta itu memang ada di sana. Lalu, kita akan mengambilnya?"
"Terlalu beresiko," River berucap, " paman Philip bukan vampire sembarangan. Aku tidak yakin kita akan baik-baik saja kalau paman Philip mengetahui kita mengambil bukunya."
"Kita tidak mengambil bukunya, River." Axel menekan kata-katanya, "Kita hanya mengambil potongan peta dari buku itu. Lagi pula..,"
Teman-temannya mendadak menegakan badan, menunggu Axel menyelesaikan ucapannya, mimik wajahnya terlihat jauh lebih serius dari pada tadi. Kenapa rasanya sekarang setiap kata yang keluar dari Axel membuat mereka semua dilanda ketegangan?
"Peta itu memuat informasi tentang pintu ratapan." sambung Axel.
"Tunggu!"
"Max!!" oh, disaat-saat seperti ini haruskah Maxime Lynch membuat mereka terkejut karena tiba-tiba berteriak? Mereka di dalam kamar omong-omong, bukan di dalam hutan.
Max meringis saat lengannya mendapat cubitan dari Aro yang mendelik padanya, "Axel, ini tidak seperti yang aku pikirkan kan?"
"Memang apa yang kau pikirkan putera Hades?" Rex bertanya dengan nada yang dibuat-buat. Lantas menjulurkan lidahnya pada Maxime yang seperti ini menarik lidah putera Ares itu.
"Pintu ratapan itu, jalan masuknya lewat ruang hukuman?" tebaknya.
Mata Axel membuat terkejut, Maxime malah menganga dramatis, "Aku.. Benar? Woahh!!" kenapa Maxime jadi merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Jadi, benar?" River memastikan pada Axel.
Axel menjawab dengan anggukan, "Dari buku cokelat yang aku baca tadi, pintu ratapan itu ada di bawah kastil ini.""Maksudmu, ruang terlarang?" tanya Aro.
Axel mengangguk lagi, lalu bersidekap seraya memandang keenam temannya yang pasti merasa terkejut dengan apa yang dia temukan. Karena jujur saja, dia juga merasa terkejut dengan rahasia besar yang baru dia temukan ini, "Kita tidak bisa masuk lewat ruang hukuman. Ya, karena Dexter." dia melirik River, "Satu-satunya cara, kita harus mengetahui pintu masuk yang satunya, dan itu ada di potongan peta yang lain. Di dalam buku cokelat Philip."
KAMU SEDANG MEMBACA
Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔
FantasyOriver pikir dia sebatang kara, sampai sebuah simbol iluminati muncul di lehernya saat melawan Vernon Armstrong sang pegkhianat. Simbol yang dipercaya hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki garis keturunan Count Vladimir, sang Vampire penguasa per...